Seoul, 2008
St. Mary Hospital.
Tak ada yang mau berakhir di rumah sakit. Termasuk juga aku, tetapi ini seperti agenda rutinan.
Aku membencinya seperti membenci taburan wijen dan acar di burgerku.
Unit gawat darurat selalu akan penuh dengan manusia. Ada terlalu banyak aktivitas dan mereka semua berisik seperti kecoa.
Satu hal lagi untuk membenci rumah sakit.
"Park Jiyeon," aku berhenti dari aktivitas menggigiti kuku ibu jariku, agak meringis karena plester luka yang selalu sengaja aku letakkan melingkar sudah terkoyak.
"Ya." Itu perawat pria dengan papan dada.
"Ibumu harus di operasi."
Aku mengerutkan hidungku, "lakukanlah."
"Kau harus membayar biaya administrasinya." Tambah perawat itu.
Ya, tentu semua membutuhkan uang. Rumah Sakit bahkan mata duitan. Aku dan ibuku miskin, dan ayahku tak punya pilihan selain meninggalkan kami demi janda kaya di kota sana.
Lalu aku harus apa?
"Tidak bisakah kalian menunggu setelah operasi berlangsung?"
Perawat itu menghela napas, ia kelihatan sudah bosan melalui ini berkali-kali.
Mungkin dia depresi menghadapiku, well, ia tak bisa menyalahkan anak 17 tahun yang nyaris kehilangan ibunya.
Aku bahkan tidak sempat mengganti bajuku saat mereka mengabari ibuku kena serangan jantung.
Sudah lama mereka ingin memasang ring di jantungnya, namun kami tidak punya uang. Aku tak mengerti bagaimana mendaftar ke program tunjangan pemerintah.
"Maafkan kami nak, kami tidak bisa membantu." Setelah itu ia pergi.
Kegelisahanku semakin menjadi. Apa aku jual saja keperawananku?
Aku tak punya pilihan lain. Hasil bekerja sambilan di tiga tempat saja tak menutupi kebutuhan kami, termasuk biaya rumah sakit ibu, jangan ditanya untuk operasi.
Aku jelas menolak berhutang pada rentenir. Hidup kami sudah susah, aku tak mau berakhir dikejar-kejar debt kolektor.
"Anakku!" Jeritan menyayat hati seorang wanita membuat aku berhenti melangkah.
Sepasang suami istri berpakaian rapih nampak menghadap seorang dokter. Aku kenal, itu dokter Jung. Ibuku biasa memeriksakan kondisi penyakitnya pada pria itu.
"Kita harus segera mendapatkan donor ginjal untuknya, nyonya Ji."
Wanita yang dipanggil nyonya Ji berusaha berdiri tegak, "temukan pendonor itu, aku akan membayar berapapun untuk ginjalnya!"
Berapapun?
Apa ini jawaban Tuhan untuk kegelisahanku?
"A-aku akan mendonorkan ginjalku!" Tanpa sempat memikirkan resikonya, aku telah menyela perbincangan seorang wali pasien dengan dokternya.
Aku tahu mereka tidak senang di interupsi jadi aku menekan kata-kataku. "Jika ginjalku cocok dengan anak nyonya, mau kah anda memberikanku uang?"
Dokter Jung terkejut, "Jiyeon...."
Sosok pria yang selama ini berdiri di samping nyonya Ji membuka suara. "Apa kau yakin gadis muda?"
"Ya."
Daripada aku menjual diri dan terancam hamil atau terkena penyakit seksual menular. Lebih baik aku menjual ginjalku.
Hidup itu lebih sulit daripada mati, dan aku tidak mau anakku harus menanggung akibat dari perbuatanku.
Aku tidak tahu jika keputusan ini akan mengubah seluruh aspek kehidupanku, ditambah lagi, aku akan terlibat dengan keluarga Ji yang terkenal di kalangan Chaebol itu.
.
.
.Biodata
Park Jiyeon
The Savage Secretary
7 tahun bekerja menjadi sekretaris Techno Ji. 5 tahun dengan Ji senior dan sekarang tahun keduanya bekerja dengan Ji junior. Di antara skuad sekretaris, Jiyeon yang paling berani mengutarakan pendapatnya. Nama lainnya si miss cepat, tepat, akurat.
Likes : Uang
Dislikes : BosnyaJi Changwook
The Hades, Devil Boss, Satan and etc.
Ji junior yang baru saja mengabsahkan kedudukannya sebagai pewaris kerajaan Ji. Tampan, muda, dan kaya raya. Sayang wajah tak menjamin watak. Mulut yang pedas, prinsip hidup yang kolot membuat sebagian karyawannya sering mengumpat.
Likes : semua perfek
Dislikes : Sekretarisnya (masih abu-abu)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Sajangnim (hiatus)
FanfictionKatakan padaku, bos seperti Ji Changwook bisa ditukar tambah dimana? - Jiyeon, sekretaris yang punya keinginan menjadi Sailormoon untuk menghukum bosnya dengan kekuatan bulan. Tak ada yang bisa menolakku - Ji Changwook bos macho yang belum minum oba...