• sᴇᴄʜᴢᴇʜɴ

1.4K 227 19
                                    

Throwback

23 Januari 2019

Haechan dan Jaemin masing masing meletakan nampan berisi dua mangkuk nasi, semangkuk sup serta ayam tumis juga japchae keatas meja. Setelah hampir setengah hari sibuk mengatur keperluan untuk pemakaman dan lainnya, untuk Haechan ini adalah nasi pertama yang ia sentuh hari ini.

"Injun-ah." Yang dipanggil masih setia bergerumul dengan pikirannya. Pandangan kosong mengarah kedalam ruangan tempat dimana orang orang memberikan penghormatan terakhir untuk sang ibu.

Rasanya masih seperti mimpi, Renjun masih mendengar suara Eomma tadi malam namun kini tiba-tiba saja hening. Walau kerumunan orang masih terus berdatangan ia tetap merasa hampa.

Banyak pertanyaan berputar dalam kepala.

Bagaimana besok?

Bagaimana dengan dengan ayah nanti?

Apa yang akan terjadi jika tidak ada eomma disamping mereka?

Seperti itu. Jika saja eomma tidak menjemputnya tadi siang, mungkin kini mereka tengah menikmati sereal televisi seperti biasa diruang keluarga. Bukan bergerumul menyambut orang-orang dan mendapati tatapan-tatapan iba dilayangkan pada mereka.

Ia tidak suka itu, terlebih orang yang membicarakan hanya sekedar mengasihaninya juga mereka yang meminta Renjun untuk menerima dan mengiklaskan semua. Sungguh untuk yang terakhir Renjun tidak habis pikir. Bagaimana bisa? Ia dan eomma masih berkirim pesan sebelumnya, bahkan belum sampai dua belas jam berlalu sejak pesan terakhir ia terima, lalu dengan mudah mereka mengatakan semua itu. Demi Tuhan hal itu sekarang adalah hal paling mustahil yang dapat Renjun lakukan. Orang lain tidak akan mengerti sampai mereka merasakannya sendiri.

Usapan dipipi menyadarkan Renjun akan sekitar, ia lekas menepis dan mengusap kembali air mata yang kini masih turun tanpa sadar dengan kasar. Tangan Haechan yang sebelumnya mengusap pipi beralih pada bahunya. Pandangan Renjun mengedar. Renjun dapat melihat sahabat-sahabatnya kini melempar senyum tipis untuknya.

"Makan." desis Jaemin singkat yang diamini oleh Haechan dan Minhee.

"Aku tidak lapar, kalian saja." suara Renjun serak, tidak perlu repot untuk berbasa-basi. Pandangannya kembali mengarah keruangan didepan sana, potret eomma yang sedikit menyembul lebih menarik dari sekedar mengisi perut.

"Tapi kau belum mengisi perutmu seharian, Jun." Nada bicara Haechan sedikit naik, ketara ia tengah menahan emosinya, kesal melihat sepupunya seperti ini.

Terserah ingin menangisi sampai besok atau sampai seminggu kemudian sekalipun tapi setidaknya ia harus mengisi perutnya, isi tenaganya. Haechan juga sedih ia tahu persis apa yang kini Renjun rasakan. Tumbuh tanpa ibu mungkin adalah mimpi paling buruk dari semua mimpi buruk yang pernah ia alami. Hal paling tidak diekspetasi oleh siapapun.

Tapi jika dia seperti ini Seungwan ahjumma mungkin akan pergi dengan pesakitan karena putra kesayangannya tidak berhenti untuk menangisi dan menyiksa diri sendiri.

"Apakah pantas aku makan dalam keadaan seperti ini?"

"Iya! Kenapa?! Apa yang membuatmu tidak boleh untuk mengisi perut hah!" gigi-gigi Haechan bergemelatuk membuat Jaemin yang sebelumnya hendak menyuap nasi terhenti dan beralih posisi keseberang meja, sadar dengan situasi yang mulai memanas.

"Kau tidak tahu perasaanku. Aku- aku- yang membuat eomma seperti itu, aku! Haechan-ah! Aku! Hiks." Renjun menumpu siku diatas meja lantas menangkup wajah, isakan lolos dari belah bibirnya. Bagaimana ia bisa menelan nasi jika kemarin ia yang meminta eomma pergi menyetir dibawah hujan salju hingga membuatnya berakhir disini. Secara tidak langsung dialah penyebab semua kekacauan ini.

comeback. || renjun wendy chanyeol ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang