Part 4[ HALUAN SEORANG ZENA ]

124 7 0
                                    

[JANGAN LUPA VOTMENT NYA GUYS! TERUS DUKUNG AUTHOR YA!]

4. HALUAN SEORANG ZENA.

                  ♡HAPPY READING

Seorang pria paruh baya tengah duduk di depan teras rumah, dengan koran dan segelas kopi hitam. Dia Aryana, ayah dari Zena.

Melihat mobil yang biasa anaknya tumpangi memasuki pekarangan rumah, perasaan pria paruh baya itu menjadi was-was. Sebab, ini baru pukul 09.00 yang brarti di sekolah Zena sedang jadwal istirahat.

"Nak, kenapa kamu pulang awal sekali? Kamu sakit?" tanya Aryana khawatir, ia harus menjaga anak semata wayangnya dan memberikan perhatian lebih layaknya seorang Ibu. Mengingat ibu, Aryana jadi tersenyum getir atas penyakit yang menimpa istrinya hingga merenggut nyawanya.

Gadis itu menggeleng pelan. "Zena gapapa ayah, cuman gak enak badan dikit," ujarnya sebari tersenyum.

"Kita ke rumah sakit ya, dan kamu juga belum chek in," gadis itu buru-buru menggeleng.

"Ngga ayah, Zena gapapa, Zena mau istirahat dulu, besok Zena mau lomba," bisa gawat jika Zena ke rumah sakit, dokter Adi akan menyuruhnya di infus dan ia tidak bisa ikut lomba itu, dan hal yang paling penting dari lomba itu adalah, agar ia bisa bertemu dengan Zino, itu dia!

Aryana menghela nafas, anaknya sangat keras kepala. Disaat akan membantah, Zena sudah pamit lebih dulu dan masuk kedalam.

Zena tengah sibuk terduduk di kasur empuk nya sebari meneliti setiap ujung sudut yang tengah ia pegang.

'Sampai kapan barang ini buat Zena bertahan, Tuhan?'

                                      ***

"Cie! Yang mau lomba bareng Ratu Penyu cie!" goda Gino sebari menyenggol lengan Zino geli. Ratu Penyu? Itu panggilan dari Gino untuk Zena. Kenapa? Sebab Zena suka sekali dengan yang namanya Penyu.

"Apaan si lo!" balas Zino sewot.

"Ahh, hati Hayati, yang suci ini, tersakiti, awwww. Huaa, Dinoo!" teriak Gino alay, dan beralih pada Dino. Dino langsung bergidik ngeri akan tingkah laku sahabatnya yang ini.

"Jauh-jauh dari gue. Jangan, sampe, nular, ngerti?" tukas Dino datar.

Gino lagi-lagi dibuat mendengus karna tanggapan kedua sahabatnya. Memangnya dia segila itu apa? Sampai-sampai kedua sahabatnya sangat ilfeel padanya.

"Gak usah tanya diri lo gila nggak nya, lo emang gila," tukas Dino tiba-tiba, matanya tetap menatap buku di hadapannya.

"Dasar kuyang! Kutu buku!" umpat Gino dan berlari keluar, bisa berabe jika Dino marah, satu sekolah Delta Saranaya akan terguncang.

Zino sedari tadi tak bersama kedua sahabatnya, kini ia sedang berada dalam LAB FISIKA, ia tengah memikirkan, kenapa Zena belum muncul juga untuk lomba? Apakah dia benar-benar sakit? Aish! Harusnya dia senang karna pengganggunya tidak datang, tapi entah kenapa ia merasa sangat gelisah.

Zino memilih keluar, ia masih terbengong di depan kelas, masih memikirkan topik yang sama, Zena.

"Hayoloh! Zino lagi mikirin Zena kan?" tanya seseorang dari belakang menghancurkan setiap inci hayalan Zino.

Disana terlihat ada seorang gadis yang sedari tadi ia pikirkan di otaknya.

"So tau lo!" Ketusnya lalu masuk ke ruangan.

"Gengsi banget buat ngakuin," gumamnya dengan senyuman. "Zino, tungguin Zena!" teriaknya, lalu ikut masuk.

Zena sengaja memilih tempat duduk di sisi Zino, Zino tak bisa kemana-mana karna posisi nya sekarang ada di pojok. Zena tersenyum menang. Baru kali ini ia berhasil duduk di sebelah Zino.

Panitia pembimbing sudah memasuki ruang Laboratorium tempat yang akan mereka gunakan untuk persiapan lomba.

Jangan lupakan Dea yang kini tengah duduk di belakang Zena, matanya mendelik melihat Zena terus menerus menatap Zino.

Mereka diberi masing-masing empat lembar kertas yang berisi soal latihan.

Zena membuka tas nya, wajahnya seketika pucat dikala ia lupa membawanya, ia ingat sekarang, tempat pensilnya masih ada di meja belajar bekas dirinya belajar tadi malam, pantas saja Zena merasa ada yang tertinggal tadi pagi.

Zena hanya bisa menepuk jidat nya pelan, hingga tangan menyodorkan sebuah pensil yang sedari tadi ia butuhkan. Itu tangan Zino. Zena langsung menatapnya binar, namun detik berikutnya, ia kembali murung. Karna Zino memberikan pensil itu kepada orang di belakangnya, dia Dea.

Zena langsung terdiam. Hingga sebuah tangan menyodorkan kotak pensil berwarna hitam, namun lain arah dari tempat duduk Zino.

Itu adalah Alvano, Zena menghela nafas kecewa, namun detik berikutnya ia tersenyum manis pada Alvano.

"Makasih Kak Vano,"

"Sama-sama, Zena,"

'Bodoh kamu Zena, ngarep Zino yang ngasih pensil,'

                                      ***

"Hei! Ratu penyu!" Teriak seseorang dari arah belakang, Zena berbalik melihat adanya Gino disana bersama Dino yang tengah membaca buku.

"Apa sih karung Goni," balasnya membalas ledekan nama Gino padanya tadi.

"Liat Zino gak?"

"Tuh masih di dalem sama Dea," ucapnya sebari tersenyum.

"Yaudah ya, Zena yang cantik Ratu kerajaan Penyu, mau pergi, bye-bye," pamitnya lalu melangkah, Gino jadi iba melihatnya, Gino tau bahwa senyuman itu hanya sebatas tameng sang penutup luka.

"Gak usah tungguin dia, kita ikut Zena aja," Dino tiba-tiba melangkah dan diikuti oleh Gino.

'Suatu saat, lo bakal tau, seberapa hebat, cewek yang lagi ngejar lo bro,'

                                      ***

___________________________________________

VOTMENT NYA DI TUNGGU SAMA AUTHOR YA!

KRITIK JIKA ADA YANG SALAH!

KESEL GAK SAMA ZINO?
___________________________________________

ZINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang