bangun tidur, mandi, kasih makan ikan, lalu bersiap untuk berangkat kekampus. pagi ini berjalan seperti biasanya. aku segera mengunci pintu ketika suara deru motor menggebrak gendang telingaku. segera kumasukan kunci kedalam tas dan melihat siapa pelaku dari kegaduhan itu.
"Bagas?"
deruman tajam itu memudar ketika aku keluar. ya, dia Bagas. tapi kenapa ia ada disini?
"kok bisa ada disini? pake acara geber motor segala. nanti kalo telinga aku pecah gimana? kamu mau tanggung jawab?" Bagas terkekeh, aku malah ingin menjewer telinga nya.
"aw aw aw sakit, Den.." aku melepaskan jeweranku. ia mengelus-elus telinganya yang nampak memerah. haha.
"lagian si, dimarahain malah ketawa."
"abisan lo lucu,"
"lucu? ini aku lagi marah loh Gas, bukan lagi ngelawak." Bagas terbahak, kini bukan hanya kekehan, ia tertawa hingga bahunya naik turun. matanya menyipit, lesung pipinya membuatku terbius sesaat."udah ih ketawa terus,"
"oke oke udah ni," ia menghela nafas panjang sok dramanya.
"kamu belum jawab pertanyaan aku. kamu kok bisa ada disini? ngapain?"
"jemput lo."
"loh, emangnya aku minta?"
"enggak. tapi gue mau,"
"aku bisa naik angkot, bus atau naik ojek, Gas. kamu gak perlu repot jemput."
"iya tau, tapi gue mau." aku terdiam.mau senyum, tapi malu.
"jadi?" tanya Bagas. aku menatapnya bingung.
"jadi?" aku malah mengulang kata nya.
"jadi, butuh tumpangan gak?"
"hm, kalo ditolak kan kasihan. jadi mau aja deh."
"gak usah dah, gak ikhlas gitu nerimanya. mending gue sendiri aja."
"eh eh jangan gitu, iyadeh iya, mau."
"mau apa?"
"nebeng kamu," Bagas tersenyum, aku ikutan.Bagas mengambil helmnya yang tersangkut dijok belakang dan memberikannya padaku. tidak, sekarang, ia tidak memberikannya padaku, tapi langsung memakaikannya pada kepalaku. Bagas merapihkan poni tipisku yang sedikit berantakan. ia menatap mataku, pun sebaliknya. mata kami bertemu. ia tidak berkedip, apalagi aku. tidak rela rasanya melewatkan moment ini walau hanya satu kedipan saja.
aku terlonjak ketika Bagas meniup wajahku.
aroma greentea.
"ayo naik," aku mengangguk kaku lantas naik keatas motor. tanpa aba-aba, Bagas melajukan motornya dengan kecepatan penuh.
Bagas sialan.
aku ingin berkata seperti itu, tapi takut. aku hanya bisa memejamkan mata dan berpegangan kuat pada baju Bagas yang berkibar. sampai ketika laju motor mulai stabil, aku mulai berani membuka mata.
"lo takut ya?"
"enggak, tapi tadi kamu bawa motornya kayak setan makanya aku merem."
"halah bilang aja takut hahaha." aku mencubit perut Bagas membuatnya tergeliat dan oleng, aku tertawa.
"demen banget nyubit si lo?"
"kamu juga suka banget ngeledekin aku." ia kembali tertawa, apa yang lucu?"udah sarapan belom?"
"belum, dan gak lapar."
"kenapa? nanti maagnya kambuh lagi kayak kemaren."
"itu karna aku makan sambel, Gas."
"oh iya, sorry ya gara-gara gue beliin lo pecel, lo jadi sakit perut gitu. gue gak tahu kalo lo gak bisa makan pedes."
"gak apa, Gas. lagian aku udah baikan kok."
"yaudah kalo gitu, gimana kalo sekarang gue traktir?"
"traktir? dari kemarin kamu terus Gas yang bayarin makanan aku."
"santai. gue ada satu warung bubur ayam yang enak banget, lo pasti suka."
"bubur ayam?" Bagas mengangguk.
"gimana?"
"hm boleh deh." Bagas kembali fokus pada jalanan. obrolan kami berhenti ketika pas sekali sampai didepan tukang bubur ayam yang dikatakan Bagas.
KAMU SEDANG MEMBACA
beautiful disaster
Teen Fiction"jadi lo gay?" cerita ini mengandung unsur boyxboy/manxman homopobic dilarang mendekat tapi terserah. ©dindifg 2020