TERJEBAK (3)

17.1K 1K 39
                                    

Dita masih duduk di sofa ruang tamu sambil bersedekap. Matanya menatap kesal kepada Yudha yang baru saja kembali dari mengantarkan mamanya ke mobil jemputan.

Tadi Dita manut saja meski menahan geram ketika mama Yudha melarangnya ikut mengantar. Sangat berlebihan, tapi Dita mencoba memaklumi. Calon mertuanya berkata angin malam di luar ruangan agak rentan untuk ibu hamil.

Hamil apanya?! Menjengkelkan sekali sandiwara yang dibuat Yudha.

"Pantas aja tadi kamu kelihatan gelisah, ya!" sindir Dita sambil terus menatap Yudha dengan tajam.

"Sayang—"

"Omong kosong apa lagi yang kamu rencanain?!"

"Ini bukan omong kosong!"

Dita bangkit dari duduknya sambil memegang tas. Rupanya wanita itu sudah bersiap sejak tadi untuk angkat kaki dari sana.

"Mau ke mana? Udah malam, Sayang," tegur Yudha. Dia yang sudah memprediksi kemurkaan Dita, berusaha tenang agar dapat mengendalikan situasi.

"Aku mau pulang," ucap Dita cuek. Baru beberapa langkah, namun Yudha bergerak cepat meraih tubuh wanita itu untuk kembali duduk bersamanya di sofa.

"Lepas!" geram Dita sambil berontak sekuat tenaga seperti biasa kalau mereka sedang cekcok. Dan selalu saja dia melupakan fakta kalau hal itu hanya membuang tenaga alias sia-sia.

Mana sanggup tubuh mungilnya melawan kedua lengan kekar Yudha yang hanya mengeluarkan setengah kekuatan untuk menahannya.

"Dengerin dulu. Kamu ini masih aja suka begini. Marah-marah nggak jelas," canda Yudha dengan santai.

"Apa kamu bilang?!" teriak Dita. Saat ini emosinya bahkan tampak lebih labil dibandingkan wanita yang tengah hamil sungguhan. "Beraninya kamu, ya! Aku ini marah beneran, tau nggak?!"

"Iya, iya, aku tau," sahut Yudha sambil menyembunyikan senyum geli, "Makanya dengerin dulu, biar jelas. Mending simpan tenaga kamu buat lanjut kegiatan kita tadi yang sempat keganggu Mama."

Dita terperangah. Dalam situasi begini, pria yang sedang memeluknya itu masih saja sempat memikirkan kegiatan yang bisa Dita tebak apa maksudnya.

"Kamu ini benar-benar seenaknya, ya!" desis Dita, masih mencoba menyingkirkan lengan Yudha.

"Mama sakit, Dit."

"Apa?" Dita yang mendengar Yudha tiba-tiba bersuara lirih, cepat berbalik untuk berhadapan dengan pria itu.

"Sudah aku bilang, kan? Mama pengin banget segera punya cucu. Sudah lama Mama minta itu dari aku dan Yudhis. Jadi pas aku bawa kamu ke rumah dan bilang kita akan menikah, kamu lihat sendiri kan gimana senangnya Mama."

Dita memerhatikan gestur dan tatapan Yudha. Mencoba mencari tahu apakah pria itu sedang bercanda atau bagaimana, hingga tiba-tiba berwajah sendu seperti itu.

Menyadari kalau Yudha belum selesai bicara, Dita memilih diam sambil terus mengawasi.

"Tapi Mama sempat heran kenapa kita cepat-cepat mau nikah, padahal baru sebentar pacaran. Jadi tadi Mama ke kantor dan bilang kalau Mama curiga. Berpikir pasti ada apa-apa. Terus Mama langsung nebak kalau kita telanjur mau punya baby, jadi harus buru-buru diresmikan. Aku mau menyangkal, tapi nggak tega. Mama bahkan kelihatan bahagia sama tebakannya sendiri," ungkap Yudha dengan nada hati-hati.

"Aku juga nggak mau lihat Mama terpukul lagi, kayak waktu Yudhis gagal menikah tahun lalu," lanjut Yudha menyebut nama kakaknya, tampak sedikit menunduk dengan kening mengernyit. Raut wajahnya semakin sendu, seperti menerawang memikirkan sang mama.

TERJEBAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang