one

30 7 0
                                    

jevin memarkirkan motornya di space kosong yang ada di area parkir. ia melepas helm, lalu melihat ke spion dan membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan. ia duduk di atas motornya, lalu melihat jam di tangan kanan. kurang dari 10 menit lagi bel masuk akan berbunyi, namun juna dan haikal belum juga datang. keduanya tadi meminta jevin untuk menunggu, agar masuk kek kelas bersama.

padahal bersama atau pun sendiri tidak ada bedanya, kan? kelas mereka tidak akan pindah.

suara motor yang cukup berisik terdengar dan berhenti tepat di sebelah motornya.  jevin hapal betul dengan suara itu, suara motor haikal.

"tumben lo berdua barengan," ucap jevin sebagai pembuka obrolan mereka pagi ini.

"motor gue di bengkel, ketauan ayah udah lama gak di service," ujar juna menjelaskan.

"untung se arah aja sih, kalo gak gue mah ogah barengan," kata haikal.

"kan bensin lo gue yang bayar, bre! gitu banget sama temen!" sunggut juna pura-pura kesal.

ketiganya berjalan bersama melewati koridor kelas 10 dan 11. banyak siswa-siswi yang masih berada di koridor, karena pantang masuk kelas sebelum bel atau sebelum guru bk jalan buat patroli.

jevin tidak terlalu memperhatikan sekitar, berbeda dengan haikal dan juna yang sedari tadi senyam-senyum kepada adik kelas. bukan, bukan menyapa. melainkan tebar pesona.

jevin juga mendengar bisikan-bisikan tentang dirinya dari siswi yang ada di lorong, namun ia tidak ingin ambil pusing. saat tiba di depan kelas, ketiganya langsung masuk dan membuat seisi kelas hening.

"ye tai gue kira guru!" semprot cece sembari mendengus.

"iye gue guru ini, hormat lo sama gue," celetuk juna.

♡ ♡ ♡

"jeno ada?" tanya perempuan yang kini berdiri di depan pintu kelas jevin.

"ada bentar," ucap salah satu anak perempuan kelas itu. "jen, cewek lo nih," katanya agak berteriak kepada jeno, membuat sang pemilik nama menoleh, begitu pun kelima temannya.

"dunia kebalik, sekarang cewe yang nyamperin cowo," gumam aji.

jeno melangkah ke arah pintu, ada kia di sana. perempuan itu tersenyum manis. "buat kamu, udah sarapan belum?" katanya sambil menyodorkan kotak bekal, seperti biasa.

jeno mengangguk, "udah, tapi makasih ya, ki." selalu seperti itu, jeno tidak bisa membalas perasaan kia, namun juga tidak bisa menolak kehadiran gadis itu disekitarnya.

"mama bilang gak boleh jahat sama cewe, walaupun gue gak suka, tapi gue gak boleh jahat." begitulah yang jeno ucapkan sewaktu teman-temannya menanyai kenapa ia masih menerima kia disekitarnya padahal ia sendiri tidak bisa membalas perasaan gadis itu.

memang tidak ada alasan spesifik bagi jeno untuk menolak kia. namun jeno hanya menganggap kia tidak lebih dari temannya. dan dia jujur sejak awal.

kia sendiri paham perasaannya tidak akan pernah berbalas, namun ternyata dia menyelam terlalu dalam. pesona jeno sulit kia abaikan. jeno selalu bermain di dalam pikirannya. tiada malam tanpa memikirkan bagaimana cara yang harus dia lakukan agar jeno luluh terhadap semua perlakuannya.

teman-teman jeno memperhatikan keduanya dari tempat duduk di belakang. mereka juga tak habis pikir. entah kia yang terlalu bodoh atau jeno yang terlalu payah. keduanya sama-sama tidak masuk akal.

kia yang sudah paham seperti apa perasaan jeno terhadapnya, namun tetap memaksakan keadaan. pun jeno yang sudah tau bahwa ia tidak bisa menerima gadis itu, namun dia tidak pernah menolak keberadaan kia.

juna pernah bilang, "lo kalo emang gak suka sama dia, jangan bikin dia berharap. lo emang bilang tapi lo tetep nerima perlakuan dia, bekel lah, es lah. itu bisa bikin dia baper, tau gak!"

namun jeno hanya diam.

entahlah, apakah segala tentang perasaan harus serumit ini?

♡♡♡

jevin melangkahkan kakinya di koridor kelas 12. istirahat kedua kali ini cukup ramai, karena kabar yanh beredar setelah ini tidak ada guru yang akan masuk mengajar karena sedang rapat. namun apesnya, siswa tidak dibolehkan pulang. mereka akan pulang seperti jadwal biasa.

ia memasuki area kantin yang juga cukup ramai. berjalan ke salah satu penjual dan memesan segelas es teh karena siang ini cuaca cukup panas. bajunya sudah ia keluarkan, dasi sudah dilepas, dan dua kancing teratas sudah tidak dikaitkan lagi. ia mengeluarkan selembar uang lima ribuan untuk membayar pesanannya, lalu berjalan balik menuju kelas.

ia memicingkan matanya ke arah pohon rindang di pinggir lapangan. setelah yakin akan yang dilihat, jevin melangkah ke sana.

"ki," panggilnya.

yang dipanggil menoleh, dan langsung mematikan ponsel yang sedang dimainkannya. "eh, jevin. kenapa?"

jevin menatapnya sebentar, lalu duduk di sampin perempuan itu. kia.

"tumben gak nyamperin jeno." itu adalah pernyataan, bukan pertanyaan.

"tadi istirahat pertama kan udah," kata kia "kalo keseringan nanti dia bosen liat gue."

"lo... beneran sengarep itu sama dia?" tanya jevin to the point.

kia mengangguk. "udah bukan rahasia lagi, kan? banyak yang udah tau gue naksir jeno, banyak juga yang tau dia nolak gue."

"tapi lo masih gak nyerah deketin dia," tambah jevin.

"yes, gak tau deh gue kenapa. udah kena pelet si jeno kali."

"lo--"

kia menoleh karena jevin terdiam cukup lama. "gue? kenapa?"

"lo gak ada niat nyari yang lain?"

kia terdiam. ini sering sekali ia pikirkan, mencari laki-laki lain selain jeno yang mau menerimanya. namun ia belum berhasil. "gak tau. emang kenapa? jangan bilang lo naksir gue, hahaha." kia tertawa canggung.

jevin berdehem sebentar dan memperbaiki posisi duduknya. dia menyesap es teh nya, berusaha santai. "kalo iya, kenapa?"

to be continue...


unspoken thing - jaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang