[ 2 ]

123 35 4
                                    


#Dava

Pukul 8 malam.

Acha kembali menguap untuk kesekian kalinya. Padahal dia sendiri yang memintaku datang untuk mengajarinya malam ini. Malah dia yang tidak bersemangat. Beruntung Tugasnya hanya tinggal sedikit lagi.

"Istirahat dulu ya," ujar Acha dengan wajah memelasnya.

Aku menatapnya datar. "Belum juga 1 jam,"

"Yee, bentar aja Dava," Acha kembali menidurkan kepalanya di atas meja belajar kamarnya.

Dasar.

Aku memang ga keberatan buat ngajarin dia. Soalnya dulu itu aku juga bakal ikut kena imbas kalo ga ngelakuin. Dia yang dapat nilai jelek, malah aku yang susah. Harus dengerin nangisnya berjam-jam sampai berhari-hari. Untungnya dia makhluk yang mudah paham dengan penjelasanku. Jadi aku ga ngerasa susah sih buat ngajarin dia.

"5 menit," pintaku Akhirnya. Acha yang mendengar jawabanku tiba-tiba langsung mengangkat kepalanya dan menatapku dengan senyum terlebarnya.

Aku tersontak kecil. Kaget dengan kelakuannya.

"Dava! Main yok!" Serunya dengan semangat.

Nah mulai lagi dia.

Aku menyambar ponselku dan memeriksanya, Mengabaikan perkataannya.

"Dava mau ya? ya? ya?"

"Mending lo lanjut belajar aja," jawabku datar tanpa menoleh ke arahnya.

Acha menggenggam lengan kananku. "Yee, bentar aja Dava, kan istirahat nih! bentaaaaar aja," Rengeknya sambil mengguncangkan lenganku pelan.

Aku yang merasa terganggu, mulai berusaha melepaskan genggamannya. Namun sayang, sebelah lenganku yang lain malah menyenggol sesuatu hingga terjatuh dan berserakan di lantai. Membuat bunyi yang berisik.

Lengang sejenak.

Tiba-tiba terdengar suara samar-samar. "Dava?! Acha?! Kenapa sayang?" Seru tante Ratna -Mama Acha - dari lantai bawah.

Dengan cepat Acha langsung menjawab "Gapapa kok ma! Kotak pen Acha jatoh!"

Aku menatapnya sebal.

Dia hanya nyengir-nyengir ga jelas.

Aku beranjak membereskan pensil-pensil yang berserakan di lantai. Tapi Acha lebih dulu menahan sikuku dengan cepat.

"Gapapa, nanti biar Acha aja yang beresin. Kita main dulu ya? ya? ya?" Desaknya sambil tersenyum lebar.

Aku menyerah. Kembali duduk di tempatku semula. Dia benar-benar menyeramkan.

"Oke bagus!" Serunya lagi sambil menyambar permainan kartu.

Sejak kecil, Permainan kartu ini menjadi salah satu favoritnya. Menurutnya, dialah yang paling jago dan ahli dalam permainan ini. Padahal, kenyataannya mana bisa dia. Selama ini aku yang selalu mengalah padanya. Kalau tidak, pastilah permainannya tidak akan pernah selesai hanya karna dia harus berpikir panjang, bersungguh-sungguh untuk memenangkannya. Dan anehnya dia bakal kesel, sebel, dan marah-marah sendiri kalau aku yang memenangkan permainan. Maka jadilah aku harus membodohi diri dalam permainan, membiarkannya memenangkan permainan dengan mudah.

Acha mulai membagi beberapa kartu. Tiba- tiba dia terhenti sejenak. Dia kembali menguap panjang untuk beberapa saat. Matanya mulai terpejam sesekali.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Acha langsung menidurkan kepalanya di atas meja.

Hening. Tak ada suara lagi.

Lihat? Belum apa-apa dia sudah terlelap seenaknya. Dasar. Dia yang mengajak, Malah dia yang mengantuk. Benar-benar sulit dimengerti.

BUTA [2020] - "a novel" [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang