Chapter 4

26 2 0
                                    

Follow, Like dan Comment

-----------------------------------------------------------------------------------------------

Win dibuat pusing dengan temuan terbarunya tentang talisman yang menjadi jimat pelindungnya. Karena pikirannya yang tak tentu arah, hari itu ia kena omelan dari supervisor. Komplet dengan ancaman untuk dikeluarkan dari pabrik. Win hanya bisa menundukkan kepala dan mendengarkan ocehan pimpinannya tersebut.

Tapi sungguh tidak ada yang penting selain keselamatan nyawanya. Pekerjaan bisa dicari, tapi nyawa cuma satu. Begitu pesan mendiang ibunya.

Kakek neneknya sudah lebih dulu berpulang. Disusul oleh ayahnya, dan kemudian ibunya. Ia seperti tak berhenti berduka seumur hidupnya. Tanpa sanak keluarga di negara asal, ia kemudian memutuskan untuk merantau.

Dan di sinilah ia sekarang. Beruntung ia dipertemukan dengan teman-temannya. Yang juga paham dengan kelebihannya itu. New alias Kak Newiee sudah sering memintanya untuk tinggal satu apartemen. Tapi Win selalu menolak. Ya... Karena jaraknya cukup jauh dengan tempatnya bekerja. Semua teman-temannya tinggal di beda kota.

Shiftnya sudah selesai lima belas menit yang lalu. Sekarang seluruh buruh pabrik sedang menyantap makan malamnya di kantin pabrik. Begitu pun dengan Win yang memandangi lesu makanannya. Ia tak berselera.

Teman-teman yang duduk di sekitarnya memandang Win dengan aneh. Masalahnya anak itu doyan makan. Mau lauk apapun, selama sudah masuk ke piring, maka Win akan melahapnya dengan wajah senang. Lihat saja pipinya yang gembil. Membuat mereka tak tahan untuk mencubitnya.

"Aku tidak tahu jika bibi kantin mengizinkan makanannya dibungkus." ujar Mark yang tak tega melihat Win yang termenung.

"Aku pernah melihat Win dibawakan dua kantong berisi makanan. Jadi, sepertinya tak masalah jika dibawa pulang." Sahut Jaemin.

Mark dan Jaemin adalah teman-teman Win yang paling dekat. Berbeda negara tak membuat Win merasa dikucilkan. Apalagi Win ketika menginjakkan kaki di sini, ia sudah menguasai bahasa lokal.

"Win, apa sesuatu mengganggu pikiranmu? Apa itu omelan dari supervisor tadi?" Mark menyenggol bahu Win dengan pelan. Menyadarkan lamunan temannya.

"Ah?" Win terlihat kebingungan. Dua pasang mata memperhatikannya dengan seksama. Melihat ke arah piring kedua temannya yang sudah bersih, lalu ke piringnya sendiri, Win paham kalau sejak tadi ia melamun.

"Apa yang sedang kau pikirikan?"

Win tak langsung menjawab pertanyaan Jaemin. Jika ia mengatakan tentang talisman, apakah mereka akan percaya dengan hal-hal seperti itu? Atau justru menganggapnya gila? Ingin ia bercerita tentang penglihatannya selama ia bekerja di pabrik ini. Beikut kecelakaan-kecelakaan kecil yang menimpanya berkali-kali. Dan mereka berdua menjadi korbannya karena dekat dengan Win.

Tapi di kota ini ia tidak punya siapa-siapa, selain Mark dan Jaemin. Kak Newiee, Kak Mike dan Kak Off tinggal jauh di kota lain. Bagaimana kalau ia terlanjur bercerita, lalu Jaemin dan Mark menjauhinya? Ia tidak siap. Di negara asing ini, dan teror yang tiada henti, dia ingin memiliki teman. Dia tak suka kesepian.

"Tidak. Tidak ada. Aku hanya rindu rumah." Air mata Win hampir terjatuh ketika kata rumah keluar dari bibirnya. Sekian tahun lamanya ia belum kembali. Dan ia sangat rindu. Pada kedua orangtuanya, dan juga kakek neneknya.

Mark dan Jaemin sudah berteman lama dengan Win. Mereka tahu berapa kali Win pulang ke negara asalnya. Ya, hampir tidak pernah. Karena biaya penerbangan yang mahal, pun Win terikat dengan kontrak.

Untuk menghibur temannya, Jaemin berencana mengundan Win untuk berkunjung ke rumahnya. "Eh, tanggal merah nanti, bagaimana kalau kau menginap di rumahku?" Jaemin tahu betul jika Win kesepian tinggal di apartemen sendirian.

Ghost Marriage | Bright x WinWhere stories live. Discover now