16. Rooftop Surprise

4.6K 470 33
                                    

Ruangan bernuansa putih gading tepat berada di sebelah kanan kantor direktur utama itu sekarang sudah diakuisisi Acha. Berbagai dokumen persiapan silver anniversary stasiun TVnya berserakan di atas meja. Bahkan papan transparan tempat Acha mencoret-coret ide kreatif dari kepalanya sudah penuh dengan rancangan dari A sampai Z. Gelas-gelas kopi yang kini hanya tersisa separuh tergeletak di sana-sini. Acha sedang membriefing tim kreatifnya untuk persiapan acara.

"Berikan daftar pengisi acaranya!" dari kursi paling depan Acha meminta lembaran berisi publik figure yang akan datang mengisi acara.

"Kami masih harus mengkonfirmasi beberapa artis. Ini baru list kasarnya" perempuan yang umurnya lebih tua sepuluh tahun itu memberikan dokumen yang diminta Acha.

"Pastikan semuanya clear minimal dua minggu sebelum acara." Acha membuka lembar demi lembarnya.

"Baik."

"Tunggu!" tatapan Acha terpaku pada satu nama di daftar pembawa acara. "Rubina?" matanya membelalak tidak percaya. "Siapa yang memilih artis penuh skandal dan selalu mencari sensasi itu sebagai pembawa acara kita?"

Semua orang terdiam. Belum pernah mereka melihat putri bungsu sang direktur setegas ini. "Seorang MC itu adalah wajah dari sebuah acara! Bagaimana bisa kalian memilih seseorang yang menjual sensasi demi ketenaran semata sebagai wajah dari perusahaan kita! Sudah saya bilang kan, pilih artis yang berkelas, berbobot, berprestasi! Tidak hanya mengumbar sensasi semata. Siapa yang akan bertanggung jawab kalau acara kita rusak karena orang ini? Jawab!"

Tidak ada yang berani mengangkat kepala. Mereka saling bisik-bisik dan menyenggol satu sama lain. Seolah-olah melempar tanggung jawab untuk menjelaskan kepada bosnya.

"Maaf Bu, sebenarnya yang memasukkan Rubina di daftar MC bukan dari kami, tapi Pak Yoga dari sub divisi advertising yang ngotot agar Rubina menjadi pembawa acaranya," salah satu dari mereka menjelaskan.

Acha menarik nafas berat, "Ah, jadi begitu cara mainnya. Lobying?" ucapnya pada diri sendiri. "Oke, saya akan urus hal ini."

Buru-buru Acha mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja kerjanya dan mengubungi nomor kakaknya.

"Selamat siang bapak Aldrich yang terhormat," ucapnya begitu formal membuat seseorang di ujung telepon menahan tawa.

"Apa adikku sedang bermain peran menjadi wanita kantoran yang sangat profesional?" Aldrich meledek. "Ah, kakak tau, pasti tidak mau kalah dari Rena ya? Dia kan sangat-"

"Shut up your fucking mouth Aldrich!" Acha menurunkan suaranya agar tidak terdengar karyawan lain, namun tetap dengan nada yang tegas dan tajam.

"Wow.. apakah adikku baru saja memanggil kakaknya dengan sangat sopan?" sindir lelaki itu sekali lagi.

Acha memutar bola matanya, "Terserah! Ada yang lebih urgent untuk diurus."

"Apa?"

"Pak Yoga dari subdivisi advertising, pastikan kakak menertibkan karyawan kakak yang hampir saja mencoreng arang di muka kita itu. O iya, dan jauhkan Rubina dari segala macam acara yang berkaitan dengan stasiun TV kita!" bagai seorang bos, Acha mendikte apa yang harus dilakukan kakaknya.

"Oh.. adikku sedang cemburu rupanya. Tapi, apa juga yang harus dicemburui dari seorang Rubina? Jelas-jelas kamu menang telak," celoteh Aldrich tak henti-henti menggoda sang adik.

"Aish.. kakak bisa serius enggak sekarang? Siapa juga yang cemburu!" Acha berteriak tanpa sadar. Dia mematikan teleponnya sepihak dan mendengus kasar. Tanpa dia sadari, kalimat terakhirnya membuat para karyawan yang masih berkerumun di kantor Acha saling berbisik. Sudah tentu mereka menggosipkan sang calon istri putra bungsu Ardhana Group yang mencoret nama artis dari daftar acara stasiun TVnya hanya karena pernah dirumorkan dengan calon suaminya. Wow.. gosip ini akan menjadi trending topik minggu ini di kantor, menggantikan gossip susu ibu hamil.

Mega Entertaiment Building adalah salah satu bangunan pencakar langit terbesar di kota ini. Bahkan rooftopnya bisa dijadikan landasan helikopter maupun pesawat terbang pribadi. Ayah Acha memiliki setidaknya lima helikopter atas nama perusahaan yang sering mendarat di Helipad atas gedungnya untuk liputan-liputan spesial. Namun kali ini, kantor digegerkan oleh pesawat asing yang melakukan pendaratan tepat di atas gedung tempat mereka bekerja. Bukan, capung terbang itu bukanlah milih perusahaan mereka. Tidak ada logo Mega Entertainment di badan pesawatnya, tapi logo Ardhana Group.

"Ibu Acha," seseorang Karyawan mengetuk pintu ruangan Acha, membuat si pemilik ruangandan beberapa karyawan yang sedang briefing menengok ke sumber suara.

"Iya, ada apa?" Acha memalingkan atensinya dari tumpukan dokumen ke laki-laki berseragam security itu.

"Maaf Bu, tapi ada Pak Karel datang menjemput ibu, di rooftop" sang pengantar pesan itu melakukan tugasnya untuk mengantar pesan.

"Karel? Di rooptop?" Acha mengangkat alis.

Lima menit lagi adalah jam istirahat makan siang. Bukannya menuju kantin, tapi kebanyakan karyawan malah sibuk memadati rooftop karena pemandangan tak biasa ini. Beberapa dari mereka bahkan berlomba mencuri foto dan memposting di akun sosial media mereka.

Oh My God! It's such a fairytale. Karel Ardhana menjemput sang permaisuri dengan pesawat pibadinya di rooftop. Wanita mana yang nggak akan cemburu???

The next level of dating and romance. Siapa yang bisa nandingin romantisnya Karel Ardhana coba?

I WANT TO BE ACHA IN MY NEXT LIFE!

Ini adalah pertama kalinya Karel melakukan hal seheboh ini hanya untuk seorang perempuan. Kenapa kisah cinta orang lain seuwu ini. Aku kapan? T.T

Nggak cuma dijemput pake pesawat, tapi dirangkaiin bunga seiket juga. Ini baru bunga mawar, belum dikasih bunga banknya. Aduh mbak Acha, beruntung banget sih? Konglomerat emang punya kelas sendiri. Aku yang butiran tepung beras bisa apa?

Acha membelah kerumunan orang yang sibuk menulis komentar di platform sosial media mereka. Dia menganga tak percaya melihat Karel berdiri dengan senyum bodoh dan seikat mawar di tangannya. Setelah jarak mereka hanya tersisa beberapa centi, Karel mengulurkan tangannya untuk memberikan bunga itu.

"Apa ini?" ucap Acha ketus.

"Bekerjasamalah! Aku sedang membuat senusantara cemburu padamu" lirih Karel agar tidak di dengar siapapun.

"Thank you" Acha mulai berakting menerima buket bunga itu dengan senyum merekah, "Hmm.. mawar" dia menghirup aromanya. "Jadi, aku wanita keberapa yang kau rayu dengan bunga?"

Karel tetap mempertahankan senyumnya, "Bukan yang pertama, tapi yang terakhir" ucapnya sebelum menggandeng Acha masuk ke mesin terbang raksasa itu.

"Hei! Kamu mau membawaku ke mana?" ingin rasanya Acha berontak, tapi begitu banyak pasang mata sedang tertuju pada mereka saat ini.

"Membayar apa yang sudah aku batalkan," jawab lelaki itu sebelum berbalik badan. "Prewed," jelasnya diakhiri dengan satu kedipan mata.

"Hah? Kenapa harus pakai pesawat pribadimu? Sebenarnya kita mau kemana sih?" gadis itu masih memberondong banyak pertanyaan ketika Karel membantunya menaiki tangga pesawat.

"Ke tempat yang jauh. Sangat jauh! Dan hanya ada kita berdua. Jadi kau tidak akan sempat menemukan lelaki lain untuk bermain dan membandingkannya dengan skillku di ranjang!" kekeh laki-laki itu.

"Dasar otak mesum! Kau mau menculikku?" Acha mengerucutkan bibirnya.

"Aku sudah ijin kedua orang tuamu." sahut Karel diiringi suara pintu pesawat yang ditutup. Kini, mereka sudah berada di dalam mesin terbang itu.

"Tapi, aku kan tidak bawa pakaian?" Acha mengekor Karel yang duduk di kursinya.

"Tenang saja. Ibumu sudah mengemaskannya untukmu. Itu!" putra bungsu konglomerat itu menunjuk sebuah koper yang sangat dikenal Acha. Ya, tidak salah lagi. Koper itu adalah miliknya. Berarti keluarganya telah bersekongkol untuk acara penculikan ini. Acha tak punya pilihan lain selain mengikuti permainan Karel. Toh, bagaimana bisa melarikan diri? Mereka sudah mulai mengudara.

ErstwhileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang