-Disaat kita sakit hati sama omongan serta perlakuan orang lain. Saat itu juga sebenarnya Allah sedang mengajarkan kita untuk menjaga omongan dan perlakuan kita ke orang lain.
Sederhana, bukan?-Rossa tidak berhenti terisak, pikirannya melayang kemana-mana. Pemuda tadi juga tidak kunjung datang, handphone putrinya juga tidak dapat dihubungi. Ah, mengapa ia tidak meminta nomor anak muda tadi?
"Ya Allah, tolong selamatkan putriku dimanapun dia berada, hikss" lantunan do'a di atas sajadah tak henti ia rapalkan. Harapnya Tuhan mengabulkan do'a seorang pendosa sepertinya.
-
"Bagaimana keadaannya, Dok?"
"Lukanya cukup parah, terjadi keretakan tulang dibeberapa bagian, wajahnya juga banyak luka ditambah bekas sayatan. Tapi pasien belum sadarkan diri, dia juga mengalami shock berat"
"Boleh saya melihatnya, Dok?"
"Silahkan, kalau begitu saya pamit"
"Terima kasih, Dok"
Dery merasa hatinya berdenyut perih, melihat sosok yang hadir selalu membawa keceriaan tersendiri baginya, ia sungguh menyesali perbuatannya dulu. Ia merindukan gadisnya, teramat dalam.
"Hei, bangun!, lo selalu nyuruh gue tegar dan kuat, kok sekarang lo yang lemah gini? Bangun, Lan. Gue rindu." Dery tak kuasa menahan air bening yang berdesakan ingin tumpah dari pelupuk matanya. Melihat gadisnya terkapar tak berdaya seperti ini, membuatnya merasa bodoh. Ia bahkan tidak bisa berpikir cara untuk menolong Lani dari tiga cewek bajingan tadi.
"Bangun, Lan. Gue baru aja bangkit setelah dengar kabar tentang lo, jangan buat gue jatuh untuk kesekian kalinya. Hanya lo yang menatap gue sebagai manusia disaat semua orang menganggap gue ini cuma benalu dan juga mayat hidup" Dery terus terisak mengingat bagaimana tidak berharganya ia di mata semua orang, kecuali Lani.
"Lo itu kuat, gue tau. Mungkin fisik lo bisa ambruk seperti ini, tapi hati lo sekuat baja. Gue mohon, bangun, Lan. Demi Ibu lo dan gu..e" ujar Dery sembari menggenggam sebelah tangan Lani yang bebas infus.
"Gue lupa ngabarin Ibu lo saking paniknya. Gue jemput Ibu lo dulu, tunggu gue, yah." ujarnya segera bangkit menuju rumah Bu Rossa.
-
"Maafin, Ibu, Nak. Ini semua gara-gara Ibu. Hikss, Ibu hanya jadi beban dan pembawa masalah buat kamu. Bangun, Nak. Jangan buat Ibu kehilangan keinginan untuk hidup, lagi." Isakan pilu seorang Ibu untuk anaknya yang kini terbaring. Ia begitu menyesal sebab ia tahu kalau mereka yang mengganggu putrinya ialah keluarga petempuan itu."Nak, bangunlah. Biar Ibu yang menggantikan posisimu, kamu sudah banyak berkorban demi Ibu. Ayo, bangun"
Dery tahu bagaimana sakitnya perasaan seorang Ibu, sangat paham. Ia merutuki dirinya yang hampir saja menjamah Ibu dari seorang gadis yang dicintainya. Itu semua diluar kendalinya. Untung saja, polisi datang saat itu.
-
"Pa?, Papa sudah pulang?" Reva memeluk girang sang Papa yang baru saja balik dari luar Negeri.
"Papa kangen banget sama kamu, sayang"
Derman, laki-laki gagah dengan jabatan yang tak kalah hebat pula."Pa, aku mau dibeliin mobil baru, dong. Mobil yang kupake udah genap seminggu soalnya."
"Besok kita beli, yah, sayang. Apa sih yang tidak buat putri cantik Papa ini" ujar Derman mengacak-acak rambut lurus Reva.
Mereka memang bergelimang harta, mungkin bisa saja tenggelam oleh harta, saking banyaknya.
-
"Mas, usiaku tidak lama lagi. Aku mohon, masa depannya akan terjamin jika bersamamu. Tolong, kali ini saja" Seorang wanita tengah memohon pada laki-laki yang dulu mengiming-iminginya janji pernikahan.
"Kamu itu pelacur! Bukan tidak mungkin anak itu bisa saja dari perbuatanmu dengan laki-laki lain!, kamu ini bodoh atau apa?, kamu sendiri yang menyerahkan tubuhmu!" Derman membentak keras perempuan itu.
"Dia anakmu, Mas. Aku selalu menggugurkan kandunganku selain anak darimu karena kamu berjanji ingin menikahiku, hikss."
"Kamu ini benar-benar bodoh! Siapa bilang aku ingin menikahi perempuan kotor sepertimu! Hah? Yang benar saja. Aku sudah bahagia dengan kehidupanku yang sekarang, jangan mengusikku!"
"Dia membutuhkan, Mas. Aku tidak bisa mendampinginya lebih lama lagi. Ku mohon, akui anakmu, Mas. Apapun akan aku lakukan, tolong." Perempuan itu bersimpuh di depan kaki sosok Derman yang angkuh.
"Pergi sana! Aku tidak mau melihatmu lagi!" Tak berbelas kasih, Derman menendang perempuan itu yang masih berlinang air mata.
Sementara di balik dinding, Istri seorang Derman melihat semua itu. Bukan geram, malah ia senang. Rencananya berjalan sesuai harapan.
"Lani, kok nggak masuk hari ini, yah? Terlambat apa gimana? Mana ponselnya juga nggak bisa dihubungin lagi." Gadis berambut pirang itu sedikit risau, pasalnya teman sebangkunya tak kunjung datang menampilkan batang hidungnya.
"Bayar woe! Lo ngutang dua hari!" Inyong mengagetkan Angel.
"Santai dong!, berapa sih? Gue bayar noh!" Angel benar-benar kesal, lagipula ini orang pake nagih tapi dia sendiri nggak bayar-bayar. Jelas-jelas kolom di samping mamanya kosong.
"Karena ku selow, sungguh selow, sangat selow, tetap selow, santai santai jodoh nggak bakal kemana" nyanyian itu justru menambah kekesalan Angel pada Inyong sehingga mendaratlah botol minum itu mengenai sasaran.
Duk!
"Woe! Dasar lo! Ampela ayam!" Inyong menerima nasib saja, ia tidak ingin berurusan sama si Ampela unggas.
"Nama gue Angella, bukan Ampela dodol!" Sebentar lagi Angel akan mengubur hidup-hidup si monyong itu.
"Enak tuh, dodol Garut memang paling mantap" si bendahara itu langsung saja kabur sebelum ia benar-benar dikubur hidup-hidup. Ia bergidik ngeri mengingat Angella yang katanya berarti malaikat, malah berbanding terbalik dari arti namanya.
Tiiiittt...
Haihai gengs?
Hayolohh bunyi apa itu? Yang pastinya bukan bunyi kentut kok *plakkkMulai hari ini, R(Asa) bakal update nggak tiap hari, huhu. Siapa yang sedih? Nggak ada? Oke.😂
Authornya lagi sick soalnya, hoho.Jangan bosan-bosan menunggu, pada akhirnya akan ada titik temu. Wkwk
Jangan lupa tinggalkan jejak.
Krisarnya ditunggu. Woke?Parangloe, 18 Mei 2020.
-Nur