Pesan dari Mimpi

18 1 0
                                    

Jam di dinding menunjukkan pukul dua belas tepat. Di tengah malam yang sunyi, tiba-tiba aku terbangun dari mimpi burukku. Nafasku terasa tersendat. Jantungku berdetak cepat. Dan keringat mengalir di dahiku. ini pertama kalinya aku mendapati mimpi aneh seperti itu. Aku berusaha menenangkan diriku. Aku bersyukur ini hanyalah sebuah mimpi buruk.

kepanikanku tidak berlangsung lama. dan beberapa saat kemudian mereda setelah aku mencoba mengontrol nafaskku yang terenggah-engah seperti seseorang yang habis berlari hingga tenanganya terkuras habis. Tapi perasaan tenang itu kembali berhasil dikalahkan dengan rasa takut ku. Aku merasa ada sebuah benda yang tergenggam di tanganku.

Tebakan ku benar. Batu itu ada di tanganku. Lebih tepatnya di genggamanku. Bukan itu saja yang membuatku takut. Ternyata tanda itu juga muncul di pergelangan tangan kanan ku persis seperti apa yang baru saja terjadi di mimpi ku.

Sebenarnya apa yang sekarang ini terjadi? Mimpi yang berubah jadi kenyataan? Atau aku sudah mulai gila karena tidak dapat membedakan mimpi dan kenyataan?

aku langsung bangkit dari tempat tidur ku. Sejenak aku melihat Hanny yang berada tepat di sebelah ranjangku masih tertidur lelap di ranjangnya. Di kegelapan aku masih bisa melihat dia tersenyum. Ia sepertinya kembali bertemu keluarganya meskipun hanya di dalam mimpi.

Sedetik kemudian aku kembali ka tujuan semuala ku yaitu pergi ke kamar mandi. Aku berusaha keras menhapus tanda yang ada di tangan ku. Aku hanya bisa berusaha untuk berfikir positif. Mungkin saja ini kerjaan hanny dan saudara kembarnya harry yang sengaja menakut nakuti ku.

Satu menit, dua menit, dan sekarang sudah lima menit aku berada di kamar mandi. Aku berusaha menghapus tanda di tanganku dengan air yang terus mengalir dari kran. Semuanya sia-sia. Seberapa keraspun usaha ku menghapusnya tetap saja tidak bisa.

Aku akhirnya menyerah dan kembali ke atas ranjang ku kemudian bersandar di dinding yang terasa dingin. Badanku sengaja ku arahkan ke arah hanny yang masih bermain dengan imajinasinya.

Lekat-lekat aku memperhatikan hanny yang masih tersenyum. Setiap kali aku menyaksikan hal ini. perasaan sedih akan kembali muncul. Aku iri dengan hanny yang ingat dengan ayah dan ibunya. Aku iri dengan hanny yang masih punya harry. Dan aku aku sedih karena aku hanya sendirian di dunia ini tanpa pernah mengenal siapa orang tua ku. Atau bagai mana rupanya. Atau apakah aku juga punya saudara.

***

Pagi datang kembali. Cahaya matahari mulai terlihat di sebelah timur. Dan begitu pula denganku yang mulai terlihat seperti panda karena mataku membentuk linggkaran hitam persis seperti mata panda.

Hari ini gilaranku, Hanny, dan Harry yang menyiapkan makanan untuk sarapan pagi. Di panti asuhan ini kami memang selalu diajarkan untuk mandiri. Kami selalu membagi tugas setiap harinya untuk mengurus kehidupan di panti asuhan. Entah di sengaja atau kebetulan kami selalu di kelompokkan bersama-sama setiap tahunnya. Kami juga seumuran dan juga satu kelas di sekolah.

"selamat pagi." Harry yang baru bangun tidur menyapa ku dan hanny yang sudah menyiapkan sarapan dari limabelas menit yang lalu. Hanny hanya tersenyum yang lebih terlihat seperti terpaksa membalas sapaan itu. Sedangkan aku hanya menatap nya dengan wajah datar lalu kembali menyiapkan sarapan.

"kenapa kalian tidak kembali menyapaku?" Harry sedikit merasa kecewa karena tidak ada yang membalas sapaannya.

"cepat siapkan sarapan ini sebelum semuanya bangun." Hanny mengatakannya dengan nada jengkel. Begaimana mungkin harry selalu telat bangun saat giliran kami menyiapkan sarapan pagi.

"jangan marah adik ku tersayang. Nanti tambah jelek lho." Harry mencoba menggoda adiknya agar kembali tersenyum.

"aku bukan adik mu." Hanny membalasnya dengan ketus. Meskipun kenyataannya memang seperti itu, tapi hanny selalu saja tidak terima jika harry lebih tua lima menit darinya. Ia tidak suka karena seorang adik harus patuh pada kakaknya dan tidak boleh membantah.

AXTONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang