Part 1

23 5 0
                                    

Happy reading

*

"BUBAR JALAN!"

Semua siswa perlahan mulai meninggalkan lapangan upacara setelah pemimpin barisan memberi instruksi. Upacara bendera pertama setelah libur semester yang berlangsung selama tiga puluh menit cukup membuat energi ku terkuras. Ku seka bulir keringat yang menetes akibat terik matahari.

"El! Kantin yok!" Tepukan keras pada bahu kiri ku membuatku sedikit berjengit kaget.

"Males ah." Jawabku singkat sambil menatap malas ke arah kerumunan siswa yang berdesakan menuju pintu gerbang yang menghubungkan lapangan belakang dengan area kelas.

Diikuti seorang temanku, aku memilih menepi ke pinggir lapangan menunggu agak lengang. Jujur saja aku malas harus keluar berdesak-desakan. Selain karena panas, aroma keringat yang saling bercampur sangat tidak bersahabat di hidung.

"Semoga hari ini pulang cepet."

"Pulang cepet hanyalah mitos." Cibirku kepada Shena yang kini sedang mengipasi wajahnya dengan telapak tangan.

"Bilang amin aja susah amat buk."

"Jangan terlalu berharaplah, jatuhnya sakit cuy."

Tepat setelah aku menyelesaikan ucapanku, seorang laki-laki menegurku untuk sedikit bergeser, "Permisi, kak." Ujarnya seraya menggulung kabel sound system yang tidak sengaja ku injak tadi.

Aku terus memperhatikan punggung kokohnya yang semakin menjauh. Tubuh tinggi tegapnya terlihat mencolok di antara temannya yang lain. Ditambah kulitnya yang kecoklatan membuat parasnya terlihat manis.

"Ella!"

Sikutan Shena pada lengan menyadarkanku dari lamunan.

"Ha?"

"Liatinnya biasa aja dong. Liatin cowo sampe ngiler gitu masa." Kata Shena diakhiri kikikan geli.

Reflek ku bersihkan sudut-sudut bibirku dan seketika merengut kesal karena tak mendapati apapun, "Rese deh!"

"Hahaha dah ah balik yok, makin panas nih!"

Baru ku sadari ternyata lapangan sudah sepi. Saat ini hanya tersisa beberapa siswa yang sedang mencuri waktu untuk berfoto selfie dan beberapa anggota OSIS yang masih merapikan peralatan upacara.

Sedikit terseok aku berjalan mengikuti tarikan Shena. Aku merasa penasaran dengan laki-laki tadi. Rasanya semester lalu aku tidak pernah bertemu dengannya.

"Shen, lo kenal sama cowok tadi?"

"Yang mana?"

"Tadi itu loh, yang gulung kabel."

"Ooh, adek kelas itu. Manis, ya?"

Aku diam tak menanggapi ucapan Shena meskipun dalam hati aku menyetujuinya.

Tiba-tiba Shena menatapku dengan mata memicing, "kenapa, sih?" Tanyaku karena merasa risih ditatap sedemikian rupa.

"LO SUKA YA?"

Suara Shena yang naik lima oktaf membuatku langsung membungkam bibirnya dengan tanganku. Aku hanya bisa tersenyum canggung saat mendapati beberapa pasang mata menatap kami dengan pandangan heran. Ku seret dia cepat menuju kelas sebelum aku bertambah malu.

Cekalanku baru saja terlepas ketika kami mencapai depan pintu.

"Mulut lo tuh, ya!" Geramku

Ia hanya menunjukkan cengiran lebarnya sambil mengacungkan jari telunjuk dan tengah.

*

Tidak ada yang spesial dengan hari pertama sekolah. Kegiatan pembelajaran langsung dimulai hari ini membuat kepalaku terasa sedikit pening.

Dan, yah sesuai dugaanku, pulang cepat hanyalah mitos. Jarum jam sudah menunjukkan pukul empat lebih sepuluh menit. Hanya tersisa aku dan beberapa tas yang ditinggal pemiliknya dalam kelas.

"Ella? Kok belum pulang?" Tanya Raka, most wanted sekolah yang kebetulan sekelas denganku.

"Iya, nih. Lo sendiri kok belum pulang?"

Raka menunjukkan selembar kertas berisi data siswa yang akan mengikuti ujian tahun ini, "nih, gue abis ambil ini dari ruang kurikulum."

"Kok ngga bareng Shena?"

"Iya, soalnya Abang gue mau jemput hari ini."

Getar notifikasi dari ponselku sedikit mengalihkan atensi kami. Setelah ku cek, ternyata pesan singkat dari Bang Hesta yang memberitahu jika dia sudah sampai di sekolah.

"Raka, gue duluan ya. Abang gue udah nyampe ternyata."

"Ya udah, barengan aja yuk! Gue juga mau ke depan."

"O-oke."

Kami berjalan beriringan tanpa ada perbincangan yang berarti. Beberapa kali aku menanggapi perkataan Raka hanya dengan gelengan atau anggukan.

Hampir tiga tahun aku berteman dengan Raka dan selama itu kami hanya beberapa kali terlibat pembicaraan yang agak panjang. Aku tipikal orang yang lebih suka mendengar, sedangkan Raka adalah orang yang cenderung cerewet. Harusnya kami bisa cocok, tapi nyatanya interaksi kami malah sangat minim.

"Lo pendiem banget ya, El."

"Masa, sih? Kayaknya biasa aja deh." Ujarku diikuti tawa canggung

"Ya lo nya udah terbiasa gitu, sih."

Aku mencoba melirik ke arah Raka, tubuh tingginya membuatku harus sedikit mendongakkan kepala. Ku akui Raka memang memiliki good looking yang menjadi salah satu faktor ia menjadi famous dikalangan siswa lain.

Dari sisi ini, dapat ku lihat rambutnya yang tadi pagi tertata rapi kini terlihat sedikit acak-acakkan. Kulit putihnya nampak bersinar ditempa cahaya matahari sore.

Seketika aku gelagapan karena tiba-tiba dia juga ikut melirik ke arahku. Wajahku memerah menahan malu karena tertangkap basah memandanginya.

"Nah kan diem."

"Hah? Emang gue harus ngomong apa?" Tanyaku bingung.

Tawa renyahnya terdengar memenuhi indra pendengaranku. Dan yah... Bukan bermaksud hiperbola, tapi entah kenapa kadar ketampanan Raka meningkat menjadi berkali-kali lipat ketika dia tertawa.

"Ella,"

"Hah?"

"Ternyata lo lucu, ya."

"Hah?"

Sentuhan lembut tangan Raka di daguku membuatku terkesiap.

"Jangan nganga terus, takut lalat masuk."

"Hehehe," tawaku garing. Aku sudah bisa melihat mobil Bang Hesta bertengger manis di seberang jalan, "i-itu mobil Abang gue. G-gue duluan, ya."

Langkahku untuk kabur langsung terhenti karena Raka mencekal lenganku erat, "tunggu!"

"Lo keberatan ngga kalo gue pengen ngenal lo lebih jauh?" Lanjutnya

Aku terkejut mendengar pernyataan barusan. Dan sekali lagi, hanya satu kata yang bisa ku ucapkan,

"Hah?"

*

Vote dan komennya jangan lupa :)

Hello GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang