Chapter Satu

2K 191 8
                                    

Sepanjang sisa pelajaran, Ino tak hentinya bercerita tentang masalah asmaranya dengan Shikamaru. Mereka telah berkencan tiga tahun dan akhir-akhir ini kelakuan Shikamaru yang sangat sulit untuk dihubungi menimbulkan kecurigaan. Sakura menghela nafasnya, sebisa mungkin untuk tidak mengumpat pada sahabat pirangnya yang terus berisik.

"Sakura, kau mendengarkan aku?"

Gadis yang dipanggil Sakura itu menghembuskan nafasnya perlahan. Menoleh pada Ino dengan tatapan malas. "Ya, aku mendengarkan. Selalu dan hampir setiap hari, kau puas Ino?!"

Ino mengulum senyum kemudian merapatkan dirinya pada tubuh Sakura yang kesal. "Baiklah, aku akan berhenti membahasnya." Dia menatap Sakura lekat-lekat. "Sekarang katakan, apa yang semalam ingin kau katakan?"

Mendadak kejadian kemarin sore kembali melintas dibenak Sakura. Kejantanan yang besar dan panjang itu membuat bulu kuduknya meremang. Ya Tuhan, dia pasti sudah gila mengingat dan membayangkannya.

Kemudian tatapan Sakura beralih pada Karin yang tidak seperti biasanya. Wali kelasnya sedikit gugup ketika menjelaskan materi yang kebetulan tentang alat reproduksi. Apa karena Sakura tidak sengaja melihatnya mengulum kejantanan seorang pria?

"Wali kelas kita aneh sekali hari ini. Dia menjelaskan tentang alat reproduksi pada anak laki-laki dan terus menatap awas pada penjuru kelas. Terutama padamu, Sakura." Bisik Ino tepat di telinga Sakura yang membuat gadis itu tersentak.

Reaksi Sakura yang sama anehnya dengan Karin menimbulkan tanda tanya besar dikepala Ino. Gadis pirang itu menatap sahabatnya dan wali kelasnya bergantian. "Apa sesuatu terjadi di antara kalian?"

Ino curiga. Sakura bisa menilai dari tatapan matanya. Baiklah, sepertinya dia harus memberitahu Ino apa yang kemarin sore tidak sengaja dilihatnya. "Apa menurutmu wali kelas kita memiliki seorang kekasih?"

Dahi Ino berkerut. Kepalanya menggeleng tak yakin. "Aku tidak tahu," Dia menatap Karin dari atas sampai ke bawah. "Tapi akhir-akhir ini penampilannya berubah. Dia sering memakai barang-barang mahal yang tidak akan mampu dibelinya dengan gaji sebagai tenaga pengajar."

Kepala merah muda Sakura mengangguk setuju. Dia dan Ino hidup dalam lingkup yang serba berkecukupan. Mereka bisa menilai siapa saja yang terlahir kaya dan siapa saja yang berpura-pura menjadi kaya hanya dari penampilan. Meski sebentar lagi Sakura akan bergabung dalam kondisi pura-pura kaya karena keluarganya jatuh miskin setelah sang ayah dilaporkan korupsi dan ibunya yang memilih melarikan diri dengan sisa uang yang mereka miliki.

"Ku rasa dia mendapatkan uang itu dari kekasihnya." Bisik Sakura di telinga Ino.

Gadis pirang itu menatap lekat. Ino seolah berkata dari mana kau tau lewat tatapan matanya yang mengintimidasi. Sakura hanya mengangkat bahunya. Dia berubah pikiran untuk memberitahu Ino apa yang dilihatnya. Berita itu bisa tersebar jika Ino si biang gosip diberitahu. Jadi lebih baik Sakura menutup rapat-rapat kejadian sore itu. Lagipula, dia juga tak ingin mencampuri persoalan orang dewasa meski rasa penasarannya melambung tinggi.

Satu persatu murid meninggalkan kelas setelah bel istirahat berbunyi. Sakura menolak ketika Ino mengajaknya ke kantin bersama. Gadis itu terlalu malas meninggalkan kursinya yang nyaman. Dia mengantuk dan ingin tidur mengingat semalam dia kesulitan untuk sekedar memejamkan mata.

Bunyi hak sepatu yang mendekati meja terdengar jelas meski Sakura memasang airpods ditelinganya. Meja Sakura diketuk dua kali sehingga dia terpaksa menoleh. Karin berdiri dengan senyum aneh di wajahnya. "Apa kau tidak keberatan membahas sesuatu denganku, Sakura? Please."

Wali kelasnya memohon, tentu saja Sakura sebagai murid yang baik mengangguk dan mengikutinya. Mereka berjalan menuju ruangan khusus yang ditempati para guru dengan melewati koridor yang ramai oleh murid yang berlalu lalang.

THE HEIRSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang