"Kau sudah di mana, mengapa ponselmu tidak bisa dihubungi?"
"Pesawatku baru landing, Paman. Apa Paman lupa bahwa aku harus mematikan ponselku selama sebelas jam lima puluh lima menit?" Sora cukup kerepotan ketika harus mengangkat kopernya yang baru saja tiba dan menaruhnya ke atas troli dengan satu tangan lain yang memegang ponsel di daun telinganya. "Sudah dulu ya. Sampai jumpa."
Gadis Min itu menyimpan ponselnya ke dalam saku. Mendorong troli dengan beban koper serta tasnya, ia menyempatkan diri untuk mampir ke toilet sebentar saja. Sengaja memakai hoodie dengan topi, masker dan juga kacamata bening untuk kamuflasenya. Tentu, tak boleh ada satupun yang mengenalinya saat ini. Keluar dari dalam sana, ia kembali mendorong trolinya dengan kecemasan yang terlalu kentara. Niatnya untuk menaiki subway ia urungkan sekarang, lebih baik naik taksi meski argonya akan jauh lebih mahal untuk berjaga-jaga.
***
"Halo ..." Sora berteriak riang ketika Paman Nam sudah membuka pintu dan memeluknya selama sesaat sebelum kemudian berlari ke arah sang mama dan menciumnya yang sedang duduk di atas kursi roda. "Mama ... Sora pulang." Gadis itu tak berhenti memeluk dan menciumi sang mama yang hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala dengan sorot mata yang turut bahagia setelah menantikan kedatangan putrinya.
"Wah, mama terlihat sehat sekarang. Tapi, apa ini, kenapa mama jadi lebih kurus?" Sora menatap sedih sang mama, tetapi kemudian pura-pura antusias lagi karena raut mama juga berubah muram karenanya.
"Selera makan Bu Min memang sedang menurun, Sora." Paman Nam bersuara, membuat sang mama segera menyorotinya seolah bilang, jangan beritahu pada Sora.
Sora berjongkok, mengambil kedua tangan mama dan menggenggamnya. "Sora akan berusaha supaya pengobatan mama bisa dilanjutkan lagi. Mama harus sehat, okey?" Beranjak dari sana ia menatap ke sekeliling ruangan itu. Apartment kecil yang sudah ia tinggalkan selama tiga tahun belakangan bersama dengan seluruh kenangan buruk yang harus dilepasnya.
"Bibi Yoo sudah jarang sekali datang, jadi Paman sewa satu perawat yang datang sekali dua hari. Hanya itu yang kita bisa." Paman Nam berbisik kecil di sebelahnya.
"Tentang kondisi kesehatan mama?"
Mendengar itu Paman Nam sempat menghela nafas sebentar, kemudian ia kembali bersuara lebih pelan. "Tiga bulan lalu, atau lebih mungkin, Paman membawa untuk check up."
Kepala Sora berdenyut mendengar itu. Kehidupannya di Manchester juga tak lebih dari kata berkekurangan. Ia selalu gagal mengambil kerja paruh waktu seperti mahasiswi kebanyakan, jadi sesekali dirinya mengambil job sebagai model busana musim panas untuk brand brand kecil yang hanya membayarnya senilai biaya sewa dorm selama sebulan. Hanya itu yang ia bisa. Sebab dibandingkan yang lain, ia memang sangat sulit mendapat pekerjaan paruh waktu. Tiap kali ia mencoba, selalu penolakan yang ia dapatkan. Bahkan ketika ia melamar sebagai paruh waktu di sebuah restoran cepat saji dalam waktu yang bersamaan dengan roommatenya yang bernama Christie, restoran tersebut menolaknya tetapi menerima Christie.
"Uangku juga sudah menipis, Paman. Pulang ke sini memakan biaya yang lumayan."
Paman Nam menepuk-nepuk bahunya, mengerti betapa berat kehidupan gadis muda yang pernah menjadi majikannya di masa lampau itu. "Tidak usah khawatir, bukankah alasanmu pulang untuk memperbaiki ini semua?"
Gadis Min itu tak menjawab, ada keresahan yang terlampau gamang di dalam hatinya. Seolah kepulangannya menjadi sebuah keadaan yang baik dan buruk secara bersamaan. "Aku masih tidak bisa membayangkan bahwa aku akan menikah, Paman." Suara gadis itu sarat akan nada khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHO
FanfictionKehidupan Min Sora berubah seratus delapan puluh derajat. Segalanya hilang seolah kembali ke titik nol. Tetapi kemudian ia terpaksa menikah dengan seorang yang pernah ia risak di kehidupan lamanya. Pria yang membencinya setengah mati dan merencanak...