15.Masih Tanda Tanya?

206 46 12
                                    

~×~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~×~

Saat Aca memasuki ruang UKS, suasananya begitu sepi. Hanya ada satu anak PMR yang bertugas. Namanya Sonya.

"Kakak kenapa? Apanya yang sakit?" Tanya Sonya menggiring Aca untuk ke brankar dan membantu merebahkan tubuhnya.

"Iya, ini sedikit pusing" jawab Aca sambil memijat pelipisnya.

"Kakak istirahat dulu. Aku cariin vitamin buat kakak" kata Sonya lalu pergi ke sudut ruangan lainnya yang menyimpan banyak jenis obat-obatan.

Bel istirahat berbunyi.

Aska berjalan menuju dimana Aca berada, terlihat dari celah-celah gorden yang memisahkan brankar satu dengan brankar lain, Aca melihat mimik wajah dari seorang Aska Rasendrea yang tidak bisa dijelaskan. Anak itu terlalu sulit untuk di tebak.

Aska melangkah menuju brankar yang di tempati Aca. Rahang yang kokoh membuatnya terlihat gagah, tapi kali ini anak itu terlihat panik dan was-was.

Aska menggulung lengan hoodie yang dipakai Aca secara paksa. Membuat Aca kaget dan merintih kesakitan. Terdapat bekas luka sayatan yang terlihat baru. Masih memerah dengan darah yang mengering dan tepian yang memar. Aca berbuat ulah lagi.

Aska menggelengkan kepalanya tidak percaya. Mendengus pasrah dengan setengah hati yang kesal.

"Udah berapa kali gue bilang?! Kalau lagi ada masalah atau lo nggak bisa nahan semuanya sendirian, cerita ke gue! Gue rela kalau harus dateng ke rumah lo tengah malem buat dengerin curhatan lo, mau itu penting atau enggak, gue bisa. Gue akan lakuin apapun demi lo, Ca. Sebisa gue!" kata Aska berkacak pinggang, mengusap wajah frustasi.

"Nggak gini caranya! Lo nggak harus nyakitin diri lo sendiri! Dengan cara lo kaya gini, emangnya bisa merubah keadaan? Enggak! Mending lo berdoa, minta sama tuhan biar jadi orang sukses. Buat dia menyesal!" Lanjutnya dan mengambil nafas gusar. Menahan amarah yang bergejolak dalam hatinya.

Aca menunduk, enggan untuk menatap mata Aska. Anak itu kalau sedang marah, galaknya melebihi singa kelaparan. Aca meremat jari-jarinya, merasa bersalah karena mengabaikan perkataan Aska.

Dulu Aska nggak tau perihal syndrom dan depresi yang dimiliki Aca. Dia bisa tau karena mencari tau sendiri, jadi penguntit selama dua bulan.

"Maaf..." Pintanya kepada Aska. Aska menoleh, tangannya terulur untuk menggenggam tangan Aca. Memberikan kekuatan serta keyakinan akan keadaan.

"Minta maaf sama diri lo sendiri"

Aca mengatakan 'maaf' berkali-kali didalam hatinya. Memang sedikit melegakan, namun tak semua terbayarkan. Hanya–Sedikit.

Synesthesia SyndromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang