Happy reading!
Jangan lupa tinggalkan jejak.
Enjoy, Guys!
****
Hidup dibayang-bayang masa lalu adalah mimpi buruk. Entah pada bagian orang yang tidak bisa melupakannya, atau pada orang yang menjadi pelampiasan serta merta turut mengambil andil pada kisah yang seharusnya tidak ada ia di dalamnya.
****
Dentuman musik diskotik menggema keras di seluruh ruangan sebuah bar. Lekukan dan gerakan bergairah seluruh orang yang berada di sini lebih mendominasi. Laki-laki, perempuan tak ada bedanya.
Berbagai minuman dengan kadar alkhohol yang berbeda terpajang dan terpampang rapi di belakang bartender.
Seorang gadis bertubuh ramping dan ideal memakai pakaian yang cukup minim sedang mengantarkan nampan berisi wine dan whisky dengan botol yang berbeda. Gadis itu meletakkan nampan tersebut di sebuah meja bernomor enam lalu segera pergi sebelum pelanggan itu meminta hal yang aneh-aneh.
Cukup tahu saja, lelaki hidung belang ini sangat kerap mencari mangsanya disini. Tak terkecuali barista-barista atau pegawai club menjadi korban.
Alika Ratu Arshena, disinilah ia selalu menghabiskan waktu malamnya untuk bekerja. Bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya sendiri dan Shean, adiknya yang masih belajar pada jenjang SMP.
Jika ada pekerjaan lain, maka ia akan lebih memilih itu. Namun, rata-rata lamarannya ditolak karna usia dan shift yang dipekerjakan tak sesuai dengannya. Jika saja orang tuanya mau membiayai sekolahnya maka ia tak akan bekerja ditempat haram seperti ini. Tak ada pilihan lain, selain waktu yang digunakan pas, uang yang dihasilkan pun cukup.
Sungguh, sekarang seluruh harga dirinya dipertaruhkan untuk bisa mendapatkan uang. Ya, uang memang sangat istimewa. Semua orang berlomba-lomba mendapatkannnya. Tak ada uang, tak ada hidup. Mungkin itu adalah prinsip orang zaman sekarang. Begitu juga dengan Shena.
Sekarang sudah waktunya pulang. Rambutnya yang panjangnya yang tadinya ia biarkan tergerai, kini diikatnya asal karna malam ini seperti biasa, selalu panas. Ia membuka laci bar lalu mengambil tas dan pakaian ganti.
"Shena!" Sontak gadis itu menolah ke asal suara. Seorang pria dengan kemeja hitam dan dasi bercorak abstrak itu memanggilnya dan menyodorkan sebuah nampan. Ia meraihnya sebelum terjatuh.
"Ini ngapain, nih?" Shena merasa aneh. Ini bukan pekerjaannya lagi.
"Antar ke meja nomor tujuh belas. Gue kebelet." Dengan gesit, Ardika-pria tadi itu meninggalkannya beserta minuman dan nampannya. Shena mendengus kesal. Tak mau mengulur waktu, dengan berat hati Shena mengantarkan pesanannya.
Di meja nomor itu, Shena melihat lelaki bertubuh semampai sedang duduk memainkan ponsel dan diapit dua orang gadis berpakaian minim sedang menggodanya. Namun lelaki itu tampak dan menghiraukan, buktinya ia masih sibuk dengan ponsel berlogo apel itu.
Shena mengenal lelaki itu. Namanya Arvin, Arvino Geraldi Abigra. Teman seangkatannya yang sangat famous di sekolahan. Oh, teman. Dia bukan teman Shena. Bahkan mereka tidak pernah kenal. Memangnya siapa yang tidak mengenal bintang sekolah itu. Berhasil membawa tim basket sekolah hingga kejuaraan nasional, memasukkan wajahnya yang rupawan ke dalam majalah remaja terkenal di seantero kota, sampai mendapat predikat cowok terganteng di sekolah. Namun Shena pernah mendengar bahwa Arvin sedikit sembrono dan sering membuat onar. Tapi anehnya dia tidak pernah dihukum.