Janus.

583 83 5
                                    

"Pergilah! jangan sampai aku melihatmu lagi."

Bayangan sosok tinggi itu terpatri di dinding ketika kilat menyambar di atas langit malam-membentuk garis tak beraturan.

"Tapi, Tuan-"

Sebuah tas cokelat dilempar tepat di hadapan wanita bertudung hitam yang terduduk di tanah berlumpur.

"Ambil semua uang itu." Pandangannya remeh, namun penuh dengan ancaman. "Jika kau masih ingin hidup, lupakan semua yang pernah terjadi."

CTAR!

Wanita itu bergidik. Bangkit dengan sedikit terhuyung lalu berlari sambil mendekap tas cokelatnya dengan langkah gemetar. Tudung hitamnya tersingkap-tertiup angin, menampilkan bercak darah yang menodai sebagian gaun lusuhnya.

Pria itu masih di sana. Mengamati kepergian sang wanita seakan ini menjadi kali terakhir mereka bertemu.

"Larilah...teruslah begitu sampai aku tidak bisa menemukanmu."

.

.

.

Sasuke menyesal karena ia telah memanggil perempuan muda itu dengan sebutan 'Nona'. Seharusnya ia bisa sedikit membaca situasi dan kondisi. Termasuk eksistensi Toneri Otsutsuki yang nyatanya adalah raja di rumah ini. Pria berambut putih dengan mata yang hampir serupa dengan milik Nyonya Hinata, jelas bukan orang yang bisa diabaikan begitu saja.

Ketika seorang pelayan berambut kuning mengantarkan Sasuke ke ruang makan, ia menyadari bahwa Tuan Toneri sangatlah sempurna.

Begitu cocok bersanding dengan Nyonya Hinata. Bahkan ketika mereka terdiam sambil menikmati makan malam dengan duduk di kursi yang bersebrangan, pemandangan itu seketika membuat Sasuke iri. Keduanya bak dewa-dewi yang tinggal dalam sebuah istana di atas awan.

Tak terjangkau, tak tersentuh, begitu tinggi untuk diraih dengan tangan kecilnya.

"Kenapa masih berdiri di sana?"

Hinata yang berbicara, tapi Toneri yang menoleh ke arah Sasuke. Pandangan mereka hampir bertemu jika Sasuke tak buru-buru menundukkan kepala.

"S-saya..."

"Duduklah." Suara berat pria itu membuat Hinata mengangkat kepala. "Kau adalah tamu istriku, itu berarti tamuku juga."

Sasuke sedikit meremas celana berbahan sutra yang baru pertama kali dipakainya. Dengan langkah gugup, ia mendekati meja panjang yang berisi berbagai kudapan yang memanjakan mata dan indera penciumannya. Tiba-tiba seorang pelayan sudah berdiri di belakangnya, dengan cekatan menarik kursi untuk ia duduki.

Dalam sudut pandang para pelayan, ketiganya persis seperti sebuah keluarga kecil. Sepasang suami-istri dan putra semata wayang mereka.

Makan malam benar-benar hanya diisi oleh dentingan garpu dan piring. Meski makanannya sangat lezat, Sasuke harus tetap menjaga tatakrama. Ia menerka, apakah situasi semacam ini selalu terjadi setiap malamnya?

Atau...karena keberadaannya saat ini?

Toneri sesekali mencuri pandang ke arah Hinata yang selalu tenang seperti biasa. Lalu sesekali melemparkan pandangan pada anak itu juga.

Dengan jarak yang cukup dekat, ia baru menyadari betapa hitamnya rambut yang senada dengan manik kelam itu. Kulitnya putih pucat, satu tingkat di bawah Hinata. Dan luka lebam...apakah itu alasan Hinata membawa anak itu kemari?

CHAINS [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang