Anak-anak berhak lahir dalam kehidupan yang bahagia dengan orangtua yang mencintai anak seutuhnya. Akan tetapi, pada kenyataannya, Meyra Husna tumbuh dengan orangtua yang destruktif, kasar dan mampu meracuni psikologis diriku.
Awalnya Meyra berpikir bahwa tidak ada orangtua yang secara sengaja ingin membuat anaknya menderita. Akan tetapi, Meyra baru menyadari ketika dirinya memiliki mimpi dan cita-cita sebagai penulis, orangtua membuyarkan mimpi dan cita-citanya dengan memberikan segala komentar negatif tentang penulis, lalu mengarahkan dirinya untuk menjadi seorang guru, sesuai dengan keinginan mereka.
Ayah dan Bunda selalu berpikir bahwa semua ini untuk kebaikannya. Meyra akan bahagia jika menuruti apa yang telah Ayah dan Bunda rencanakan untuknya. Namun pada kenyataanya, kehidupan Meyra merasa terbebani dan tertekan.
Kadangkala Meyra harus menurut untuk meredam amarah. Kadangkala jika dirinya sudah sangat muak, Meyra tidak peduli apa ucapan mereka dan selalu memberontak. Hingga suatu hari Meyra mengambil tindakan berani untuk pergi dari rumah. Sudah saatnya dirinya mengambil jarak serta berhenti menanggapi mereka. Demi kebahagiaannya sendiri.
Mereka hanya akan menyalahkan tanpa memperhatikannya. Meyra hanya perlu menutup telinga dan mencoba untuk menjalani hidup selayaknya orang normal lainnya.
Karena Meyra.... berhak untuk bahagia.
Ini adalah kisah Meyra Husna. Semoga kalian bisa mengambil sebuah pelajaran dari kisah ini. Jangan takut mengambil keputusan, kamu akan tetap mendapatkan manfaatnya. Antara menjadi pemenang atau menjadi lebih bijak.
*****
Terima kasih sudah membaca :)
Berikan vote dan kesan pertama kalian untuk prolog cerita ini ya
KAMU SEDANG MEMBACA
HAI MEY
ChickLitKarya ini dilindungi oleh perundang-undangan hak cipta Republik Indonesia (Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia no. 19 tahun 2002). Setiap reproduksi atau penggunaan tidak sah dari karya tertulis atau karya seni di sini dilarang tanpa izin ter...