Pagi ini langit masih mendung. Angin dari selatan datang mencabut daun-daun mati dari pohon, membawanya melayang cukup jauh dari asalnya. Terlihat beberapa ekor tupai berkeliaran, sibuk memunguti biji ek yang jatuh di tanah yang basah. Hujan deras semalam menyisakan tanah berlumpur dan genangan di mana-mana. Dua orang lelaki berjalan dengan tergesa, lumpur terciprat mengotori celana putih mereka.
"Hei, kau yakin dia ada di sana?" tanya salah satu lelaki berambut pirang.
Lelaki yang lain tidak langsung menjawab, wajahnya terlihat ragu-ragu. "Entahlah." Matanya mendelik. "Untuk itu kita harus memastikannya. Kapten akan sangat murka kalau kita tidak membawanya segera."
"Maksudku, dia itu siapa? Kenapa Kapten Ymir repot-repot menyuruh kita untuk menjemput seorang prajurit rendahan sepertinya?" Si lelaki pirang, Edward Broggs, tampak tidak suka.
Jules Berkin mempercepat langkahnya, hampir berlari. "Kudengar dia teman Putra Menteri Pertahanan, mereka seumur. Kata Kapten, dia sempat menjadi anggota batalion terakhir saat peperangan melawan Borgé delapan tahun lalu, sebelum entah bagaimana berakhir hanya menjadi seorang prajurit bayaran."
"Borgé? Bukankah Putra Menteri Pertahanan baru menjalani upacara kedewasaan bulan lalu? Berarti orang itu hanyalah anak-anak saat ikut perang?" Edward berdecak kagum. Namun, tak lama wajahnya menjadi sinis. "Tunggu sebentar, anak lelaki yang wajib ikut perang 'kan hanya dari kasta rendah? Putra Menteri Pertahanan yang sombong itu punya teman rendahan seperti itu?"
"Ya, aku sendiri sangat takjub saat pertama dengar. Tidak disangka Putra Menteri Pertahanan memiliki teman rakyat biasa, apalagi orang itu berasal dari desa kumuh di perbatasan Akryst. Kau tahu? Kudengar misi kita ini diberikan atas rekomendasinya."
"Kalau orang sepertinya bisa menjadi teman Putra Menteri Pertahanan, berarti ada dua kemungkinan. Entah dia waisya yang sengaja tinggal di kampung, atau memang rakyat jelata yang memiliki kemampuan. Tidak mungkin si Sombong itu berteman dengan orang biasa. Apa pun dia, aku tidak sabar ingin melihat sendiri bagaimana rupanya."
Jules mengangguk menyetujui. Setelah percakapan berakhir, Edward dan Jules bersaing melawan langkah angin. Gerakan mereka sangat cepat hingga terlihat seolah terbang.
***
Di depan sana, sudah terlihat gardu desa. Kertas anyaman putih―tanda suatu desa aktif―digantung apik di atap gardu. Beberapa penduduk berkeliaran keluar masuk desa dengan membawa sebuah wadah besar dari rotan di punggungnya, penuh dengan kayu bakar.
Masuk ke dalam desa, semakin ramai orang lalu-lalang. Desa itu cukup besar, walau titik-titik kemiskinan tampak jelas terlihat dari rumah-rumah penduduk yang hanya terbuat dari anyaman daun kering dengan atap beralas jerami. Hampir semua orang yang terlihat memakai pakaian berwarna cokelat lusuh. Di Akryst, semakin berwarna pakaian seseorang menunjukkan semakin tinggi kasta orang tersebut. Edward dan Jules yang merupakan kesatria kerajaan memakai seragam berwarna hitam dengan aksen merah dan emas, serta celana putih yang kini telah menguning akibat lumpur kering. Pakaian yang mencolok itu sontak membuat beberapa penduduk tertarik, beberapa bahkan terang-terangan menghentikan kegiatan mereka dan memerhatikan kedua lelaki itu bagai tersihir.
Edward menatap sekeliling sinis. Postur tubuhnya dibuat semakin tegap dengan dagu mendongak congkak. Di militer Edward memang bukanlah prajurit berpangkat tinggi, ia hanya dianugerahi gelar kesatria biasa, tetapi latar belakang keluarganya cukup menjanjikan. Ayah Edward merupakan mantan jenderal besar di masa raja yang lalu. Ia merupakan salah satu orang kepercayaan sang Raja. Edward yang telah mendapatkan hak-hak istimewa sejak dini, terkadang merasa berhak untuk angkuh dan merasa superior atas suatu kaum. Sedangkan Jules, ia hanyalah rakyat biasa yang cukup beruntung bertemu dan bersahabat dengan Edward.
Jules mengambil inisiatif lebih dulu. Ia menghentikan seorang penduduk. "Permisi Tuan, apakah Anda mengetahui di mana saya bisa bertemu dengan seseorang yang bernama Yul di desa ini?"
"Yul?" Lelaki tua itu mengernyit. "Tidak ada orang dengan nama seperti itu di sini," katanya seraya berlalu.
Jules mulai gusar.
"Kutanya sekali lagi, kau yakin ini tempat yang benar?" tanya Edward menuntut jawaban.
Jules diam. Ia sendiri tidak yakin dengan jawabannya. Tiga hari yang lalu, Kapten Ymir menyuruhnya ke perbatasan Akryst tanpa instruksi khusus ke mana tepatnya ia harus pergi. Sejujurnya pergi ke desa ini adalah intuisinya sendiri, karena perbatasan Akryst merupakan tanah terasing dengan dua daerah rural yang berjarak cukup jauh antara satu sama lain. Bisa dibilang, Jules seolah berjudi.
"Tuan-Tuan." Suara seseorang tiba-tiba menyahut, membuat Edward dan Jules kompak menoleh. "Saya tahu di mana Master Yul berada."
Edward mengernyit, menatap seorang anak laki-laki yang entah datang dari mana itu dengan curiga. Aneh, pikirnya. Kalau ada satu hal lain yang paling dibanggakan Edward selain keluarganya, itu adalah kemampuan bela diri yang dimilikinya. Ia telah terlatih sejak dini, segala indera miliknya pun telah terasah dengan baik. Biasanya ia akan awas menyadari kehadiran seseorang yang mencoba mendekat. Ia menatap anak itu lekat. Bocah laki-laki yang diperkirakan berusia tujuh sampai sembilan tahun itu memakai jubah cokelat usang kebesaran, penuh dengan tambalan di mana-mana. Wajahnya bersih dengan pipi kemerah-merahan, kontras dengan pakaiannya yang lusuh. Ia membawa keranjang kecil berisi setumpuk gandum. Matanya yang berwarna biru terang tampak malu-malu, salah tingkah saat menyadari Edward menatapnya cermat.
Lain dengan Edward yang penuh curiga, Jules tampak sumringah. Ia bukan orang yang banyak berpikir, sangat sederhana. "Benarkah?" tanyanya, matanya berbinar-binar seperti anak kecil saat mendapat hadiah. Anak laki-laki itu mengangguk. "Bisa kah kau mengantar kami?"
Alih-alih menjawab, anak itu berjalan seraya mengedikkan kepalanya tanda agar kedua pria di depannya mengikutinya.
"Siapa namamu?" tanya Jules merasa tertarik dengan anak itu. Ia memang senang dengan anak kecil.
Anak laki-laki itu tidak mengindahkannya. Ia hanya diam seraya mempercepat langkahnya. Jubahnya beterbangan lincah mengikuti gerak si anak.
Edward menyikut Jules pelan. "Anak itu mencurigakan," bisiknya.
"Mencurigakan bagaimana?"
"Aneh, aku tidak bisa merasakan hawa keberadaanya sedari tadi."
"Oh ya? Mungkin dia hantu." Jules merasa geli mendengar ucapannya sendiri.
"Aku serius!"
Jules tertawa. "Tidak apa-apa, tidak ada salahnya untuk mengikutinya. Lagi pula dia hanya anak kecil, sedangkan kita adalah dua orang pria dewasa. Aku yakin dia tidak berani macam-macam."
Edward berdecak sebal, tetapi mau tidak mau setuju dengan Jules. Saat ini, tidak ada salahnya untuk mencoba. Ia hanya ingin buru-buru menyelesaikan tugas dari Kapten Ymir.
![](https://img.wattpad.com/cover/226089604-288-k101036.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mercenary
FantasyDelapan tahun lalu sejak debut pertamanya di peperangan antara Akryst dan Borgé, Yul aktif menjadi prajurit bayaran di medan perang. Dianggap hina karena lebih memilih uang dibandingkan nyawanya sendiri. Sampai lima tahun lalu. Ada sebuah insiden ya...