14. Sisi Lain

5K 463 21
                                    

Acha menarik selimut ke atas menutupi tubuhnya dan tubuh Karel yang bermandikan peluh. Dada mereka masih naik turun menetralkan sensasi yang baru saja menerjang.

Setelah diam yang cukup lama, Karel menyilangkan satu tanggannya untuk bantalan kepala dan berkata, "Kami saling mengenal sejak kecil.."

Kalimat itu membuat Acha menoleh ke lelaki yang masih menatap awang-awang langit kamarnya.

"Aku dan Rena." lanjutnya. "Tapi di matanya hanya ada Nathan. Dia menganggap ku sebatas seorang adik kecil. Tidak lebih" curhat pahit lelaki itu tiba-tiba membuat Acha menelan ludah.

"Ah.. Begitu" Acha menanggapi sekenanya. Setidaknya rasa penasarannya akan wanita itu sedikit terpuaskan.

"Setelah Nathan menikah, aku kira perasaannya akan berubah. Tapi aku bodoh telah berpikir seperti itu. Di matanya aku tetap hanya seorang adik."

"Jadi, karena itu kau minta aku menikahimu? Sebagai pelarian?" Acha menyimpulkan.

"Bukannya kau menerima lamaranku dengan alasan yang sama?" Karel membalikkan pertanyaan.

Acha salah tingkah. Dia menghindari tatapan Karel.

"Kalau kamu mau mundur dari pernikahan ini, aku tidak akan memaksamu lagi" ucap Karel tiba-tiba. "Kita sama-sama tahu tidak ada rasa apa-apa di antara kita."

Ah, benar juga. Tidak ada rasa apa-apa di antara mereka. Tapi bagaimana mau mundur jika Acha sudah pamer akan mencetak foto pernikahan? Tidak bisa. Acha bisa malu dibuatnya.

"Karena kita sudah berada di topik itu, mari bicarakan kesepakatan pernikahan kita" usul Acha berikutnya.

"Kesepakatan?" Karel menoleh ke arah wanita itu.

"Iya. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan" jelas wanita itu lebih lanjut.

"Misalnya?"

"Privasi, masalah percintaan dan..." Acha tampak ragu melanjutkan ucapannya. Dia berdehem terlebih dahulu sebelum berkata, "...kewajibanku sebagai istri" lirihnya.

"Karena tidak ada cinta di antara kita, aku tidak akan memaksamu terus bersamaku. Kalau nanti kamu menemukan seseorang yang tepat, aku akan melepaskanmu." jawaban Karel terdengar seperti seorang gentlemen.

"Jadi, kita tidak akan mencampuri urusan percintaan masing-masing?" Acha mecoba menarik kesimpulan.

"Yup." Karel mengangguk. "Tapi kalau soal seks, bagaimana aku bisa menikah tanpa seks?" lelaki itu tidak terima.

Acha memutar bola matanya. "Benar sekali. Bagaimana seorang Karel bisa bertahan hidup tanpa seks. Karena itu kondom di lacimu sudah mau habis?" dia menyindir.

"Kondom? Kondom yang mana? Oh sisa milikku waktu di Amerika? Mungkin itu masuk waktu aku mengepaki barang. Belum pernah aku gunakan juga sejak pulang ke sini. Kenapa? Kau mencobanya? Banyak varian rasanya lho!" goda Karel menaik turunkan alisnya.

Membicarakan soal kondom membuat Acha terkesiap, "Kamu tadi nggak pakai kondom kan? Keluar di dalam lagi. Dasar brengsek!" Acha bangkit menjambak rambut Karel menyebabkan sang laki-laki mengaduh kesakitan.

"Aww.. Awwh.. Mana sempat! Siapa tadi yang memelukku erat tidak mau ditinggal jauh?" Karel membela diri, berusaha lepas dari jambakan wanita itu. Merasa malu, Acha menyudahi keasyikan acara mari menjambak rambut Karel.

"Tapi aku tidak mau berhubungan seks dengan lelaki yang gonta ganti pasangan." Acha menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. Selimutnya dia tarik agar menutupi buah dadanya.

ErstwhileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang