Empat

18 5 0
                                    

Alice dan Andre menikah pada tahun 1998 dan Anna pun lahir setahun setelahnya. Bayi perempuan yang begitu cantik dan memesona. Wajahnya perpaduan sempurna Alice dan Andre. Warna mata abu-abu dan pipi merona seperti ibunya, serta rambut hitam bergelombang ayahnya. Anna tumbuh menjadi anak yang ceria. Ia selalu tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi susu yang menggemaskan. Sayangnya, Anna sering bermimpi buruk di malam hari. Ia kerap kali terbangun di tengah malam dengan raut muka ketakutan. Kejadian ini sangat sering terjadi dan setiap kali hal ini terjadi, Alice selalu berusaha menenangkan putrinya.


***

Anna membuka mata dan mendapati dirinya berada di kamar tidur yang belum pernah dilihatnya. Ia cukup yakin itu bukan kamar tidurnya atau kamar tidur orang tuanya. Sekeliling kamar itu diterangi cahaya kuning temaram, menampilkan keseluruhan ruangan bergaya ’80-an.

Hidungnya bisa membaui kayu oak bercampur cedar yang khas. Sebuah ranjang  queen size berseprai putih tulang berada di sudut ruangan beserta dua meja kecil masing-masing pada sisinya. Kamar ini tampak tidak biasa dengan empat jendela kecil bundar, serta dinding berbahan kayu merah mahogani mengkilat yang senada dengan perabotan ruangan yang didominasi kayu.

Keringat dingin bercucuran membasahi baju tidur Anna. Jantungnya berdegup kencang merasakan ketakutan mulai mengambil alih kesadaran. Ia mengepalkan kedua tangan dan menutup mata, berusaha mengendalikan ketakutannya dan mencerna informasi aneh ini. Detak jantungnya mulai stabil, intensitas dadanya yang naik turun kembali normal. Sekarang, setelah Anna bisa merasakan ruangan ini sedikit bergoyang ke kiri dan ke kanan, ia akhirnya sadar dirinya sedang bermimpi.

Mimpi itu datang lagi.


***

Anna keluar dari kamar dan menyusuri lorong panjang bercahaya kuning temaram. Tangan kecilnya memegangi dinding kapal, sebab guncangan kapal sesekali nyaris membuatnya terjatuh. Lorong itu berakhir pada sebuah ruangan yang cukup luas. Sekelilingnya dipenuhi buku-buku tua bersampul keras dengan pilihan warna tua, seperti merah darah, coklat sanekeling, dan kebanyakan hitam.

Anna menemukan sebuah tangga di ujung ruangan dekat dapur. Perkiraan Anna, tangga itu menuju bagian atas kapal. Mungkin ia bisa keluar dari sini. Setelah menaiki tangga, Anna tiba di bagian haluan kapal.

Pemandangan lautan lepas kala malam hari di depannya serasa tidak nyata. Ombak menggulung tinggi dan angin kencang membawa percikan air laut mengenai kulitnya. Sekarang Anna telah berada di luar, tetapi ia masih tidak mengerti mengapa ia berada di sini. Apa yang harus ia temukan?

Anna melihat sekeliling kapal. Di sana, pada bagian samping, ia mendapati seorang pria berjongkok sambil merapikan tumpukan jaring. Anna hanya melihat bagian punggu orang itu. Ia memakai kemeja flannel bermotif kotak-kotak dan celana jeans.

“Halo?” Anna menyapa sosok itu.

Lelaki itu tidak menghiraukan. Tangannya tetap melakukan pekerjaan dengan tenang, seolah Anna tidak di sana.

Sir?” Anna kembali bertanya, kali ini dengan suara lebih keras.

Karena merasa aneh, Anna kembali melihat sekeliling. Bahkan anak sebelas tahun itu tahu ada yang tidak beres dengan seorang lelaki yang memperbaiki jaringnya di tengah badai seperti sekarang.

Ia menelan ludah, perlahan mendekati sosok itu. Anna berjalan sekitar lima langkah dan lelaki itu menghentikan gerakan tangannya. Punggungnya mulai bergerak naik turun dan semakin lama gerakannya makin kasar.

“Anda baik-baik saja?” Anna melangkah lebih dekat.

Gerakan punggung lelaki itu berhenti, lalu ia mulai berdiri. Anna yakin lelaki di depannya ini lebih tinggi dari ayahnya. Otot-otot tangannya begitu kekar dan rambutnya hitam bergelombang.

“Anda baik-baik saja? Sekarang kita ada di mana?” Anna bertanya sekali lagi.

Sosok yang hanya menampakkan punggungnya itu berbalik perlahan. Gerakannya lambat sekali dan rambut hitam bergelombang tadi memanjang hingga sebahu, lambat laun memutih. Hal yang sama terjadi pada tubuhnya yang kekar. Otot-otot itu hilang entah ke mana. Seiring sosok itu berbalik, tubuhnya pun ikut berubah dari postur kekar menjadi tubuh lelaki tua ringkih.

Sosok itu berbalik sempurna dan mereka saling bertatapan. Tubuhnya tinggi ringkih dengan rambut putih bergelombang sebahu. Janggutnya tumbuh lebat dengan mata cekung dan bibir pucat pasi. Anehnya, Anna merasa mereka pernah bertemu sebelumnya. Sosok itu melihat ke dalam mata Anna. Warna mata mereka sama dan perasaan sedih tiba-tiba membuncah begitu saja.
Lelaki itu mulai menangis. Tangisannya makin nyaring, seiring bahunya yang naik turun. “Anda baik-baik saja?” Anna terlihat khawatir.

Keanehan terjadi lagi. perlahan, sosok itu terlihat basah. Bajunya berubah compang-camping, bahkan celananya tadi telah terpotong sampai bagian lutut. Rumput laut tiba-tiba muncul menyelimuti kepala, pundak dan kakinya. Anna tidak tahu bagaimana menjelaskan ini, tetapi sosok itu berubah mengerikan seiring tangisannya.

Kegerian kembali menyergapnya. Sosok itu berubah menjadi Draugen yang selalu menghantuinya dalam mimpi.

Anna menjerit keras. “Aahh!”

Kakinya seperti kehilangan kekuatan dan ia jatuh tersungkur. Sosok itu kini berubah sempurna menjadi Draugen yang kerap menghantui mimpinya.

“Aku mau pulang. Aku ingin terbangun dari mimpi ini.” Anna terisak.

Dengan langkah patah-patah, sosok Draugen itu melangkah mundur dengan tetap menghadap Anna yang jatuh tersungkur. Sosok it membentur sisi kapal, lalu terjatuh ke dalam lautan.

Semuanya gelap.

FAR  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang