Enjoy my story
💜Rambutnya yang digerai nampak berkilauan saat terkena cahaya sore ini. Tangannya yang membawa buku materi dan tas punggung dengan gantungan bunga berwarna putih—ditambah saat ia menyingkap rambutnya ke belakang telinga sungguh membuatku tak bisa mengalihkan pandangan.
Melihat senyumnya yang begitu ringan membuat sebagian diriku tunduk akan pesonanya.
Aku yang sedang berdiri hanya bisa terpaku. Diam seribu bahasa saat kaki rampingnya melangkah ke arahku. Aku sangat ingin bertolak ke belakang karena merasa wajahku saat ini pasti sudah berubah seperti lobster rebus siap santap.
Oh, God! Why is my damn heart beating so fast?
Saat mata hazel-nya menatap tepat ke arahku, aku sontak melangkah mundur. Membuatnya menatap bingung. Sedetik kemudian ia tersenyum. Senyum semanis persik yang belum pernah aku lihat.
"Punyamu?"
Ia memberikan bola basket yang sempat ingin aku ambil. Aku hanya melirik bola itu dan kembali menatap mata hazel miliknya. Ingin menyuarakan bahwa benar bola itu milikku tapi sialnya kalimat itu tak kunjung keluar—membuat diriku hanya bisa menggerakkan kepalaku, mengangguk dan menerima bola itu darinya.
"Ehm, terima kasih..." Aku menggaruk belakang kepalaku, menundukkan kepala persis seperti anak kecil yang sedang malu saat berterima kasih karena diberi sebuah Lollipop.
"Sure, what are you doing here? Extracurricular?" Aku mengangguk, menunjuk ke arah beberapa anak yang sedang menungguku mengambil bola. Sedangkan mereka melambai ke arahku, satu anak berteriak mengapa aku terlalu lama mengambil bolanya.
"Ah... kelas satu? Tapi kenapa aku belum pernah melihatmu ya? Apa kau murid baru?" Aku mengangguk. Sedetik kemudian aku terkejut, "dari mana Anda tau saya kelas satu?"
Gadis itu tertawa. Matanya menyipit indah, membuat jantung sialan ini berdebar lebih cepat dari sebelumnya. Jika ada obat yang bisa menghentikan rasa berdebar ini, pasti aku sudah menenggaknya agar ia tak mendengar suara degupan itu.
Gadis di hadapanku mengangkat sebelah tangannya yang terbebas dari buku tebal miliknya. Mengarahkan tangan cantiknya seolah memberi gesture agar aku melihat baju apa yang aku pakai.
Ah, dasar! Ke mana saja otakmu melayang?!
Aku lupa jika sekarang aku sedang memakai baju olah raga berwarna biru, yang artinya milik kelas satu. Berbeda dengan milik kakak tingkat, kelas dua dengan warna kuning dan kelas tiga dengan warna merah. Ingin sekali aku melepas wajahku saat ini agar tidak diingat olehnya. Malu sekali, oh Tuhan!
"See? Seragammu sudah menunjukkan semuanya."
"Kenalkan, aku Aster. Dua tingkat di atasmu."
Tak membuat tangan miliknya menunggu aku segera menjabat tangan itu.
Ya Tuhan... halus sekali...
"Sehun..."
Mata itu menyipit. Aku bisa-bisa sudah kenyang karena diberi persik itu lagi. Bagaimana bisa melihat senyum itu sudah membuatku mabuk seperti ini?
"Nah, aku sudah mengembalikan bolamu. Jadi aku pergi dulu."
Gadis itu menjauh— tapi wangi citrus bercampur kayu manis miliknya masih tertinggal di tempatku berdiri. Menatap punggung itu yang menghilang di balik tembok. Salah satu temanku menghampiriku, menepuk punggungku kala aku yang di panggil sejak tadi tak kunjung menyahut.
"Hei?"
"Oh, ya, aku sudah mendapatkan bolanya."
Temanku terkekeh melihatku yang terkejut, "mendapatkan penggemar baru lagi, hah?"
Aku segera menggeleng—melambai-lambaikan tanganku di depan wajah dan berlari ke lapangan agar temanku tak tahu betapa malunya aku sekarang.
To Be Continued
—
*Cast :
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Wait For Your Coming
Fanfic[ SHORT STORY ] [ COMPLETED ] Semoga dia kembali. Bersama, berdiri di bawah guyuran kelopak putih. Bersiram cahaya senja serta tiupan semilir angin hangat musim semi. ©𝐜𝐨𝐩𝐲𝐫𝐢𝐠𝐡𝐭 - 𝓓𝓪𝓷𝓭𝓮𝓵𝓲𝓸𝓷𝔀𝓲𝓼𝓱 28/05/20