1 of Bliss

89 32 20
                                    

AKU terbangun dari mimpiku dengan nafas yang memburu.

Hanya mimpi.

Kunetralkan kembali degup jantungku, kutarik nafas lalu kubuangnya. Belum lama, jantungku kembali berdegup lebih kencang ketika aku sadar aku bukan berada di kamarku, melainkan..

Aku berteriak. Dua pengawal berbadan kekar itu menengok kearahku,

“Dia bangun dia bangun, cepat beritahu pangeran.” bisik salah satu dari mereka lalu meninggalkanku di kamar luas dengan terangnya lampu.

Tubuhku bergetar dan peluh membanjiri dahiku. Aku sangat takut, kupeluk kaki ku dan kutenggelamkan kepalaku disana.

Derap langkah kaki terdengar jelas oleh indera pendengarku. Diri ini semakin ketakutan ketika lelaki bertubuh tegap dengan kedua pengawal dibelakangnya mendekatiku.

Aku terus mundur membuat jarak sebisa mungkin, kutarik selimut guna melindungi diri. Ia seperti mengertiku,

“Jangan takut nona. Kami takkan melukaimu.”

Aku tak peduli. Terus mundur hingga tubuhku menabrak pembatas ranjang. Nafasku bersahut sahutan kencang. Keadaanku tak bisa dibilang baik baik saja saat ini, rambutku basah juga berantakan dan terdapat goresan goresan di tangan yang tak tahu kenapa.

Air mataku mengalir, kugigit bibir bawahku sangat kencang agar tidak menimbulkan suara tangisku. Sangat kencang, sampai tak sengaja cairan merah keluar darinya.

Ia masih berdiri ditempatnya, “Tinggalkan kami berdua.” ucapnya pada kedua pengawal. Lalu mereka pergi.

Kaki nya kembali melangkah, aku hanya bisa menangis ketakutan di ujung sini.

Lututnya sudah menyentuh tempat tidur bagian depan. Sebelum ia mendekat, kuberanikan diri mengeluarkan suara,

“Jangan mendekat!” teriakku agak bergetar

Mata cokelatnya menatapku lama kemudian ia mundur beberapa langkah, “Tenanglah nona, bolehkah aku menjelaskan sesuatu?” tanyanya sopan

Walau tak kunjung dijawab olehku, ia tetap menjelaskan.
“Kami semua tidak menyakiti atau menculikmu, bahkan kami menolongmu.”

Dahiku berkerut.

“Pengawalku menemukan mu tergeletak di hutan gelap sendirian.”

“Lalu mereka membawamu kesini, ke kerajaan ini.” tuntasnya

Aku menunduk berfikir, Kerajaan?

“Benar.”

Aku terkejut melihatnya. Ia bisa membaca pikiranku.

Jantungku masih berdegup tak karuan.

“Nona, mau kubawakan teh hangat?” tanyanya membuat pandanganku beralih padanya.

“Tunggu aku.” Ia pergi untuk mengambil teh

Aku tak bergerak sedari tadi, tubuh mungilku masih digelung selimut tebal ini. Mataku menyusuri setiap inci kamar ini, besar nan anggun. Ini benar benar kerajaan, aku tak menduganya.

Suara pintu terbuka memecah keheningan.

“Ini teh nya, Nona.” ia menyodorkan segelas teh hangat. Posisinya sama seperti sebelumnya, sedikit jauh dari tempat tidurku.

Aku belum menerima sodoran itu, tubuhku masih gemetar.

“Kau ti- tidak meracuniku bukan?” tanyaku takut takut

Ia mengerutkan kening dan tertawa kecil. Bodohnya aku malah bersemu.
“Tentu saja tidak, Nona. Ambillah.”

Aku tak menjawab, aku masih belum mempercayai orang dihadapanku ini. Bisa saja dia mencampur sesuatu didalamnya, kan?

BLISSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang