Prolog

38 1 0
                                    

Musim panas baru saja dimulai. Aku memulainya dengan ceria. Tentu saja harus ceria. Karna setiap musim panas akan banyak orang yang membeli es krim yang kami jual. Ya kami. Aku dan saudara- saudara ku yang tinggal di panti asuhan cinta. Tapi sepertinya aku terlalu bersemangat untuk membuka toko. Hanya aku yang ada di toko. Mungkin karna semua saudaraku masih di sekolah.

Kami memang hanya membuka toko ini setiap pulang sekolah. karena itu, siapapun yang duluan pulang sekolah selalu membuka toko lebih awal. Di panti asuhan ini kami memang di ajarkan untuk mandiri. Kami sendiri yang membuat es krim tersebut lalu kami pula yang mejualnya.

Sudah lebih dari lima menit, tapi belum ada satupun saudaraku yang datang. "Seharusnya mereka sudah datang sekarang ini." Aku mulai mengeluh.

Aku benar-benar tidak sabar untuk membuka toko. hari ini adalah hari pertama kami membuka toko karna kami hanya menjual es krim di musim panas jadi hanya sekali dalam setahun. Sedangkan untuk musim lainnya kami akan beristirahat.

Waktu terus berjalan, sudah hampir setengah jam tapi masih belum ada yang datang. Aku mulai bertanya pada diriku sendiri. Apa aku membuka toko duluan saja? Tapi aku tidak yakin bisa melayani pembeli yang datang nantinya jika aku hanya sendiri.

BRUK!!!

Aku terkejut saat seseorang tiba-tiba melempar sesuatu kedalam toko ku. orang itu berlari sangat kencang karena dikejar oleh sekelompok orang berjubah hitam. Hal tersebut berhasil mengalihkan pikiran ku dari toko eskrim ini. Seluruh isi kepalaku di penuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa ku jawab. Siapa pria itu? Benda apa yang di lemparkannya ke toko ku? Lalu siapa sekelompok pria berjubah hitam itu? Kepalaku sangat pusing memikirkan semua itu .

Akupun berhenti memikirkannya dan mengalihkan pandanganku ke sebuah benda yang terletak di sudut dinding toko ku. Perlahan-lahan aku berjalan mendekati benda tersebut dan mengambilnya. Benda itu terasa ringan dan terbungkus oleh sebuah kertas. Dengan rasa penasaran aku membuka kertas tersebut.

Ternyata isinya adalah sebuah batu yang warnanya percampuran antara hitam dan putih . Batu itu sangat indah. Karena akan berkilau saat sinar matahari mengenainya.

Aku beralih pada selembar kertas yang digunakan untuk membungkus batu tersebut. Tapi itu hanya sebuah kertas kosong yang sudah kusut karena di remuk. Aku sibuk membolak balikkan kertas tersebut tapi tetap saja itu hanya kertas kosong tanpa setitikpun tinta.

Pikiranku terhenti saat saudara ku tiba di toko. Aku yang kaget segera membungkus kembali batu itu dan memasukkannya ke dalam saku seragam ku.

***

Akhirnya malampun tiba. Malam ini sangat indah. Bulan yang berbentuk bulat sempurna sepenuhnya bercahaya, membuat malam ini menjadi terang. Ribuan bintang ikut serta menghiasi langit malam ini membuat malam tampak lebih indah.

Hari ini terasa begitu melelahkan. Aku yang baru saja sampai di kamarku langsung merebahkan badanku ke atas ranjang yang berada di sudut kamar. Beberapa saat kemudian aku langsung terlelap dalam tudurku. Rasanya sangat nyaman. Mungkin karena tubuhku yang sangat lelah.

Jam di dinding menunjukan pukul dua belas malan. Tiba-tiba aku terbangun karena merasa haus. Setelah mengambil air aku langsung kembali kekamar dan merebahkan badanku.

"Aduh." Aku mengaduh karna pungguku terasa sakit saat menimpa suatu benda keras. Tangan ku langsung refleks mengambil benda tersebut yang ternyata adalah batu yang tadi ku temukan.

Aku yang penasaran kembali membuka kartas yang membungkus batu tersebut. ku rapikan kertas kusut itu dan ku pandang lekat-lekat. Mungkin karena kamarku yang gelap jadi aku mengarahkan kertas tersebut ke arah cahaya bulan yang sedari tadi masih setia bersinar terang. Aku terkejut saat melihat kertas itu perlahan-lahan memunculkan tulisan. padahal dari tadi siang aku sama sekali tidak bisa melihatnya.

Mulai hari ini kamu adalah pemilik axtone ke 56. Kamu harus menjaganya dengan hati-hati. Jangan sampai ada yang mengetahui jika saat ini kamulah pemilik axton. Dan jangan percaya pada siapapun. Karena bisa saja itu blackdead. Atau yang lebih parahnya bisa saja itu Tudor.

Di akhir surat aku bisa melihat nama si pemilik batu sebelumnya yaitu Vernon pemilik batu ke 55. Surat ini berhasil membuat pikiran ku bercampur aduk.

Ini benar-benar konyol. Maksudku, siapa yang masih saja bercanda dengan hal semacam ini. Tidak ada satupun orang di dunia ini yang menjaga batu. Apalagi batu aneh dengan bentuk segi tujuh seperti ini. Tentu saja harus di garis bawahi kecuali batu permata, atau sejenisnya.

Aku tersenyum berusaha mengusir pikiran negatif dan hanya berpikir jika ini hanyalah bahan candaan seseorang yang iseng padaku. Tapi ini semua sia-sia saat pergelangan tangan kanan ku tiba-tiba mengeluarkan tanda berwarna hitam berbentuk batu yang saat ini berada digenggamanku. Tanda itu seperti tanda lahir yang tidak bisa ku hilangkan.

—TBC—

AXTONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang