GIVE UP

2.4K 118 0
                                    

Diki Raharja

"Sekarang, di mana posisi Chika? Apa masih di tempat wedding orginaizer?" tanyaku pada Lucas.

"Masih Tuan, ia sudah ada di dalam gedung itu sekitar satu jam. Apa saya perlu untuk mengikutinya lagi?"

"Ikuti dia, kabari aku. Aku akan susul mantan istriku."

"Baik Tuan."

Percakapanku dengan Lucas berakhir. Aku langsung menyambar kunci mobil di meja ruang tamu dan memakai jaket tebal berbulu untuk melindungi tubuhku dari dinginnya salju yang sudah turun sejak aku datang ke negeri ginseng ini.

Aku menyusul ke tempat di mana sekarang Chika berada. Aku juga meminta Lucas untuk mengikuti mantan istriku itu. Aku harus meminta kejelasan, benarkah Chika setuju untuk menikah dengan Nam? menjadi istri kedua?

Handphoneku bergetar, Lucas mengirimiku pesan. Pesan tentang keberadaan mantan istriku. "Mereka bergerak ke arah sungai Han." Dengan sekali menginjak rem, aku memutar balikan mobil yang kukendarai. Jembatan sungai Han. Mereka pasti kesana.

Hari sudah mulai gelap. Yang aku tahu, jembatan sungai Han memang indah di malam hari tapi kenyataan mereka berdua masuk dalam keindahan sungai Han di malam hari membuatku frustasi. Sedang apa mereka di sana? Merencanakan pernikahan bodoh itu? Laki-laki bajingan itu melamar Chika untuk menjadi istri yang kedua?

Aku menghentikan mobil SUV milikku di belakang mobil sedan mewah yang kutahu milik Nam. Nam dan Chika sedang duduk santai di pinggir jembatan. Memandangi birunya langit yang mulai memudar karena di selimuti malam. Bulan yang indah, cerah menemani mereka dan hal itu membuatku gila.

Aku menghampiri mereka bedua dan menyebutkan nama mantan istriku dengan lantang. "Chika!" sang pemilik nama kemudian berbalik arah padaku yang kini menatap nanar mereka berdua yang sedang duduk berdampingan.

"Mas..." katanya lirih.

Entah bagaimana perasaannya saat melihatku sekarang ada di hadapannya. Sakit? Bahagia? Apa aku menjadi malaikat penolong untuknya? Atau malah menjadi iblis yang akan menghancurkan rencananya? Rencananya untuk menikahi lelaki posesive ini?

"Mas, kamu ngapain di sini?" tanyanya dengan bingung. Rambut panjangnya yang ia gerai tertiup angin dan membuatnya tak nyaman karena helaian rambut itu kini mulai menghalangi pandangannya.

"Aku mau ketemu kamu, aku mau kamu memikirkan lagi rencanamu menikahi Nam," kataku tenang.

"Kamu berani mengunjungi negeriku dan mengganggu calon istriku?" akhirnya lelaki posesive itu sekarang bersuara. Ya Tuhan, aku tak sanggup menahan amarah ini. Bagaimana ini? haruskah aku memukulnya?

"Aku gak ada urusan denganmu Nam, jadi maaf. Aku harus berbicara dengan Chika."

"Chika calon istriku! Otomatis urusannya adalah urusanku, paham?" Nam berteriak padaku seperti orang kesetanan dan aku sungguh tak kuat lagi menahan emosiku.

'Bug'

Kulayangkan bogem mentah padanya. Pipi mulus Nam kini membiru dan ia terkapar di atas rumput-rumput hijau di jembatan sungai Han. Nam mengaduh dan Chika menghalangiku untuk memukulinya lagi.

"Mas cukup!! Aku mohon cukup,"

"Kamu mau menikah dengan laki-laki bajingan itu? Chika, please kalau kamu gak mau kembali padaku, aku mohon jangan berakhir di pelaminan dengan dia!"

"Mas, urusan kita sudah selesai. Aku sudah memutuskan untuk menjalani hidupku dengan Nam. Aku rasa, kita gak perlu ketemu lagi Mas. Aku akan menikah dengan Nam," jelas Chika dan itu membuatku sakit jiwa.

"Apa? kamu mau menikah dengannya? Chika, apa hal yang kita lakukan di Italia itu gak ada apa-apanya bagi kamu? Chik, seribu kali kamu meyakinkanku kalau kamu gak cinta sama aku, satu juta kali kamu bilang, kamu benci aku Chik, aku gak akan percaya. Bagiku, perasaan kamu saat di Italia denganku, itu murni. Tulus. Bukan atas dasar paksaan dari siapapun. Tapi kali ini, aku yakin kalau kamu merasa terpaksa menikah dengan Nam, iya kan?"

Chika tak menjawab pertanyaanku. Ia diam membisu. Aku tahu, ia sedang ada di bawah tekanan. Tekanan laki-laki biadab ini.

"Heh, kamu! Diki Raharja! Jangan dekati calon istriku! Dia milikku... kamu mau mati hah? Kamu mau aku menghancurkan perusahaanmu? Kamu tahu? Di sini, di negeriku aku adalah artis ternama. Begitu juga di negaramu. Mereka memujaku bahkan jika aku menulis artikel tentang perselingkuhan kalian di belakangku dan perbuatanmu pada Chika beberapa bulan yang lalu, hidupmu pasti hancur!!"

Nam terdengar mengancamku, tapi aku sedikitpun tak takut. Aku maju selangkah ke arahnya tapi yang terjadi, Chika menghalangi Nam. Yang membuatku sakit jiwa adalah saat Chika merubuhkan tubuhnya dan bersujud di kaki Nam. Ia memohon agar Nam tak menghancurkan namaku.

"Chika!!!" teriakku lantang tapi ia bergeming. Ia terus memohon pada Nam. Aku hampir gila, ia mengatupkan kedua tangannya dan meminta Nam untuk tak menyakitiku.

"Nam, aku mohon. Jangan lakukan apapun pada Diki. Aku mohon Nam. Aku bersedia jadi istrimu asal kamu jangan hancurkan karier Diki. Jangan bawa-bawa Diki. Beri aku waktu untuk berbicara dengannya Nam."

"Baiklah, lima menit. Aku tunggu kamu di mobil, kalau lebih dari lima menit entah apa yang akan aku lakukan padanya Chika,"

Ya, yang tak terekam oleh alat perekam yang di tempelkan Lucas di barang milik Chika adalah ancaman ini. Sekarang, aku tahu. Nam mengancamnya, itulah kenapa Chika mau menikah dengannya. Bahkan jadi istri kedua.

Aku melihat Nam meninggalkan jembatan sungai Han dan memasuki mobil. lima menit. Aku hanya punya waktu lima menit untuk membawa Chika pergi dari sini. Hanya lima menit.

Chika menghampiriku. Raut wajahnya memerah, air matanya terus menetes dan 'plak' ia menampar pipi kananku. "Jangan pernah datang lagi ke sini Mas... biarkan aku menikah dengan Nam."

"Aww... Chika, kamu jangan gila! Kamu mau menikah dengan lelaki posesive seperti dia? Jadi dia, laki-laki yang kamu banggakan di depanku, dia lelaki yang akan menggantikan posisiku dalam hidupmu? Laki-laki seperti itu? Chika... please... aku..."

"Mas, ini keputusanku. Aku akan menikah dengan Nam. Apapun resikonya Mas."

"Chika, kita punya waktu kurang dari tiga menit. Ikut denganku. Aku akan menyelamatkanmu, dia lelaki gila!!" teriakku pada mantan istriku.

Namun apa jawabannya?

"Mas, kamu boleh bilang Nam gila. Tapi segila-gilanya Nam, dia gak akan mampu menamparku jika aku berbuat salah, sejahat-jahatnya Nam, dia gak akan membuat aku celaka Mas... seburuk apapun aku di matanya, Nam gak akan menghinaku. Itulah alasanku kenapa aku mempertahankan hubunganku dengan Nam meski aku tahu dia posesive Mas... jadi aku mohon, pergilah. Jangan buat kegaduhan lagi. Jangan buat Nam melakukan konfrensi pers dan membocorkan semuanya. Jangan buat orang tuaku sakit lagi Mas... sudah cukup."

"Chik... kasih Mas kesempatan. Mas tahu Mas salah. Mas egois. Tapi menikah dengan Nam bukan jalan terakhir, masih ada cara lain untuk memecahkan masalah ini."

"Tapi maaf Mas... aku enggak tertarik untuk menyelesaikan masalah ini denganmu. Jadi aku mohon, pulanglah. Were done Mas..."

Setelah Chika mengeluarkan kalimat itu dari bibir manisnya, kekuatanku untuk membawanya pergi sirna sudah. Chika sudah memilih jalannya, hidup dengan lelaki yang 'katanya' sangat mencintainya. Lelaki yang tak akan pernah melakukan hal buruk pada dirinya.

Kekuatanku hilang, aku putus asa. Aku menyerah. Chika sudah memilih Nam dan aku tak punya alasan lain lagi untuk diam di sini. Di negeri orang yang membesarkan nama Park Nam.

Satu-satunya yang masih bisa membuatku tetap hidup adalah pengorbanan Chika yang memilih bersujud di hadapan Nam untuk melindungiku. Ya, aku tahu hatinya ada padaku. Apa artinya raga? Jika hatinya ada padaku? Hati Chika ada padaku dan aku akan melanjutkan hidupku dengan hatinya.

Hello X Husband... Hai Ex Wife...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang