Aku dan Ayu, Siapa yang lebih beruntung?

11 3 4
                                    

Semester itu berakhir krusial. Aku nyaris tak lulus dalam beberapa matkul, namun wajah 'innocent'-ku ternyata banyak membantu. Siapa yang tega melihat gadis unyu-unyu sepertiku ini tinggal semester!

Aku lulus dengan nilai yang sungguh rata-rata. Sama sekali tidak ada oke-okenya.

Libur semester kali ini akan menggairahkan. Pasalnya karena aku bisa sejauh mungkin dari Si gadis lava berjalan itu, siapa lagi kalau bukan, Ayu. Entah kenapa aku selalu kepanasan ketika berada didekatnya.

Saatnya pergi ke perpustakaan kota, sudah lama otakku tak dijejali asupan nutrisi dari novel-novel karangan om Rick Riordan. Aku bisa hilang selera humor bila kelamaan dibiarkan begini.

Aku masuk ke perpustakaan yang sudah kuhafal setiap jengkalnya. Bila masa kecil orang lain diwarnai dengan main kelereng dan menerbangkan layangan. Masa kecilku kuhabiskan di dalam perpustakkan ini. Ibuku sendiri yang menjabat sebagai Ketua Perpustakannya. Ia tak ingin repot mengurusiku, jadi aku hanya boleh berkeliaran di seluruh area perpustakaan yang luasnya tak lebih dari 300 m^ ini. Bisa dibilang kejam.

"Boleh ditunjukkan kartu perpustakaannya, Nona?" kata seseorang tiba-tiba menyetopku di pintu masuk.

Heh, aku tak ingat sejak kapan pernah ditanya pertanyaan konyol macam ini, seluruh pekerja perpustakaan sudah hafal dengan mukaku. Ibuku sendiri yang menjadi 'bos' disini. Siapa pula yang lancang bertanya padaku demikian.

Pemuda dihadapanku itu tampak kaku, mungkin Ia baru dipekerjakan bulan-bulan ini. Pegawai baru memang sering berlaku tak sopan padaku selaku 'anak bos'. Tapi bisa kumaklumi, lagipula ketika Ia memanggilku dengan panggilan 'Nona' tadi, ia tampak sedikit ... mempesona?

Heh, aku harus tampak berwibawa selaku 'anak bos'. Tak boleh tersipu merah muda macam itu.

"Saya anak dari Ketua Perpustakaan, kamu nggak tau ya?"

Ia menundukkan badan sebagai jawabnya. "Maaf, saya adalah pegawai baru. Harap dimaklumi."

Aku mengingatkan diri lagi agar tak merona melihat betapa kikuknya pegawai baru ini.

Kenapa Ia bisa tampak begitu menggemaskan!

"Kau masih kuliah ya?" Walau nilaiku buruk dalam matkul pak Sin, tapi kemampuan mengira-ngiraku bisa dibilang jitu.

"Iya, saya berkuliah di kampus yang sama dengan Nona"

"Wah, kok bisa tau, aku sendiri nggak pernah melihatmu sebelumnya."

"Saya juga tau bahwa Nona adalah Mahasiswi jurusan Matematika semester 4."

Aku mencubit kecil lenganku, jangan nge-fly ... jangan nge-fly. Aku tak boleh tersipu dan harus tampak berwibawa!

"Wah, kamu perhatian juga, ya." Aku melirik jam, mengalihkan perhatian sementara otakku berpikir keras tentang kalimat pamungkas apa yang sebaiknya diucapkan agar pada pertemuan kali ini agar Ia menganggapku gadis yang berwibawa.

"Untung ganteng." Ucapku keceplosan. Ia hanya membalas dengan senyum.

Sial! Kalimat penutup itu sama sekali tidak ada wibawa-wibawanya.

Aku tak merutuki diri sehabis berlari keluar dari perpustakaan tadi karena malu tak terhingga.

~~~

Sebelum terlelap, bayangan pak Sin kembali hadir di kepalaku walau saat ini sedang libur semester.

Teori probabilitas. Sejauh apa peluangku bisa berkencan dengan pemuda tadi?

Aku berusaha mengingat rumusnya. Baiklah, aku sudah paham variabel P dan E nya. Bagaimana dengan P(E)?
Aduh, kenapa aku juga kelupaan memasukkan nilai X dan N.

Pak Sin datang menolong, namun kali ini Ia tak menjawab pertanyaanku. "Tak usah dipikirkan, akan berbahaya bila otak kecilmu tak sanggup menghitungnya dan hancur berkeping-keping. Semester depan kita masih ada janji bertemu, tak ada alasan untuk alfa." jelasnya.

Aku balas berterima kasih. Sungguh saran yang sangat membantu!

~~~

#Berpikir

Bagian 2

Selang kejadian itu, aku tak bisa menahan diri untuk bertemu Rando. Pegawai baru yang menjabat di bagian administrasi yang kikuk minta ampun tapi ganteng tersebut.

Tidak, aku tak boleh mendefinisikannya segamblang itu. Aku harus macam profesional, kedekatanku dengannya adalah kedekatan rekan kerja pada umumnya.

Meski dia hanya tukang administrasi dan aku ini anak 'ibu bos'.

Mulai dari memintanya mengambilkan buku yang terletak di posisi tersulit (sebagai pengingat saja, aku sudah hafal seluruh tata-letak buku diseantero perpustakaan ini), membuat kikuknya bertambah karena tak kunjung bisa menemukan buku yang kuminta, meminta maaf sebesar-besarnya dan memohon padaku agar tak melapor kepada 'ibu bos'.

Aku senang, bisa membuang waktuku seperti ini. Isi kepalaku, bilamana ada yang sudi membongkar, maka isinya adalah rencana-rencana sok polosku agar bisa terus berdekatan dengannya.(semoga tak ada yang mau repot-repot membongkarnya, itu bisa menurunkan kredibilitasku!)

Singkatnya, aku ini sedang jatuh cinta!

BERPIKIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang