Kembali

1 0 0
                                    

Bandung, 20 september 2015

Dear ibu,

Ibu apa kabar? Disini aku baik-baik saja dan aku harap kau juga baik-baik saja.

Tujuh tahun sudah berlalu, aku sangat merindukanmu. Ibu, aku disini sudah berhasil meraih cita-citaku. Ya, cita-cita yang aku impikan dulu, aku sekarang sudah menjadi seorang penegak hukum seperti ayah. Ibu aku harap sekarang ayah bisa menerimaku sebagai anaknya, walaupun aku cacat seperti ini. Bagaimana kabar Dinna dan Danna? Aku sangat merindukan kalian. Ibu, aku akan segera pulang aku tak tahu kapan tapi segera, aku akan segera pulang kesana.

"Pengacara Arial" panggil seorang pria dengan setelan jas hitam yang dikenakannya. Arial yang sedang duduk di kursi taman belakang kantornya terkejut akan kedatangan pria itu.

"Tama, sudah berulang kali aku katakan, jangan memanggilku dengan sebutan itu" dengan wajah cemberut.

"Kamu tahu Arial, wajahmu sangat menggemaskan jika sedang merajuk seperti itu" sambil memegang kedua pipi halus Arial. Tama adalah orang yang selama ini berada di samping Arial, dialah orang yang membantu Arial untuk bangkit hingga ia berhasil saat ini. Dengan keberadaan Tama di sisinya, kini ia menemukan rumah dimana ia bisa merasa pulang dan merasa nyaman.

Kembali, keheningan menghampiri. Kami bergelut dan berperang dengan pikiran masing-masing. Langkah kaki seseorang terdengar dan memecah keheningan kami. Terlihat seorang pria paruh baya sedang berlari dengan gusar menuju ke arahku.

"Nona Arial, aku dengar Ayahmu sedang terlibat kasus pembunuhan berencana" katanya dengan nafas yang terengah-engah.

"Bagaimana bisa Pak, apa yang terjadi? Ia tidak mungkin melakukan hal seperti itu"

"Saya pun tak tahu, berita ini baru saja terdengar dan sedang hangat-hangatnya dibicarakan di kantor ini. Kalau begitu saya mohon permisi"

Hatiku gelisah mendengar berita itu. Yang ku tahu ayah adalah orang yang sangat bijaksana tidak mungkin ia melakukan hal itu.

"Aku yakin pasti ada yang tidak beres disini. Menurutku ini adalah waktu yang tepat untukmu mencari kepercayaan Ayahmu Arial"

"Ya kamu benar, sepertinya ini adalah saatnya aku pulang ke rumahku. Aku nampak seperti seorang pengecut dengan menghindar dari semua masalah yang ada"

"Arial, aku akan selalu mendukungmu, dan aku juga akan selalu menjagamu. Tenanglah kamu tidak sendiri, kita akan bersama-sama menyelesaikan masalah ini. Aku yakin Ayahmu tidaklah bersalah dalam kausus ini" kata Tama sembari memegang erat kedua tanganku.

"Terimakasih Tama, kamu sudah banyak membantuku. Kamu selalu ada untukku selama ini. Besok kita akan pergi ke Jakarta dan menyelidiki kasus ini" kataku sambil memeluk badan tegap Tama. 

Tama sangat bangga memiliki kekasih seperti Arial. Arial adalah wanita yang sangat tangguh, teguh dan ikhlas dalam menghadapi semua masalahnya.

Arial dan Tama tiba di Jakarta, ketika mendengar kabar tersebut Arial langsung mencari tiket penerbangan agar dia bisa pulang dan membantu ayahnya itu.

********

Tibalah aku di suatu tempat yang sangat aku rindukan. Tempat ini masih sama seperti tujuh tahun silam. Tampak wanita paruh baya berdiri dari belakang pagar besi yang membatasi kami, menunggu kehadiranku pulang. Segera Tama membantuku mendorong pagar besi tersebut agar aku bisa memasuki rumah itu. Ingin rasanya aku berlari menuju dirinya namun apa daya aku hanya bisa berjalan dengan langkah cepat dibantu dengan tongkat besi ini. Hingga akhirnya mataku bertemu dengan mata wanita paruh baya itu. Mata yang begitu meneduhkan bagiku. Bertahun-tahun aku jauh darinya, ku peluk dirinya dengan erat hingga tangisan kami pecah seketika. Betapa aku sangat merindukannya.

"Ibu bagaimana keadaanmu? Aku sangat khawatir ketika mendengar kabar Ayah yang sedang mengalami masalah yang besar. Aku tahu bagaimana perasaan Ayah saat ini"

"Jangan khawatir Nak, Ayahmu baik-baik saja. Masalah ini pasti akan akan segera terselesaikan"

"Aku yakin Ayah tidak bersalah, aku akan membantunya untuk mengusut masalah ini"

Tak lupa aku memperkenalkan Tama kepada ibu, di sela-sela percakapan kami nampak dua orang yang sedang berlari ke arahku. Dinna dan Danna sudah lama aku tidak bertemu mereka, kedua adikku yang sangat aku sayangi. Aku pun memeluk mereka dengan erat. Mereka sudah dewasa dan tumbuh menjadi sangat cantik dan tampan. Setelah puas berbincang-bincang dan melepas kerinduan, kami pun pergi ke ruangan masing-masing yang awalnya sudah ditunjukkan oleh ibu di bawah tadi. Sampai akhirnya kami selesai makan malam. Aku pun berjalan menuju taman belakang rumahku yang terdapat ayunan besar yang berada di tengah-tengah. Aku pun duduk di ayunan besar tersebut, mengenang masa-masa dimana aku masih tinggal di rumah ini sebelum aku pergi merantau. Semilir angin meraba kulitku, ku hirup aroma taman dalam-dalam. Kesejukan dan ketenangan ku rasa, meskipun ada kegundahan yang aku rasakan saat ini. Tempat ini begitu tenang bagiku, disinilah tempat dimana aku bisa mencari solusi untuk semua masalahku.

"Kau sangat gemar berdiam diri di taman ya Ari" Tama datang dan menghampiriku.

"Begitulah aku selalu merasa tenang jika aku berada di taman, aku harus mencari tahu apa sebenarnya akar dari masalah yang terjadi pada Ayah Ta"

"Kita akan menyelidikinya besok Ari, sekarang istirahatlah dulu. Aku tak ingin melihatmu jatuh sakit nanti"

Kita pun pergi untuk beristirahat mengumpulkan tenaga yang besok akan kita gunakan semaksimal mungkin agar bisa membuktikan bahwa ayah tidaklah bersalah.

The PersistenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang