Tiga

65 7 0
                                    

Kapal Tuan Lundberg berangkat sebelum pukul sembilan. Alice, Claes, dan ibu mereka tetap berdiri di dermaga sampai kapal itu benar-benar hilang dari pandangan mereka. Nyonya Lundberg harus pergi ke rumah salah satu temannya yang tidak jauh dari dermaga untuk mengambil beberapa potong roti. Ia meninggalkan dermaga bersama Claes, sementara Alice yang menolak pergi dan tetap di sana sampai ibunya kembali.

Sekitar setengah jam Alice berdiri di sana, memandang ke arah laut yang dicintai ayahnya.

Dibiarkannya angin dingin bulan Januari Smogen menggigiti wajah dan meninggalkan warna merah di kedua pipinya. Rambutnya yang kemerahan berayun diterbangkan angin laut. Sekelompok burung kedidi putih yang mencari makan di sekitar dermaga pun berkicau nyaring, seolah ikut mengantarkan kepergian ayah Alice. Kurang dari setengah jam, ibunya dan Claes telah kembali. Mereka pun berjalan beriringan, pulang ke rumah dengan rasa rindu yang mesti ditahan sepuluh hari lagi.


***


Awal pelayaran merupakan salah satu waktu tersibuk di kapal. Tuan Lundberg sebagai kapten langsung memegang kemudi, sementara lima awak kapalnya bekerja keras di stasiun masing-masing. Dua awak bertugas membuka layar utama, seorang awak memastikan jangkar telah ditarik dan tali-tali tambang kapal sudah berada di tempat yang seharusnya. Seorang awak memberi arahan kepada Tuan Lundberg agar kapal tidak menabrak kapal lain, dan seorang lagi berjaga-jaga di bagian belakang kapal. Layar utama kapal telah terkembang dan angin berkecepatan tinggi langsung membawa kapal itu menjauh dari daratan. Pelayaran pun dimulai.


***


Malam harinya, Alice dan Claes telah bersiap tidur. Ranjang mereka terletak bersampingan, hanya dipisahkan sebuah meja kecil.

“Claes, apakah Ayah baik-baik saja?” Alice memecah kesunyian malam itu.

Claes yang tampaknya setengah tertidur hanya menjawab seadanya. “Tentu. Ayah kita adalah pelaut terbaik di Smogen.”

“Bukankah di waktu-waktu seperti ini selalu ada berita tentang badai musim dingin?”

Claes menjawab sekenanya. “Entahlah, tapi ayah kita telah melaut jauh sebelum kita berdua lahir. Ia telah menaklukkan banyak badai. Berdoa saja Ayah baik-baik saja lalu tidur. Aku mengantuk sekali, Alice.”

Alice agak kesal, tetapi yang dikatakan Claes benar. Ia lalu berdoa, semoga ayahnya selamat dari apa pun bahaya di laut sana. Malam itu berhasil Alice tertidur meski awalnya sulit. Tangannya diselipkan di bawah bantal, tempat ia menaruh foto dirinya saat berumur empat tahun dalam gendongan Tuan Lundberg. Hanya dirinya tanpa Claes dan itu satu-satunya.


***


Kapal mereka berhasil tiba di titik pemancingan pertama yang berjarak sekitar delapan puluh kilometer arah utara dari dermaga Smogen. Mereka tiba sesaat sebelum matahari tenggelam. Layar utama diturunkan, dan mereka sepakat untuk istirahat sebelum menebar jaring tengah malam nanti. Tuan Lundberg memakan sandwich bekal buatan istrinya bersama awak kapal yang lain.

Malam harinya mereka berenam duduk di geladak kapal sambil memakan perbekalan mereka.

“Kudengar putri keduamu lahir minggu lalu, Richard?” Tanya Tuan Lunberg.

“Benar. Untung saja wajahnya mirip ibunya, cantik.” Richard terkekeh senang. Sayang sekali pria itu harus melaut, bukannya menghabiskan hari-hari libur dengan anaknya yang baru berusia seminggu.

FAR  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang