Yeah, this is my life, always dreamin' for a dream to come true.
This meaningless life, Wanting somethin' I can't see, and somethin' I can't reach, or somethin' that could not exist.
No more of this I wanna cry, dried out but feel like I should cry.
Tell the world that I'm still here tonight.Bulan menyapa bumi dan isinya. Bintang tampaknya absen hari ini. Meski begitu, langit menjadi cerah setelah beberapa jam yang lalu menangis tersedu-sedu membuat manusia mengeluh. Brian dan Joane duduk di bangku taman. Sama-sama menatap rembulan yang mencolok di tengah-tengah langit berwarna biru gelap yang menjadi warna dasarnya.
Derik hewan malam menjadi pengisi keheningan di antara dua manusia, Brian dan Joane. Mereka memutuskan singgah ke taman setelah menghabiskan waktu bersama di kafe yang akan mendekati waktu tutup. Selama di kafe, mereka berbincang mengenai banyak hal. Dari hobi hingga aktivitas sehari-hari. Mereka jelas menghindari topik berat. Sekat di antara keduanya masih berdiri kokoh dan tidak ada satu pun yang ingin merobohkannya meski melakukannya sangat mudah, mengingat sekat itu tipis sekali.
"Joane, bukankah pekerjaanmu terbilang sulit?"
"Ya, benar. Tapi aku tetap melakukannya."
"Kenapa?"
"Untuk mengumpulkan pundi-pundi uang."
"Apakah kamu merasa bahagia?"
Joane menutup rapat bibirnya. Tidak langsung menjawab. Brian menoleh, menatap wajah gadis di sebelahnya yang tak kunjung menjawab pertanyaannya. Joane merasa bingung dan Brian menyadari perasaan itu. Gadis itu pun menggelengkan kepalanya pelan, sedikit ada rasa keraguan. "Tidak." jawabnya lalu menatap manik mata Brian.
"Kenapa?" Joane tiba-tiba merasa gugup mendapatkan pertanyaan dari Brian. Joane kembali menengadahkan kepalanya, menatap langit malam. Brian mengikuti pergerakan yang sama dengan Joane. Pria itu tahu bila Joane tidak akan menjawab pertanyaannya dengan cepat. Gadis itu perlu waktu lama untuk berpikir. Di sampingnya, Joane kelewat paham dengan apa yang dilakukan pria di sebelahnya. Brian hendak merobohkan sekat tipis di antara mereka dan dia harus membantunya. Joane tidak merasa sungkan, dirinya benar-benar ingin membantu Brian. Hanya saja dia merasa bingung, bagaimana cara membantunya? Bahkan Joane sendiri tidak tahu alasan mengapa ia mendapatkan rasa sesak dan muak bersamaan yang terus-menerus menggerogoti jiwanya.
"Brian, boleh aku bertanya lebih dulu sebelum aku menjawab pertanyaanmu?" Brian terkejut mendengar permintaan Joane, ada rasa was-was ketika Joane meminta izin untuk bertanya kepada dirinya. Tapi, Brian tetap memberi izin dengan mengangguk. Joane tersenyum kecil karena diperbolehlan bertanya. "Apakah kamu tahu perbedaan hobi dan cita-cita?" Brian mendengus lucu, mendengar pertanyaan Joane seakan-akan itu adalah pertanyaan konyol dari bocah cilik yang bertanya mengapa jalan pertigaan dan perempatan ada, padahal jalan perduaan tidak ada? Kendati demikian, Brian harus tetap menjawabnya 'kan? Salahkan dirinya yang sudah menarik topik ini ke dalam obrolan mereka.
"Tentu, aku tahu. Hobi adalah kegemaran pada waktu senggang dan bukan pekerjaan utama. Sedangkan, cita-cita adalah keinginan sempurna yang selalu ada di dalam pikiran. Mengapa bertanya begitu, Jo?" Brian menghadap Joane yang masih menatap langit. Senyum kecil milik Joane sudah lenyap. Netranya meredup. Brian melihat semua itu dan hanya duduk, tak bergeming.
"Hobi bukan pekerjaan utama 'kan? Artinya, aku benar dalam memilih pekerjaan 'kan?" Joane justru memberi rentetan pertanyaan yang mengacu pada keyakinan dirinya. Manik mata milik gadis itu bergetar, jemarinya mengepal kuat. Brian tahu dan dia membiarkan gadis itu meluapkan rasa muaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
K-Pop Song fiction
FanficIrama derasnya hujan yang tak kalah keras dengan suara musik yang berasal dari speaker ponsel. Ya, disaat itulah sebuah lampu bercahaya kuning menyembul dari kepala seorang gadis remaja. Pena dan buku diambil sesegera mungkin lalu menorehkan segala...