Terimakasih

6 0 0
                                    

Mentari pagi menembus celah jendela di kamarku. Segera ku lirik jam waker yang berada di atas nakas yang ternyata sudah menunjukkan pukul 06.30 WIB. Segera aku terbangun dan bersiap-siap karena hari ini aku akan menyelidiki kasus ayahku dengan Tama. Di bawah aku lihat Tama sudah berada di meja makan. Aku pun menghampirinya dan duduk di sampingnya. Kita pun menyusun rencana disini sambil menyantap sarapan pagi yang ada.

"Tama aku ingin menengok ayahku dulu karena sekarang adalah sidang pertamanya, tapi aku tak ingin dia sampai tahu aku membantunya"

"Baiklah kita akan lihat dari kejauhan, setelah itu kita akan mencari bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Ayahmu tidak bersalah"

Seusai sarapan kami pun segera menuju tempat dimana ayahku kini akan melaksanakan sidang pertamanya. Karena disanalah aku bisa mengetahui siapa yang sudah memfitnah ayahku itu. Aku pun sampai di ruang persidangan, ku lihat ayah duduk di tengah-tengah dengan baju oranye bertulskan tahanan, dengan tuduhan percobaan pembunuhan. Kasus ini sangat menyulitkannya karena semua bukti-bukti yang ada menunjuk ke padanya. Jaksa agung pun mengetuk palu sebanyak tiga kali yang menandakan sidang sudah berakhir dan ayahku adalah tersangka dari kasus ini. Dari kejauhan tampak seulas senyum kemenagan yang kulihat dan kurasa ia adalah dalang dari semua ini. Aku pun berbisik pada Tama dan mencurigai orang tersebut. Akhirnya kami menemukan petunjuk untuk membuktikan bahwa ayahku tidaklah bersalah. Pria itu nampak keluar dari ruang sidang, kami mengikutinya dari belakang dengan hati-hati agar dia tidak curiga. Gerak-gerik pria itu sangat aneh, kami mengikutinya hingga ia berhenti di suatu tempat. Saat kami mengintai dari kejauhan nampak seseorang sedang menunggu pria itu dengan mengenakan jaket hitam dan masker yang menutupi wajahnya. Pria itu memberikan amplop yang aku curigai itu berisi sejumlah uang, beruntung Tama memiliki inisiatif untuk memotret kejadian tersebut. Hingga akhirnya pria itu pergi entah kemana.

Kami mengikutinya, hingga ia berada di suatu tempat. Sebuah rumah kecil yang nampak tidak terawat. Aku fikir ini adalah tempat persembunyiannya bersama dengan komplotannya yang lain. Aku dan Tama pun memberanikan diri untuk masuk ke tempat tersebut. Kami mengendap-endap dan tak sengaja kami dengar percakapan mereka dan ternyata mereka adalah orang suruhan pria yang tadi. Tama sangat marah itu terlihat dari raut wajahnya, aku menggenggam tangannya erat berusaha membujuknya agar tidak melakukan hal yang bisa membahayakan diri kita. Terlihat ia membagikan sejumlah uang kepada tiga orang bertubuh besar. Kami menunggunya sampai ia sendirian di tempat tersebut,

"Heii.. Rencanamu sudah kami ketahui, mengakulah!" kata tama sambil berteriak.

"Cari mati kalian!" kata pria berjaket hitam tersebut.

"Kami tidak takut, kebenaran akan terungkap, dan siapa yg bersalah sebenarnya akan berada di tempat yang seharusnya" kataku sedikit bergetar.

"Bedebah" serunya sambil memberikan kode kepada bawahannya untuk menyerang.

Tiga orang bertubuh besar datang dan memyerang kami. Aku sangat panik karena Tama maju melawan tiga orang itu sendirian. Aku pun segera menelpon kantor polisi, belum sempat aku berbicara seseorang melempar handphone dan tongkatku

"Tongkatku.." sontak aku tersungkur di lantai
"Kalian bukan apa-apa disini, kalian salah macam-macam denganku hahahaha.."

Tiba-tiba orang itu menodongkan pisaunya ke leherku dan mengancam akan membunuhku.  Tama terdiam sesaat ia sangat panik karena orang itu yang mengacungkan pisau yang sangat tajam ke arahku. Badanku gemetar dan aku merasa sangat takut,
Pria itu perlahan membawaku keluar dengan menyeret tubuhku. Tama menyiapkan taktik agar bisa menyelamatkanku karena orang ini satu-satunya yang memegang senjata. 

Dengan gerakan perlahan namun pasti, kakinya mengenai tangan pria itu sehingga pisau yang berada di genggamannya terlempar jatuh dan segera diambil oleh Tama dan bersamaan dengan itu aku dapat  terlepas dari orang itu. Sesorang  berjaket hitam tersebut berhasil melarikan diri disaat kami lengah.

Tiga orang bertubuh besar tersebut dapat diatasi oleh tama dan tama mengikat mereka, aku mengambil ponselku dan menelfon polisi.  Sampai akhirnya tiba aku  menjelaskan kepada polisi bahwa merekalah orang suruhan yang sudah memfitnah ayahku. Sampainya di kantor polisi mereka mengakui bahwa mereka adalah orang-orang yang dibayar untuk menjebak ayahku. 

Misi kami berikutnya adalah mencari pelaku sebenarnya. Clue yang kami dapatkan pertama adalah orang tersebut merupakan seorang pengacara. 

"Tama aku pikir orang ini adalah saingan ayahku, karena ia merupakan seorang pengacara. Bagaimana menurutmu?"

"Aku juga berpikir demikian"

Tak dipungkiri orang itu sangat cerdik, mengetahui anak buahnya sudah tertangkap ia menghilang. 

Tak lama kemudian pelaku sebenarnya dapat ditangkap. Pelaku tersebut mengungkapkan semuanya karena rasa dendamnya itu karena pihaknya tidak dapat memenangkan kasus yang dialaminya. Karena itu ayahku dapat terbebas dari penjara. Aku sangat bahagia karena ayahku dapat merasakan kembali rasanya menghirup udara bebas, dan nama baiknya bersih dari kasus tersebut karena ia terbukti tidak bersalah.

Kemacetan Jakarta menghambat semua rencanaku untuk pulang lebih awal. Aku sangat kesal karena dua jam lebih aku baru sampai di rumah. Ku ketuk pintu rumah, Dinna membukakan pintu tersebut ia nampak sudah bersiap-siap untuk acara kali ini. Semua keluarga sudah berkumpul di meja makan. Ayahku terlihat sangat bahagia disana, disampingnya nampak Tama yang sedang berbincang dengan Danna. Hari ini kami semua berkumpul di ruang makan, menghadiri acara makan malam yang dibuat ayahku.

Kehidupanku sekarang sudah berubah, aku sudah bisa membuktikan pada dunia bahwa sekarang aku sudah bisa menjadi anak kebanggaan ayahku. Bertahun-tahun aku tidak dapat merasakan kasih sayangnya, dan kini aku mendapatkannya. Ternyata dunia memang memiliki rencana yang indah dibalik semua cobaan yang ia berikan.

The PersistenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang