Ada yang hilang, berupa kehangatan, yang biasa disebut kekeluargaan.
***
Gadis itu melempar tubuhnya ke atas kasur, air mata yang sejak tadi ia tahan mati-matian saat bersama Raka ia tumpahkan sejadi-jadinya saat ini.
Tangis yang pecah hingga membuat dadanya terasa sesak. Ayna tidak mengerti dengan perasaanya, tapi mengetahui kenyataan pahit itu, rasanya seperti menghancurkan kepingan perasaan utuh yang sempat Ayna simpan diam-diam.
Mungkin terdengar berlebihan, tapi itulah yang Ayna rasakan sekarang. Tiba-tiba saja kenangan manis antara dirinya dengan Raka terputar di tempurung kepalanya.
Masa saat mereka masih duduk di bangku SMP. Saat itu masa orientasi siswa, Raka yang masih bertubuh mungil, berbeda dengan Ayna yang bertubuh bongsor pada saat itu.
"Kamu! Push up seratus kali!" ujar salah satu anggota OSIS yang mengurus semua kegiatan masa orientasi siswa di SMP saat itu.
Raka yang masih bocah itu hanya mengangguk seraya menuruti perintah senior tersebut dengan mata yang berkaca-kaca. Wajar saja, umurnya saat masuk SMP baru dua belas tahun, ditambah Raka yang sangat anak mami banget.
"Sembilan puluh delapan, sembilan puluh sembilan, seratus! Ok cukup," ujar orang itu. Ayna ingat orang itu bernama Firman. Anggota OSIS paling sadis yang pernah ia kenal di SMP nya.
Setelah memastikan Raka sudah menyelesaikan hukumannya akibat tidak menggunakan atribut lengkap. Cowok itu pergi ke tempat lain dan memberikan hukuman yang serupa pada siswa yang melakukan kesalahan.
Raka dengan tubuh yang lemas dan ngos-ngosan itu duduk di pinggir lapangan dengan wajah yang pucat pasi.
Di situ lah Ayna datang, ia mendapati Raka yang nyaris pingsan dan sudah tergeletak ditanah, tapi masih sepenuhnya sadar.
"Kamu nggak papa?" tanya Ayna panik. Namun Raka tak mampu menjawab, napasnya yang memburu tak membuat anak laki-laki itu bisa bicara.
Tanpa menunggu lama, Ayna segera menggendong Raka di punggungnya, dan membawa anak Raka ke UKS.
Setidaknya itu adalah awal mula mereka kenal, meski masih banyak kejadian-kejadian manis dan pahit yang sama-sama mereka lalui, hal yang begitu sulit dilupakan oleh keduanya, khususnya Ayna.
Lamunan gadis itu buyar saat pintu kamarnya tiba-tiba dibuka. Ayna mendapati Azkia, adik perempuannya yang masih berusia empat tahun berada di ambang pintu.
"Kakak mau makan telol cepok," ucap gadis kecil itu cadel. Tapi Ayna paham dengan maksudnya.
Mamanya adalah seorang wanita karir yang bekerja seharian, begitu pula dengan papanya yang bolak balik luar negeri untuk mengurus bisnisnya, dan itu membuat Ayna dan adiknya harus saling menjaga satu sama lain. Meski di rumah mereka ada asisten rumah tangga dan juga baby sitter yang bekerja khusus untuk menjaga adiknya, tapi tetap saja Ayna tidak pernah sepenuhnya mengandalkan Mbak Wiwik baby sitter untuk mengurus Azkia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Refano
Teen Fiction"Jika mencintai tanpa memiliki itu wajar, jadi memiliki tanpa mencintai juga sama wajarnya, kan?" -Refano Angga Januar. "Selalu bersama dan menyimpan perasaan, bukan tak ingin mengungkapkan, namun ada banyak ketakutan yang harus dipertimbangkan. Seb...