Obsession
----------•••----------Netra nya memejam, meredam rasa lelah yang kian menghujam. Sedikit lega kala punggungnya kini sudah diperkenankan singgah di ranjang milikinya, berbaring di samping gadis berhidung tajam.
Sungguh, kejadian tadi amat menguras tenaga.
Dan, ya. Mereka baru saja tiba di kediaman sebenarnya kala matahari sudah tenggelam ditelan alam.
"Tzuyu?" Sebuah panggilan membuatnya spontan membuka mata, melihat Si Empu pemilik suara.
"Hm?"
"Aku lapar~"
"Lalu?"
"Masakan aku sesuatu."
Matanya kembali mengantup, meredam kekesalannya pada Sang Kakak. Ia ingin menolak, tapi tatapan Sana membuatnya tak dapat mengelak.
Lantas ia beranjak, menunda waktu istirahatnya sejenak.
.
.
.
.
.
"Maaf, unnie. Tapi, sisa tenaga ku hanya bisa membuat ini." Tzuyu meletakkan sepiring tteokbokki di atas meja makan, sepertinya ia benar-benar lelah.Biasanya Tzuyu akan semangat memasakkan Sana sesuatu yang membuatnya terkesan. Namun, kali ini tidak. Hanya tteokbokki yang dapat Tzuyu hidangkan.
Itupun instan.
"Terimakasih!" Sana tersenyum manis, Tzuyu hanya mengangguk dan hendak melangkah. Tapi, gadis itu menarik ujung bajunya. "Kau mau kemana?"
"Kembali ke kamar."
"Temani aku." Sana menatap adiknya dengan tatapan penuh harap, alhasil Tzuyu berdecak kesal dibuatnya. Mau tak mau ia menarik kursi di samping kanan, berlalu duduk dengan tak berkenan.
"Hihihi.." Sana terkekeh geli sebelum memulai acara makan malamnya.
Suasana sangat sunyi, hanya ada suara sumpit besi dan piring yang saling bertabrakan.
Dan yang dilakukan Tzuyu hanyalah diam tak bersuara, menatap Sana yang tengah khusyuk dengan makanannya.
"Hm, ngomong-ngomong... Bagaimana kau bisa membuatku siuman tadi?" Sana melontarkan pertanyaan, memecah keheningan di meja makan.
"Melakukan pertolongan pertama." Jawab Tzuyu singkat, Sana hanya mengangguk paham.
"Bagaimana kau melakukannya?"
"CPR dan...
...nafas buatan."
Uhuk! Uhuk!
Sana tersedak seketika, tenggorokan nya panas kala pedas masakan tadi langsung menyentuh tenggorokannya. Segera ia meraih segelas air didepannya, meredam rasa panas di kerongkongan yang membuat matanya berkaca-kaca.
"Unnie?" Tzuyu mengelus pelan punggung Sana. "Gwenchana?" Tanyanya lagi. Sana mengangguk kecil sembari meletakkan gelas airnya.
"Sudah, aku sudah selesai." Sana mengambil piringnya dan segera berlalu begitu saja. Meninggalkan Tzuyu dengan raut penuh tanda tanya.
Sial, hanya karena pernyataan itu. Membuatnya salah tingkah.
.
.
.
.
.
Sana tengah menonton serial drama di TV bersama ibunya. Hanya berdua, yang lain sudah kalap di alam mimpinya."Ibu." Panggil Sana pada Jennie di sampingnya.
"Ya?" Jennie menoleh, menatap Sana.
"Siapa ciuman pertama mu?" Alis Jennie terangkat seketika, pertanyaan Sang Anak membuatnya kembali mengingat masa muda.
Masa kisah labil asmaranya.
"Kau ingin tahu?" Sana mengangguk, tangannya meraih remote TV. Mengecilkan volumenya dan tak peduli dengan alur ceritanya.
"Hm, sedikit aneh. Tapi, pemilik ciuman pertama ibu adalah seorang wanita--"
"Benarkah!?" Jennie tersenyum kecil, masa lalunya bisa dibilang indah bisa dibilang sedikit tragis.
Jatuh cinta pada seorang wanita, mengubah pandangan hidupnya pada dunia. Justru, diposisi itu ia bisa paham arti bahagia yang sesungguhnya. Hari-hari nya hanya terisi dengan penuh kebahagiaan.
Namun hanya sesaat sebelum wanita-nya pergi untuk selama-lamanya.
Mungkin, jika mobil sialan itu tidak menabrak kekasih nya. Ia masih ada disini, tempat dimana Jennie bisa terbuka dengan segala keluh kesahnya.
Tidak ada yang memahaminya selain dia, Lalisa Manoban.
"Jangan sia-siakan masa muda mu, sayang. Itu adalah saat kamu mengenali sisi lain dari dunia. Mengenali hal kecil yang membuat hidupmu lebih bermakna." Jennie merengkuh kepala Sang Anak agar bersandar nyaman di pundaknya.
Dan mulai malam itu, Sana semakin menyadari sesuatu kala Tzuyu menatap nya.
.
.
.
.
.
To be continuedHelo gaes
Maap telat up nya
Tugas ku terbengkalai:"v
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession [SaTzu]
أدب الهواة[𝑯𝒊𝒂𝒕𝒖𝒔✓] #'Ini kisah Sana dan Tzuyu. Berstatus saudara tiri sejak 4 tahun lalu. Tzuyu, awalnya gadis itu bak kulkas berjalan. Lambat laun, mungkin ia mulai menerima Sana. Dibalik itu, Sana tentu senang Tzuyu menerimanya sebagai kakak tirinya...