5: [Kecerobohan Sana]

1K 137 9
                                    

Obsession
----------•••---------

Di bawah sebuah chandelier, tiga wanita terlihat saling melempar candaan. Membahas hal-hal sederhana, namun bermakna. Tapi, disini Sana dan Jihyo lebih mendominasi. Membahas tentang beberapa topik dari yang penting hingga tak berarti.

Dua wanita beda era tersebut seakan hanyut dalam dunia yang Tzuyu tak mengerti.

"Lihatlah mereka Gucci, kita terbengkalai sekarang." Tzuyu berbisik kesal pada anjing di pelukannya. Tangannya tak berhenti mengelus bulu lembutnya, sampai-sampai Gucci terbuai akan belaian nya.

"...hahaha, benarkah? Tapi, asal kau tau. Twice akan comeback sebentar lagi." Jihyo berucap dengan semangat 45, tak jauh beda dengan Sana yang mengiyakan dengan senyum merekah.

"Twice? Mahkluk apa itu?" Lagi, Tzuyu berbicara pada Gucci. Ia sama sekali tidak bisa berbaur dengan topik-topik dua wanita di depannya ini.

Hembusan nafas pasrah lolos begitu saja.

Diturunkannya Gucci dari pangkuannya. Memilih bangkit dari duduknya dan beranjak pergi.

"Nak, mau kemana?" Tzuyu berbalik, menatap keduanya--Sana dan Jihyo--dengan malas.

"Mencari udara." Tzuyu kembali melangkah, tak menghiraukan tatapan penuh tanya Sang Ibu.

"Sikap Tzuyu memang seperti itu. Lebih baik kau ikuti dia." Jihyo menggenggam tangan Sana sejenak.

"Baiklah." Sana mengangguk, segera bangkit dari duduk nya.
.
.
.
.
.
"Apa yang kau lakukan?" Tzuyu melirik sekilas Sana yang entah sejak kapan ada di samping. Berjalan berdampingan, menyusuri jalan setapak pembelah pepohonan rimbun di kanan-kiri nya.

"Ibu mu menyuruhku menyusul mu. Dan apa-apaan kau menyebut ku kekasih mu!?" Sana melipat kedua tangannya, merajuk bak bayi lima tahun.

"Ibuku masih sensitif, aku hanya khawatir dia tidak menyambut mu dengan baik." Sana mengangguk paham, terbesit sedikit kekecewaan tak berdasar kala titel 'kekasih' hanya lah alibi semata.

Namun, mendadak Tzuyu menghentikan langkahnya, membuat Sana mau tak mau harus ikut berhenti. "Atau kita bisa mewujudkannya." Hanya untuk mengatakan itu, lalu melangkah pergi. Meninggalkan Sana beberapa langkah di belakangnya.

'Mewujudkan?'
.
.
.
.
.
"Woah!" Sana terperangah, hamparan pasir dengan deru ombak itu memikat netra nya. 

"Kau menyukainya?" Sana mengangguk antusias. Segera melepas sepatu serta kaos kakinya dan berlari menghampiri ombak yang menyapu lembut bibir pantai.

Tzuyu tersenyum kecil. Sebenarnya yang lebih sepuh disini siapa, pikirnya?

Diperhatikannya Sana dari jauh, dan kalian tahu apa yang Sana lakukan? Ya, gadis itu berenang. Tidak peduli dengan seragamnya yang basah terkena air bahar.

Tawa Tzuyu terbit melihat Sana berkali-kali jatuh tersapu ombak.

Byur!

"Aaaa!" Namun, gulungan ombak besar tiba-tiba menyeret Sana, membawanya ke titik dimana kakinya tidak bisa berpijak. "Tzuyu!"

Senyum Tzuyu sirna seketika, dilihatnya Sana tengah berusaha keras agar tetap mengapung. Kedua tangannya mengayun cepat, menciptakan riak air disekitarnya.

"Sial!" Tzuyu segera melepas sepatu dan kaos kaki nya, berlari secepat mungkin ke arah Sang Kakak. Beberapa kali kakinya tertancap karang runcing mengingat ia berlari tanpa memperhatikan sekitar. Tapi, Si Bungsu Kim tak peduli.

Sana lebih penting!

Ia mulai berenang, berenang secepat mungkin agar bisa menjangkau Sana yang semakin terombang-ambing.

"Tz-tzuyu.." Sana lengah, sudah terlalu banyak air yang tak sengaja diminumnya. Deru ombak juga terus menghantamnya, membuatnya kian tak berdaya.

Perlahan, pandangan gadis itu memijar. Diselingi dengan dirinya yang pingsan tak sadarkan diri.

Grep!

Tangan Tzuyu dengan cepat meraih Sana yang hampir menyentuh dasar pantai, memeluk pinggangnya dengan satu tangan dan berenang menepi.

"Sana unnie!" Tzuyu membaringkan tubuh Sang Kakak di atas hamparan pasir. Segera memberi pertolongan pertama. Mulai dari menekan dada Sana dengan kedua tangan, menepuk pelan pipinya, hingga.. nafas buatan. "Kumohon bangunlah.." Tzuyu terus mengulang hal tadi, sempat frustasi saat tak ada respon yang berarti.

Uhuk! Uhuk!

Sana terbatuk, diselingi air yang keluar dari mulutnya. Dengan cekatan, Tzuyu segera mendudukkan tubuh Sana. Menatap khawatir, amat sangat khawatir pada Sana.

"Sana unnie? Apa yang kau rasakan?" Tzuyu mengelus lembut punggung Sana.

"Ah, hidungku rasanya panas." Sana memegang hidungnya, memejam sejenak guna menetralkan deru nafasnya.

"Sebaiknya kita pulang." Tzuyu segera menyelipkan tangan kanannya di bawah lutut Sana dan tangan kirinya di tengkuk gadis itu. Dan,

Hap

Dengan sekali tarikan, tubuh gadis itu sudah terangkat.

"A-aku bisa berjalan sen--"

"Sstt.. Ini akan lebih cepat." Tzuyu segera melangkah, namun sesaat ia berhenti.

"Akh.." Hidungnya berkerut kala kaki telanjangnya yang terluka itu bersentuhan dengan batu kerikil.

"Kau kenapa?" Panik Sana melihat mimik wajah Tzuyu.

"Ah, ani." Tzuyu mengelak, segera melanjutkan langkahnya. Menahan diri agar terlihat baik-baik saja, padahal di bawah sana terasa porak poranda. Jari kakinya mengkerut, menahan agar cara berjalannya tak nampak berbeda.
.
.
.
.
.
Tzuyu segera membaringkan tubuh Sana di sofa, wajah Sana terlihat pucat.

"Omo!? Apa yang terjadi?" Jihyo berucap kaget kala melihat Sana yang terbaring lemas.

"Dia hampir tenggelam." Jujur Tzuyu, Jihyo segera masuk kembali. Mengambil handuk untuk Sana.

"Au.." Tzuyu ber desis pelan, ditatapnya bekas telapak kakinya yang berwarna coklat kemerahan,

Dominasi tanah dan darah.
.
.
.
.
.
To be continued

Gatau yg part ini nge feel g
Nulisnya setengah ngantuk:v


Obsession [SaTzu]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang