TARAS: Rasa Yang Hilang

169 55 36
                                    

~Setidaknya sekali, biarkan aku memohon pada Tuhan untuk bermimpi memilikinya~

TARAS: Rasa Memiliki
Stief.AN Ran/@BaekStie26

***

DERAP langkah kaki terdengar tergesa-gesa menyusuri ruangan sempit yang menjadi salah satu markas tentara Dai Nippon di Batavia. Napas yang terengah-engah berhenti ketika sampai di depan pintu bercat cokelat tua. Dengan pandangan tajam nan menusuk, si empunya memutar kenop pintu dan ruangan bernuansa markas militer pada umumnya menyambut penglihatannya. Beberapa jam yang lalu ia disuruh menghadap pada kaptennya dan di sinilah Taka, berdiri tegak menantang pada pemimpinnya, Kapten Tsukigara Yamamoto.

Setelah memberi hormat, tiada percakapan yang terjadi. Tsukigara Yamamoto, ayah kandungnya tak berucap sepatah kata pun. Seharusnya Taka tahu itu bukanlah pertanda baik untuknya. Apalagi mengingat desas-desus ia menolong seorang perempuan pribumi menyebar dengan cepatnya bak sebuah gubuk yang dilahap api. Tentunya Tsukigara merasa malu dengan tingkah laku anaknya, tetapi ia sangat tahu jika Taka tidaklah merasa demikian. Jawabannya tercetak jelas di raut wajah tegas Taka yang tak gentar sama sekali. Ia serius ketika mengatakan akan mengibarkan bandera peperangan pada bangsanya sendiri.

“Kau tidak ingin mengatakan apa pun padaku?” Suara berat Tsukigara menyapa indra pendengaran, tetapi tak sedikit pun Taka berniat membalas pertanyaan itu.

“Taka Yamamoto, kau mendengarku?”

Taka bergeming, lebih memilih menatap penuh pada tembok bercat abu-abu di belakang Tsukigara. Benci tak diacuhkan oleh anaknya sendiri, lantas Tsukigara mendekat pada Taka dan dengan sekali gerakan, ia menendang tubuh Taka hingga si empunya meringis kesakitan, tetapi ia masih berusaha untuk tetap berdiri tegak. Ini masalah harga diri dan Taka tak ingin terlihat lemah di depan musuhnya.

“Apa kau telah kehilangan salah satu fungsi otakmu? Mau sampai kapan kau membuatku malu? Kau baru ditugaskan ke sini beberapa bulan yang lalu dan kau sudah membuat banyak masalah untukku?” Tsukigara menatap tajam pada Taka yang bergeming, tak berniat mengucapkan sepatah kata pun. “Jadilah anak yang berguna untukku.”

Dengan begitu ia pergi, meninggalkan Taka dengan rahang yang mengeras. Tidak, ia tidak boleh tersulut semudah ini. Ia punya tujuan yang lebih besar dari sekadar memenangkan egonya sendiri. Setidaknya ia harus bertahan sedikit lagi.

“Taka? Kau baik-baik saja?”

Seorang tentara Dai Nippon yang sama tingginya dengan Taka menyapa dan tersenyum mengejek ketika melihat Taka bergeming di tempat. Ia tahu jika temannya itu baru saja dimarahi habis-habisan oleh kapten mereka.

Ah, lagi-lagi kau menambah masalah untuk dirimu sendiri. Mengapa kau tak berhenti saja?” tanya pemuda itu sembari duduk di kursi kayu yang tersedia di dalam ruangan itu. “Lagi pula kau punya segalanya. Bersantailah sedikit dan biarkan mereka yang bekerja keras.”

“Diamlah, Hiroki. Aku tak menerima masukan dari orang yang bahkan gagal dalam mengayunkan sebuah katana.

Hiroki mencibir, merasa terhina oleh ucapan sarkas Taka. Lagi pula di zaman ini, mereka sudah tak begitu memerlukan katana. Ada banyak senjata canggih yang bisa ia gunakan dengan mudah. Senapan Arisaka misalnya.

Taka berbalik dan menatap serius pada Hiroki. Ia tahu jika Taka ingin membicarakan hal penting yang selama ini ia rencanakan. Sungguh Hiroki sudah tak bisa menghentikan pemuda berusia dua puluh tahun di depannya. Hiroki terkadang merasa aneh dengan sikap Taka yang sangat bertentangan dengan semua orang. Dari mana ia mendapatkan motivasi untuk memberontak pada bangsanya sendiri? Sungguh Hiroki tak habis pikir. Jika saja ia tak mengawasinya, pasti Taka dengan segala pemikiran gilanya akan menyebabkan kekacauan yang lebih besar dari ini.

ᴛᴀʀᴀꜱ: ᴅɪ ᴀᴍʙᴀɴɢ ʙᴀᴛᴀꜱ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang