Obsession
----------••----------Kakinya melangkah ringan, berjalan tanpa beban keluar kelas. Pelajaran hari ini seperti biasa, monoton. Hingga sebuah suara menginterupsi langkahnya.
"Sana!" Suara bariton seakan menggelegar di penjuru sekolah. Lantas Sana berbalik, matanya menangkap sosok pria tampan yang sedang berlari mendekat.
"Oh, Mark? Ada apa?" Senyum Sana mengembang seketika.
"Hm, mau pulang dengan ku?" Mark mengulurkan tangannya, seakan siap melayani tuan putri nya.
"Bole--"
"Tidak, dia pulang bersamaku." Potong seseorang yang muncul dari balik Sana dengan riak wajah tanpa ekspresi. Membuat keduanya--Sana dan Mark--saling pandang.
Mark menatap Tzuyu, hendak mengatakan sesuatu. Namun, kata-katanya seakan tertahan di tenggorokan kala melihat tatapan tak bersahabat gadis itu.
"O-oh, baiklah. Mungkin lain kali, a-aku pergi dulu." Mark berlalu begitu saja, meninggalkan Sana dan Tzuyu yang masih berdiri di depan pintu kelas.
Sedetik kemudian Sana menatap Tzuyu geram. Sedangkan yang ditatap hanya menaikkan sebelah alisnya.
"Kau.. Aish!" Sana ingin memaki, namun ia urungkan. Selalu seperti ini, dan itu alasan Sana masih berstatus single hingga detik ini. Ia jengah dan memilih meninggalkan Tzuyu begitu saja.
.
.
.
.
.
"Tidak bisakah dia mengijinkan ku dekat dengan seseorang!?" Gumam Sana frustasi, ia berdiri di luar gerbang sembari menunggu Ibu nya datang menjemput."Kau marah padaku?" Tzuyu mensejajarkan diri di samping Sana. Berucap dengan intonasi tenang seakan tak terjadi apa-apa. Pandangannya lurus ke depan, memperhatikan kendaraan yang lalu lalang.
"Menurutmu!?"
"Aku bertanya, Kim Sana." Tegas Tzuyu, lagi dan lagi tidak ada perubahan nada bicara ataupun raut wajah. Seakan otot wajahnya telah lumpuh.
"Ya, aku marah padamu!" Sana memalingkan wajahnya, mood-nya benar-benar hancur. Hingga bunyi klakson menyita perhatian mereka.
Tzuyu berjalan mendekati mobil dan masuk ke kursi depan. Sedangkan Sana duduk di kursi belakang.
Mobil mereka pun melaju meninggalkan gedung sekolah.
"Hai, sayang. Bagaimana sekolah hari ini?" Tanya Jennie, Sang Ibu. Hening sejenak, dirasa ada yang tidak beres Jennie lantas menghela nafas. "Kalian bertengkar?"
"Sana unnie yang marah, aku tidak." Jawab Tzuyu enteng, ponselnya lebih menarik saat ini.
"Sana, ada apa?" Tanya Jennie lembut sambil sesekali melihat anak sulungnya itu melalui kaca spion.
"Tidak." Jawab Sana singkat, ia kembali melihat ke luar jendela. Jennie tidak melanjutkan pertanyaannya, ia lelah melihat pertengkaran kedua anaknya ini. Toh, mereka sudah dewasa. Pasti punya pemikiran masing-masing untuk menyelesaikan nya sendiri.
"Sudah sampai, kalian turunlah. Ibu harus kembali ke Rumah Sakit." Jennie sekilas melirik jam tangannya, tidak ada waktu untuk singgah barang sebentar. Sudah mepet, pikirannya.
.
.
.
.
.
Ruangan itu nampak hening, bisa dibilang sedikit mencekam. Hanya ada dua gadis remaja yang sibuk pada dunia masing-masing setelah setengah jam yang lalu memijakkan kaki."Jadi kau marah padaku karena Mark?" Suara Tzuyu tiba-tiba menggema, membuat Sana yang tengah berbaring melirik adiknya yang tengah duduk di meja belajar.
Hanya sekilas, lalu kembali pada novelnya.
"Baiklah, itu kesimpulannya." Tzuyu bangkit, bahkan ia belum mengganti seragam sekolah nya.
Gadis itu keluar, tak lupa tangannya menulis pesan singkat untuk seseorang. Sana hanya memperhatikan Tzuyu hilang di balik pintu, ia mengangkat bahu nya acuh dan kembali fokus pada kegiatannya.
.
.
.
.
.
Tzuyu duduk sendirian di bangku kelas, menunggu seseorang yang dihubunginya tadi. Jarinya mengetuk meja. Kelingking, jari manis, jari tengah, jari telunjuk, ibu jari, dan kembali lagi.Ceklek
Suara pintu dibuka menghentikan kegiatannya sejenak. Seorang pria yang ditunggunya telah tiba. Tzuyu bangkit, melirik sekilas jam dinding dan mendekat pada pria tadi yang hanya berdiri di depan papan tulis.
"Kau terlambat 4 menit, Mark Tuan." Suara tenang Tzuyu sukses membuat buku kuduk Mark merinding.
Tuk tuk tuk
Ketukan langkah Tzuyu terdengar kala ia mendekat pada Mark. Membuat pria itu mundur selangkah. Tzuyu terus mendekat, membisikkan sesuatu pada Mark.
"Luka di dada mu... Masih basah kan?" Tangan Tzuyu bergerak naik, menekan sesuatu di balik dada pria itu.
Mark meringis merasakan luka jahitannya yang masih tertutup perban tipis itu di tekan perlahan oleh Tzuyu.
"Kau masih belum jera juga ya. Mau ku buat sayatan baru?" Tawar Tzuyu sembari mengeluarkan pisau lipat kecil dari tas nya.
"Atau kali ini ku buat mata mu buta?" Mark segera menggeleng cepat."T-tidak, aku janji tidak akan mendekati Sana lagi. A-aku janji!" Wajah Mark pucat, tangannya berkeringat.
"Good boy.. Kau masih ingin melihat matahari kan? Jadi, jangan coba-coba untuk mengingkari." Tzuyu kembali memasukkan pisau lipatnya dan keluar dari kelas. Meninggalkan Mark yang melemas takut.
.
.
.
.
.
To be continuedAloha~
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession [SaTzu]
Fanfiction[𝑯𝒊𝒂𝒕𝒖𝒔✓] #'Ini kisah Sana dan Tzuyu. Berstatus saudara tiri sejak 4 tahun lalu. Tzuyu, awalnya gadis itu bak kulkas berjalan. Lambat laun, mungkin ia mulai menerima Sana. Dibalik itu, Sana tentu senang Tzuyu menerimanya sebagai kakak tirinya...