9:friend

85 19 0
                                    

Seharian aku berkeliling sekolah mencari Tristan. Mau minta maaf, mengajaknya jalan, nraktir makan sampai nonton jadi agenda agar ia mau berbaikan denganku.

Sepanjang koridor sekolah hanya wajah tampannya yang sering menampilkan mimik konyol dan senyum manis berbentuk kotak yang selalu menghantui pikiranku. Tristan, aku rindu...

"Tristan?" aku muncul di depan kelas Tristan hanya beberapa menit setelah bel istirahat berdering.

Hampir seluruh anak masih di kelas. Dan sebagian besar dari mereka menatap kemunculanku dengan heran.

"Seperti hantu saja! Muncul tiba-tiba!"  seru lelaki bernama Jimmy yang duduk tak jauh dari pintu.

"Tristan membantu Mr. Goth membawa bahan praktikum kembali ke ruangannya." gadis berperawakan tinggi yang duduk tak jauh dari Jimmy, menjawab.

"Makasih ya." Aku langsung ngacir, sebelum Sylvia yang asyik bercengkrama dengam Stefan di belakang sana memergokiku dan menanyaiku macam-macam. Saat ini waktu sangat berharga. Aku ingin menemui Tristan secepatnya.

"Tristan?" Mr. Goth memandangku heran saat aku ke ruangannya hanya untuk mencari lelaki itu. "Sudah keluar, baru saja."

"Ke arah mana, Sir?" tanyaku cepat, menutupi rasa kecewaku.

Wajah Mr. Goth mengeras. "Memangnya aku pengasuhnya? Mana kutahu!"

Dan sepanjang istirahat kuhabiskan untuk mengarungi isi sekolah, mengecek keberadaannya. Terpikir pula ia pergi mengobrol ke kelas Nora, tapi saat aku tiba di depan kelasnya, tak ada Tristan. Teman kelas Nora pun mengatakan tak melihat batang hidung Tristan.

"Nora tidak masuk, jadi kurasa tak mungkin ada Tristan di sini," kata seorang gadis bertubuh mungil.

"Oh begitu." Aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih lalu menjauh.

Aku mengirimi Tristan spam di whatsappnya. Tapi pesanku boro-boro dibaca. Masih centang satu begitu.

🍭

"Kenapa?" tanya Stefan saat kami berkumpul di kafetaria saat istirahat siang. Lagi-lagi Tristan tak muncul. Memang kemana dia?

"Manyun gara-gara bertengkar sama Tyler, kali!" seru Scott yang membuat Bobby terbahak.

"Makanya jomblo saja, Jas. Biar tidak sakit hati," timpal Bobby.

"Tristan mana?" Bukannya menjawab, aku malah menyemburkan pertanyaan balik.

"Tak tahu!" Bobby langsung mengangkat bahu.

"Tumben kau tak tahu, Jas? Kalian kan sahabatan," tandas Scott.

"Tanya yang sekelas Tristan tuh!" Bobby menunjuk pada Sylvia dan Stefan dengan bibir manyunnya.

"Katanya ada urusan. Nanti nyusul kok." kata Sylvia yang langsung mendapat anggukan dari Stefan.

"Atau tanya si King saja," sahut Scott yang melirik Jeffrey King, yang duduk di salah satu meja tak jauh dari kami. Di mejanya ternyata ada Ailee dan Seanne juga.

"Iya, si Tristan juga sering hangout sama King." timpal Bobby, bersiap memetik gitar yang selalu menemaninya.

"Sudah, tunggu saja. Sabar." Sylvia mengelus tanganku sekilas. "Kayak yang kangen pacarnya saja."

Scott terbahak. "Yakin Jas tidak ada perasaan khusus ke Tristan?"

Aku memelototi Scott yang masih tertawa. Bodoh bener si Scott ini. Tristan bagiku kayak saudara, saudara kembar malah, karena kadang kami memiliki sikap absurd yang hanya bisa kami berdua pahami, sedang orang lain hanya akan menganggap kami gila.

FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang