[1.2] Sesal dan Rasa Sakit

40 3 2
                                    

UKS adalah pelarian Edward saat ini. Selain tempatnya yang menenangkan, Edward juga mau mengobati luka di fisik juga luka di hati Alea. Edward marah, tentu saja. Edward marah dengan Bianca yang sudah berani menyakiti Alea. Apalagi saat dia menyaksikan langsung kejadian itu, rasanya ia ingin menonjok muka Bianca jika saja tidak ingat jika dia itu perempuan.

“Udah jangan nangis lagi, ya?” Edward bingung karena susah sekali membujuk sahabatnya agar tidak menangis lagi.

Di sepanjang perjalanan tadi Alea juga terus senggukan. Dia bukan menangis karena Bianca yang membullynya, tapi dia menangis karena merasa bersalah terhadap Edward.

Alea menggeleng, luka pada ujung bibirnya akibat tamparan tadi sudah di obati oleh Edward tapi noda di bajunya belum juga ia bersihkan. Bahkan sekarang sudah mengering dan sedikit membekas.

“Gue minta maaf, Ed,” ujar Alea senggukan.

Edward tersenyum lantas menggeleng, “Gak, lo gak salah, mere—”

“Bukan itu ... ” Alea menginterupsi. “sandwichnya... nanti mama lo marah gimana?” lanjutnya pelan.

Edward mati-matian menahan tawanya setelah mendengar hal itu. Bisa saja dia ketawa kencang kalau saja tidak lupa tempat ini untuk orang istirahat. Ia juga baru ingat satu fakta: Alea selalu menghargai apa yang Edward berikan, sekecil apapun itu dan seberapa tidak sukanya Alea dengan pemberian Edward, dia akan tetap menerimanya.

“Gak apa-apa, kali, santai aja mama gak mungkin marah. Makanya gak usah cerita sama mama, gak usah jujur banget kalo ditanya gimana hari ini.”

Alea memang sering berkunjung ke rumah mama Yuna—nama ibu Edward—karena rumah mereka hanya berjarak beberapa langkah saja. Alea juga sudah dianggap bagian keluarga mereka. Jadi, baik Edward maupun orang tuanya welcome saja jika Alea datang. Toh, mereka sudah bersahabat baik sejak kecil, apa masalahnya?

“Tetep aja, gue ngerasa bersalah banget. Gue gak sempet nyicip sandwichnya, gimana kalau nanti mama tanya rasanya? Gara-gara Bianca g-gue—”

“Ssttt...” Edward meletakkan jari telunjuknya di bibir ranum sang gadis.

Edward merasa senang kali ini. Disaat keadaan Alea yang seperti ini, dia masih memikirkan perasaan orang lain. Hal itu juga yang bikin Edward merasakan hangat di hatinya lagi dan lagi.

Ya, hal itu yang membuat Edward jatuh cinta. Jatuh cinta dengan sahabat satu buburnya itu.

Cerita sedikit tentang masa kecil mereka. Dulu saat masih berumur tiga tahun hingga remaja, mereka selalu makan bubur satu mangkuk untuk berdua. Kalau kata Alea dulu, “Buburnya Edward enak, kok bubur aku gak enak?”

Edward tersenyum simpul. “Udah gak usah di pikirin, cengeng banget sih lo? Makin jelek tau gak?” ejek Edward membuat Alea merengut sebal.

"Apa sih lo? Nyebelin banget!" Alea membuang muka, malas menatap Edward.

Alea hampir saja lupa akan sifat menyebalkan Edward yang sewaktu-waktu bisa datang.

Edward tertawa puas. Setelah itu mencubit pipi Alea dan pergi ke loker UKS yang ada di ujung ruangan. Di loker itu disediakan beberapa pasang seragam dan almameter sekolah tanpa atribut nama dan kelas juga baju olahraga. Tujuannya untuk dipinjamkan jika ada siswa-siswi yang lupa jadwal seragam dan yang punya masalah sejenis dengan Alea ini.

Edward hanya mengambil rok dan almameter yang sekiranya pas buat Alea. Jangan salah, walaupun cowok, Edward ini pernah jadi stylish dadakan buat Alea waktu kecil. Jadi Edward sudah terbiasa seperti ini.

Bisa disimpulkan bukan seberapa jauh persahabatan mereka?

“Nih, pake!” Edward melempar benda itu tepat ke muka Alea.

“Yee, santai dong. Kena nih!” ujar Alea sebal sambil menunjuk sudut bibirnya.

Sedangkan Edward cuma cengengesan dan menggaruk tngkuknya yang tidak gatal. “Udeh sono buru ganti! Udah mau bel, mau makan gak lo?”

Alea berdiri menghentak–kesal– lalu jalan ke arah ruang periksa untuk ganti baju karena yang bisa buat ganti baju–selain ruangan bertirai–hanya itu.

Sedangkan Edward menggigit jarinya gemas. Alea kalau kesel itu gemesin, begitu pikir Edward. Jadi cowok itu gak segan buat jahilin temannya. Seperti sekarang saat keadaan UKS mulai sepi.

“Kalau gak bisa gantiin bilang! Gua bisa bantu!” teriak Edward.

“BACOT LO!”

Wkwk. Dasar manusia +62.

• • •

“Ed, kencengin iket rambut gua dong!” pinta Alea yang duduk di samping Edward.

Rencananya tadi setelah dari UKS mereka mau ke kantin mandiri. Tapi Alea bilang dia mau ke kantin yang dekat dengan lapangan bola, mau lumpia katanya. Edward iya-iya saja karena dia juga belum mengisi perut selain sandwich buat sarapan tadi.

Tangan kanan cewek itu lagi pegang lumpia, sedangkan yang kiri untuk pegang ponsel yang dia gunakan untuk memfoto makanan dia, lalu memberikan bukti kalau dia udah makan siang pada mamanya.

Edward memiringkan tubuhnya lalu menarik satu kali tali rambut Alea lalu merapihkannya supaya kuncir kuda itu tetap cantik.

Selain jadi stylish dadakan Alea, Edward juga jadi tukang salon dadakan buat Alea. Ini semua gara-gara Alea yang suka ajak main salon-salonan waktu kecil jadi Edward sedikit tahu tentang hal ini. Dulu, Edward kecil hampir saja makan lipstik punya ibunya Alea yang di pinjam cewek itu buat main barbie. Soalnya Alea bilang itu permen warna merah, jadi Edward asal makan saja. Untung Mama Yuna gercep buat rebut benda itu dari Edward.

Dia di marahin karena makan lipstik, sedangkan Alea kecil cekikikan di belakang Mama Yuna. Emang dasar teman bangsat.

“Dah, kece.”

Alea melebarkan senyum gummy bear miliknya buat Edward lalu lanjut makan lumpia dia dan sesekali tertawa karena masih berbincang dengan ibunya di WhatsApp.

Sedangkan Edward–yang ada di sampingnya–menatap cewek itu dengan telaten. Senang rasanya bisa melihat Alea tertawa lagi walau Edward masih sedikit menyimpan dendam pada Tata akibat tamparannya pada Alea.

Alea ini belum bisa jaga diri dengan benar. Sifatnya kadang kekanakan, manja, dan bisa dewasa sesekali. Mukanya polos banget kalau kebingungan tapi menyebalkan kalau lagi debat. Tipe cewek nyebelin tapi ngangenin, begitu pikir Edward.

Dia akan manja kalau lagi sama Edward. Tapi jadi bar-bar kalau jauh dari Edward. Memangnya siapa lagi yang mengajarkan kayak gitu selain Aruna sama Vanka?

Edward sampai geleng-geleng sendiri mikirinnya.

Banyak hal yang bikin pusing soal antek-antek Alea itu. Alea-nya dulu yang polos sekarang udah berubah gara-gara didikan teman-temannya.

Tapi selain itu, ada yang lebih bikin pusing dan menghantam pikiran Edward. Tentang perasaan juga kenyataan jika Alea belum juga membalasnya. Seperti sekarang ...

“Ed, lo udah tau kan kalau gue suka sama temen lo?”

“Kalau gue minta lo buat deketin gue sama Aska ... lo mau gak?”

... Edward merasakan sakit di ulu hatinya.

• • •

A/n: Ututututu Mas Ed kesian amat.
~160520

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Friendship GoalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang