2. Kolong Ranjang

14 4 0
                                    

Hari ini adalah hari dimana Vani pindah kost'an. Setelah insiden banjir besar yang melanda daerah kost'an lamanya, membuat ia kehilangan banyak barang-barang termasuk buku-buku kuliahnya.

Semuanya basah dan tidak bisa terpakai lagi. Itu bukan kali pertama kamarnya kebanjiran. Sudah berkali-kali dan ia tetap bertahan. Hanya saja itu adalah kejadian tersialnya. Hujan deras yang datang makin mempertinggi volume air dalam kamarnya.

Vani memutuskan pindah ke kost'an yang tak terlalu jauh juga dari kampusnya. Tentunya dengan budget pas-pasan untuk tiap bulannya. Maklum, kantong mahasiswa.

Ia menemukan kamar kost yang lumayan besar, mungkin lebih baik dari kost'an lamanya. Karena dengan biaya yang juga masih setara dengan kost'an yang dulu.

Pertama kali yang Vani lihat ketika menginjakkan kaki di tempat ini adalah bangunan tua yang cukup besar dan tinggi, katanya bangunan ini memiliki empat lantai.

Lantai dasar dan lantai dua di tempati oleh penghuni tetap, yang telah di jual oleh pemilik kost'an. Sisanya lantai tiga dan empat, masih di jadikan kost'an sementara.

Kamar ini berada di lantai tiga. Ruangannya tidak pengap, ada ventilasi yang cukup. Kamar mandi ada di dalam. Jadi Vani tidak perlu lagi bangun pagi terburu-buru untuk menempati kamar mandi yang pertama.

Kala Vani membereskan setiap sudut kamarnya, ia menemukan secarik kertas di bawah tempat tidurnya.
Di sana bertuliskan.
"Maafkan aku, aku tak akan mengulanginya lagi, kumohon bebaskan aku dari sini..!"

Kertas lusuh dan kusut itu membuat dahi Vani berkerut. Mungkin pikirnya itu adalah milik penghuni sebelumnya.

Sesaat Vani bergidik ngeri, kalimat itu aneh.

Ia pun membuang kertas itu dan kembali menyapu tiap sudut yang belum terjemah.

***

Malam semakin larut, Vani baru bisa pulang setelah pukul sepuluh lewat lima belas. Hari ini kegiatan di kampusnya sangat padat, belum lagi banyak tugas yang harus ia selesaikan di perpustakaan.

Setelah mengunci pintunya, Vani bergegas menuju kamar mandi untuk bersih-bersih.

Setengah jam berlalu dan ia masih berkutat di dalam sana.
'Kriinng.. Krinngg..'
Suara pesan masuk dari hpnya, membuat Vani buru-buru menyelesaikan kegiatannya dan keluar kamar mandi.

Selepas berpakaian piyama lengkap, ia membuka laptop sambil menyenderkan punggungnya di kepala ranjang. Vani membuka messenger untuk mengecek siapa yang mengiriminya pesan.

Ternyata itu adalah teman onlinenya, yang dia kenal beberapa hari yang lalu saat hari pertama Vani pindah ke kost'an ini.

Seseorang yang bernama Gio itu katanya alumni kampusnya satu tahun yang lalu. Ia mendapat nomor Vani dari grup Himpunan Fakultas. Karena kebetulan mereka berada di fakultas yang sama.

Mata Vani semakin lelah, ia menutup laptopnya dan meletakannya di nakas. Kemudian meraih hpnya untuk kembali melanjutkan sesi chatnya.

Ia belum pernah bertemu dengan Gio, tapi rasanya nyaman sekali mengobrol dengannya. Sampai Vani merelakan jam tidurnya yang sudah lewat tengah malam demi mempertahankan obrolan tak penting.

Jam terus bergerak menunjukkan jarum ke angka dua belas. Ketika Vani hendak tidur. Hampir kehilangan kesadarannya karena sudah terlalu ngantuk.

Tiba-tiba saja ranjang bergerak mengguncang tubuh Vani, membuatnya terbangun dan kaget. Matanya bergerak menatap langit-langit kamar, melirik tiap sudut ruangan. Memastikan bahwa itu bukan gempa bumi.

Barang-barang di dinding dan meja pun tak ada yang bergeser dari tempatnya. Apa itu cuma mimpi? Tanyanya pada diri sendiri.

Vani kembali menutup matanya, ia semakin tenggelam dalam tidurnya. Tapi seketika tubuhnya terasa berat. Panas menjalar di seluruh permukaan kulitnya. Seperti ada yang menindih tubuhnya dari atas.

Vani menggerak-gerakan tubuhnya, berharap sesuatu yang menimpanya bisa hilang. Penglihatannya memburam, ia tak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi padanya. Tubuhnya masih sangat sulit di gerakkan. Napasnya terengah-engah, dadanya sesak.

Dalam hati ia terus merapalkan doa-doa, lidahnya kelu sulit berkata-kata. Atau sekedar berteriak minta tolong.

"Hah.. Hah.. Hah.."
Dadanya kembang kempis, tekanan irama jantungnya tak beraturan.
Vani terbangun dari tidurnya, seluruh tubuhnya basah keringat.

Ia melirik jam dinding, masih pukul satu lewat tengah malam. Vani kaget, padahal rasaya mimpi buruk itu sudah semalaman. Ternyata hanya berlangsung sejam saja.

Dengan lemas ia meraih hp yang ia letakan di nakas sebelah tempat tidurnya. Ia berniat menghubungi Gio, untuk sekedar menemani malamnya yang menakutkan.

"Ya udah aku ke kost'an mu sekarang ya, tunggu sebentar." sepenggal pesan dari Gio membuat Vani membulatkan matanya.

"Eh ga usah kak Gio, aku gak papa kok. Lagian ini udah malem, ga enak sama tetangga dan ibu kost." jawab Vani.

"Tunggu sepuluh menit lagi aku sampai."
Vani gelagapan, dari mana Gio tahu alamat kost'annya? Apa dia cuma bercanda saja? Lagian mana ada orang yang ingin berkunjung lewat tengah malam begini.

'kriingg..'
"Lima menit lagi. Aku udah di depan gedung kost mu."

Vani kaget, ia berlari menuju pintu kamarnya. Menggeser lemari bajunya menutupi pintu agar semakin tertutup rapat.

'Drap. Drap. Drap'
Suara langkah kaki dari kejauahan terdengar semakin mendekat.
Sementara itu..
'Kringg..Kring.. Kringg.."
Hp Vani berbunyi keras menandakan telepon masuk. Di sana tertera nama kontak Gio.

Jantung Vani makin berdegup tak karuan. Ia melempar hp nya sampai ke bawah tempat tidurnya. Suara langkah kaki dan hp nya berpadu jadi satu, membuat Vani makin frustasi.

'Tok.. Tok..'
Pintu kamarnya ada yang mengetuk perlahan. Vani memejamkan mata dan menutup telinganya dengan kedua tangannya.

Di saat yang bersamaan ranjang tidurnya kembali bergerak, di sertai cahaya dari layar hp Vania yang terletak hampir masuk ke kolong ranjangnya.

Vania memberanikan diri mendekati tempat tidurnya, memastikan bahwa yang di lihatnya salah. Ranjang itu tak mungkin bergerak sendiri.

Ia berniat mengambil hpnya yang terus menyala, deretan pesan masuk terus menimbulkan suara nyaring memenuhi kamar ini.

Tubuh Vani membungkuk, tangannya perlahan merayap ke kolong ranjang, wajahnya ia miringkan mendekati lantai.

Kemudian ranjang itu kembali begetar, dan..
"Huaaaaa..."
Rambut panjang dan tebal muncul dari atas kasurnya menutupi kepala Vani. Tangan Vani di tarik paksa oleh sosok aneh dari kolong ranjangnya. Tangan itu pucat pasi dan memiliki kuku yang sangat panjang serta hitam. Terdapat goresan-goresan seperti darah di lengannya.

Dengan sekuat tenaga Vani melepaskan tangannya dari tangan sosok itu. Ia menggeser tubuhnya menjauhi ranjang.

Vani menangis ketakutan. Suara ketukan di pintu berubah menjadi gedoran yang semakin keras.

Dalam kolong ranjang itu, berbisik suara yang lembut dan mengerikan
"Temani aku di sini, aku tak bisa keluar lagi."

Sepersekian detik, muncullah sesosok wanita berambut panjang merangkak dari kolong ranjang menghampiri Vani yang terkejut tak tertahankan.

Wajah pucat yang kepalanya berlumuran darah, menyeringai menatap Vani, tiba-tiba kepalanya berputar ke bawah 180 derajat. Darah pun bercucuran makin deras. Lidahnya menjulur amat panjang. Tawanya nyaring memekikkan telinga.

Setelah itu cahaya kamar menggelap. Entah lampu yang padam, atau kesadaran Vani yang menghilang.

Beriringan dengan gedoran pintu yang semakin menjadi-jadi.

Selesai..

***


Bandung | 21/05/2020

Creepy EverywhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang