aku baru saja selesai mandi. kugosokan handuk pada rambutku yang basah. pukul dua siang. Bagas baru saja pulang setelah mampir sebentar dirumahku. ia sempat terkejut tadi melihat rumahku yang memang sangatlah besar untuk kutinggali sendirian.
"lo tinggal sendirian dirumah segede ini?" aku mengangguk sambil menuangkan sirup kedalam gelas.
"orang tua lo?"
"mereka di Amrik, menetap disana."
"kenapa lo ga ikut menetap disana juga? kan enak tinggal diluar negeri. gue aja pengen."
"sama aja, Gas. gak ada bedanya."
"maksudnya?"
"nih minum." aku memberikan satu gelas air sirup padanya. Bagas meminumnya sambil sesekali mengedarkan pandangannya masih takjub. ia tidak bertanya lebih jauh lagi sampai ia memutuskan untuk pamit pulang.aku membuka ponselku dan mendapati satu buah pesan dari nomor tidak dikenal.
'Den save nomor gue ya. Bagas'
dahiku mengerut. darimana Bagas mendapati nomorku?
'gue buka hape lo pas lo ke toilet tadi hehe, sorry ya Den'
aku menggelengkan kepala. biasanya aku paling tidak suka ada orang yang sembarangan membuka ponsel ku tanpa izin. tapi anehnya aku biasa saja ketika Bagas melakukan itu.
"gak papa, Gas. nanti aku save ya"
ponselku kembali bergetar. aku lantas membukanya dengan cepat. mengapa aku begitu exited?
'besok jangan lupa dandan yang cakep'
"yee emangnya aku perempuan."
'hehe becanda Den, tapi serius lo harus semangatin gue biar gue menang, oke?'
aku tersenyum. entah kenapa perasaanku selalu menghangat ketika Bagas berlaku manis. seperti tadi saat ia menggandeng tanganku, memberikan helm, menempuk lengan dan sekarang hanya dengan kata hehe saja mampu membuat aku tersenyum.
"oke siap."
aku menutup ponselku. tidak ada lagi balasan dari Bagas padahal aku masih ingin mengobrol dengannya di chat. tapi tidak apa mungkin ia sudah lelah hari ini dan butuh istirahat.
percaya atau tidak, dalam satu hari Bagas berhasil mengubah beberapa sifatku. dari aku yang selalu menunduk takut, kini lebih sedikit berani menatap kedepan walau hanya menatap kearahnya. dari aku yang tidak pandai tersenyum dan selalu nampak dingin kata orang, kini lebih banyak memaparkan senyum yang sebelumnya tak pernah kuberikan pada semesta. Bagas membawa pengaruh baik dalam hidupku. mungkin sedikit membuka diri pada orang asing akan semakin membuat dunia sedikit berwarna. atau hanya membuka diri pada Bagas, itu sudah cukup. selama ini belum ada yang membuatku nyaman di Jakarta. dan Bagas melakukan itu. membuatku merasa tidak asing, bahkan belum sampai 24 jam aku mengenalnya.
aku rasa aku bukan hanya menyukai namanya. tapi aku juga menyukai manusia nya.
aku menyukai Bagas.
it's true?
***
seperti yang sudah dijanjikan Bagas, ia menjemputku. bahkan ini belum jam 2 siang, ia sudah bertengger bersama motor ayahnya yang belum selesai ia pinjam itu didepan rumahku.
"kok cepet?"
"gue mau ajakin lo ke warung dulu, lo udah makan?"
"belum sih."
"yaudah pas banget, gue belum sempet makan siang juga. yuk." seperti biasa, ia memberikanku helm, aku memakainya lantas naik ke atas motornya.motor Bagas, oh maksudnya motor ayah Bagas melaju meninggalkan rumahku dengan kecepatan sedang. Bagas mengendarai nya dengan santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
beautiful disaster
Teen Fiction"jadi lo gay?" cerita ini mengandung unsur boyxboy/manxman homopobic dilarang mendekat tapi terserah. ©dindifg 2020