Camellia Is A Passion

01- Money And Body

Dazai menjatuhkan hanphone-nya dan suara lantai kayu yang berdentum menyambut.

Ya Tuhan.

Dia bergetar sampai ubun-ubun.

Angin dingin menyambut malam yang datang dari puncak gunung tidak dirasakan karena perlahan tubuhnya memanas. Otaknya tidak bisa memproses ponsel mahal yang baru terbanting, atau pelayan yang berlari panik— karena warasnya direbut oleh sebuah potret pria.

Saat ini Dazai dilanda berbagai macam hal yang tidak diprediksi.

Seperti, ia tidak memprediksi akan ada wabah virus yang membuatnya harus mendepakkan diri secara mandiri ke salah satu vila pribadi di bukit Switzerland demi keamanan dan kenyamanan diri sendiri. Atau dia tidak memprediksi bahwa ternyata bermalas-malasan di sini begitu membosankan sampai rasanya ingin lompat dari tebing dan berguling-guling asik hingga kaki gunung.

Dazai juga tidak memprediksi buah dari kekurang kerjaannya adalah situs berbayar mencurigakan yang ternyata lapak pelacuran lalu mendapatkan seorang pria sebagai pelayan. Dan yang paling tidak ia prediksi, adalah gairah yang naik ketika melihat satu foto masuk ke handphone-nya.

Dazai tidak pernah meragukan orientasi seksual kepada para gadis, namun ia merasa tidak menyesal mentransfer uang hanya untuk satu foto perut laki-laki.

Setelah ludah tertelan, ia mengambil handphone dan syukurlah tidak ada lecet disana.

Ia pandangi foto itu berlama-lama dan menikmati gelitik di area perut ke bawah. "Sial." Dazai ingin menggigit belahan bibir yang membuat seringai itu.

Satu pesan masuk yang membuat Dazai kembali ke kenyataan dan menyugesti menggaruk leher canggung karena benar, ya, sangat benar —Dazai terkejut mental.

Dazai beberapa kali punya pacar, jadi ia terbilang berpengalaman dalam romansa dan dunia dewasa. Namun pelacuran, seks komersial, Dazai lugu. Kalau dipikir-pikir, pengalaman pertama ini tidak buruk walau dengan laki-laki dan hanya via chatting di website tidak jelas.