FW 1.

323 19 3
                                    

Aroma obat obatan menyeruak masuk ke hidung Victoria, terasa memuakan dan pahit. Sebenarnya dia benci benda kecil itu, tapi ketika mata biru terangnya perlahan terbuka dan pampangan sorotan lampu beserta dinding putih rumah sakit-- dari dua hari ini membuatnya lagi lagi amat bersyukur dan memuji Jesus. Victoria Lily Heward lolos dari maut, dia masih hidup setelah dengan tragis peluru menembus jantungnya yang harus merelakan diri tidur panjang selama satu tahun penuh.

Victoria mengangkat sebelah tangannya, memperhatikannya dengan pandangan menerwang. Di jari manisnya tersemat cincin perak mewah bertahtahkan berlian cantik, bersinar dan memukau. Malam penembakan itu memang sudah lama, namun lebih dari itu Victoria merasa baru saja mengalaminya kemarin, dia bahkan belum mengembalikan cincin itu kepada pemiliknya. Frederick Carlos Adams,-- si Trilioner berwajah dewa, pembisnis ulung yang di gandrungi seluruh populasi wanita di dunia karena sosoknya disebut sebut sebagai Prince charming masa depan.

Victroia menekan dalam dalam tawa sinisnya yang nyaris saja keluar. Frederick bukan hanya pangeran masa depan, tapi juga boneka untuknya. Boneka yang bisa berjalan karena dikendalikan lewat cinta, cinta palsu darinya. Si Adams itu hanya boneka milik Victoria. Mengikuti hanya kemauan Victoria saja meskipun seluruh dataran Amerika mengenal Victoria sebagai kekasih Frederick. Tidak, karena faktanya Victoria tidak sebaik itu. Tidak sekalipun mencintai apalagi mengiginkan Frederick. Tidak sama sekali, kalaupun iya dia bahkan rela Frederick menembaknya ketika lelaki itu sangat membencinya karena merasa dihianati. Victoria belum mau menidurkan diri di peti mati. Tidak akan pernah!. Dia tidak akan pernah mengizinkan Frederick membunuhnya lagi. Kalaupun harus. Orangnya itu adalah Frederick sendiri.

"Prince Charming doll?" akhirnya Victoria bisa memamerkan senyum miring. Suaranya masih bergetar ketika menyerukan panggilan nama hanya untuk bonekanya. Frederick Adams. Sampai bumi terbelah pun Victoria tidak pernah rela dirinya berada di ruangan ini apalagi nyaris mati hampir satu tahun ini.

"Yes, I'm" Mata biru laut Victoria berlari ke arah pintu. Tampak mematung. Jantungnya berpompa kuat, cepat. Victoria mencengkram sprei. Tiba tiba keringat dingin mengaliri keningnya. Sial!. Bayangan malam penembakan itu tiba tiba berkabut dimatanya setelah pria yang-- sebagai pelaku itu berdiri tinggi didepan sana.

Sial!. Adams brengsek! Kenapa dia muncul?!.

Berbeda dengan raut tegang Victoria, Frederick seolah tidak pernah terlihat lengah untuk itu. Lelaki itu begitu tenang, datar, dan bahkan memandang Victoria remeh tidak memperdulikan ego Victoria yang terluka.

Frederick melangkah mendekat, ketukan sepatu itu terasa menakutkan. Okay!, Victoria akui itu dan Victoria juga mengakui rasa bencinya pada Frederick sangat tidak sebanding dengan kebencian lelaki itu padanya!. Itu jelas terlihat dari mata hitam kelam yang semakin dekat terasa semakin membunuh. Kalau saja Frederick sadar, tentu dia bisa melihat Victoria bisa mati karena tatapan tajamnya.

"Vi?" panggil Frederick serak dan... lembut ketika lelaki itu sudah berdiri di sisi ranjangnya bersama Troy Delbert-- bawahan setianya yang sangat dan begitu tanpa ekspresi. Napas Victoria tercekat. Pembuluh darahnya seolah berdenyut hebat. Entah apa sekarang, Victoria hanya merasa... Dia seperti menemukan Frederick yang berbeda. Bukan! perbedaan itu bukan dari suaranya yang memang sudah biasa tercipta lembut untuk Victoria, tapi Frederick sangat sangat membuat Victoria beralih dari zona nyaman. Dia begitu takut. Frederick membuatnya tidak nyaman. Victoria takut, ketakutan, berikut reaksi tubuhnya juga!.

"Aku berharap kau mati setelah pistolku melubangi jantungmu" Victoria terbelalak. Seperti biasa. Kali ini pun Frederick berucap lembut, tapi kenapa rasanya menyiksa? Belum lagi setelah itu Frederick tersenyum manis, namun memiliki arti berbeda. Mengerikan. Apa apaan ini? Victoria merasa dipaksa menaiki roller coaster. Dibuat terkejut, dan tak menutup kemungkinan disisi lain dia tidak menemukan Frederick berubah, tapi juga merasa Frederick berubah banyak. Padahal saat menembak pun Victoria yakin Frederick menatapnya seolah tersiksa dan diselimuti ragu juga kecewa luar biasa dan memang dipastikan lelaki itu pasti membencinya, tapi tidak sampai seperti ini!. Frederick saat itu bukan apa apa selain lelaki manja dan penurut bukan modelan saat ini!. Nampak dewasa serta... Dingin, tak tersentuh.

Meski lidahnya kelu dan kerongkongannya kering Victoria membalas tenang, "Tapi aku masih hidup, Frederick"

Frederick menyunging senyum miring kemudian memiringkan kepala, "Belum Ms. Heward. Kematian yang kedua pasti lebih menyakitkan" Victoria tidak pernah menyangka akan mendapatkan reaksi seperti ini dari Frederick. Dia mengigit bibir bawah kuat kuat. Seketika darahnya mendidih. Sial!. Frederick membuatnya begitu kesal dan takut

"Kau mengancamku Mr. Adams?"

Tanpa takut kepala Victoria mengangkat lebih tinggi. Kedua alisnya menunjukan pertanyaan, namun secara bersamaan bersikap menantang. Frederick tersenyum miring. Victoria tidak berubah. Dia selalu menjadi wanita pemberani.

Kedua tangan Frederick memasuki kantung celana. Samar atau tidak yang jelas Victoria mendengar Frederick terkekeh hambar "Kau yang memulai, Victoria, dan aku hanya mengikuti"

"Tentu saja kau mengancam" dongkol. Victoria enggan menatap Frederick lagi, dia mengalihkan tatapan ke jendela luar. Tiba tiba salju turun. Dalam kepalanya, Victoria tidak menyangka dia akan bangun di musim dingin.

"Kau sudah bermain main dengan Frederick Carlos Adams, Vi. Aku tidak akan pernah melepaskan mu sekalipun kau memohon mohon ataupun bersujud mencium sepatuku" kecam Frederick mengamcam, berbahaya. Seketika mata biru Victoria bersirobok dengan mata gelap milik Frederick. Victoria mengretakan gigi sekaligus disusul debaran jantung yang berpacu. Mungkin dulu Victoria hanya akan menemukan Frederick yang menatapnya jahil atau ucapannya yang tidak pernah serius, tapi kali ini mungkin tidak. Frederick benar benar mengancamnya.

Melihat Victoria gelisah Frederick menampilkan smirik. Frederick puas?. Sangat!.

"Kau salah berurusan dengan ku, Vi" ucap Frederik dingin kemudian tanpa mengindahkan kekesalan Victoria lelaki itu berbalik melangkah menuju pintu, terus sampai menghilang dibalik pintu.

Sebelum menyusul Frederick Troy Delbert melihat Victoria dengan tatapan malas. Sekejap pikiran Victoria buntu. Sejak Victoria mendekati Frederick, Troy tidak pernah menampilkan ekspresi apapun selain datar, tapi sekarang seolah pengecualian.

Victoria mengigit bibir. Menahan erangan. Tidak cukupkah keluarga tirinya menganggapnya sampah? dan sekarang?... Lihat?!. Dia memiliki musuh!.

Memijat pangkal hidung dengan tangan gemetar. Ingatan Victoria membekas di tatapan mata Frederick, senyum mengerikannya juga. Persetan dengan Frederick yang tidak akan pernah melepaskannya lagipula Victoria juga tidak akan pernah mau mencium sepatu jelek lelaki itu.

Sudah jelas Frederick akan melakukan balas dendam. Dan Victoria dengan senang hati menerimanya dengan tangan terbuka. Walau tidak menutup kemungkinan Frederick yang sekarang mampu membuat nyali Victoria sedikit menciut.

Kalau Frederick memang berniat balas dendam kenapa Victoria juga tidak?. Hell! Tentu setelah membuatnya tidur panjang begini?.

Balas dendam harus dibayar serupa.

___________________

Sementara diluar ruang inap Victoria, Frederick mengepalkan tangan dengan langkah kaki yang tenang.

"Troy, bubarkan penjagaannya" suara dingin, serak Frederick mengalun. Dibelakangnya Troy mengangguk paham lalu memerintahkan ke sepuluh lelaki berbaju serba hitam dengan senjata api dibalik celana mereka untuk meninggalkan rumah sakit setelah satu tahun bekerja mengawasi Victoria.

Tanpa suara Troy sudah mengikuti langkah Frederick.

Setelah meninggalkan rumah sakit, keduanya memasuki mobil lalu mobil berjalan menjauh.

Frederick menutup mata sekilas lalu membukanya. Menatap lurus kebalik kaca mobil disamping Troy menyetir. Bukan untuk ini tujuan Frederick menemui keadaan Victoria saat wanita itu sudah sadar. Bukan untuk mengancam apalagi membuatnya itu bergetar ketakutan. Senyum Victoria. Frederick mengiginkan itu, merindukan itu. Tapi melihat tadi bagaimana Victoria menatapnya tanpa adanya cinta walaupun palsu seperti dahulu membuat Frederick melupakan itu semua dan mengigat janjinya. Frederick membenci Victoria.

Itu saja sudah cukup.

___________________________

FREDERICK'S WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang