11:friend

61 7 3
                                    

"Jas, sudah siap?"

Aku menghela napas. "Memangnya Jimmy mengundangku?" aku merasa tak yakin soalnya waktu siang tadi ketemu Jimmy di kelasnya ia tak mengatakan apa-apa tentang pesta ulang tahunnya. Dan petang ini Nadine dan Sylvia mencecarku untuk pergi ke pestanya bersama-sama.

"Iya, dia titip pesan buat kamu. Buat kita satu geng maksudnya."

Aku memang melihat Nadine membagikan undangan Jimmy di grup chat kami. Katanya untuk kami semua.

"Ya sudah. Aku siap-siap dulu."

"Eh Jas, kamu berangkat sama siapa? Tristan? Atau Tyler?"

"Tyler? Hell, kami sudah putus."

"Putus?" Nadine terdengar kaget. "Cerita, cerita!"

"Nanti saja, di tempat Jimmy."

"Oh. Okay. Hm, jadi bareng Tristan?" tebak Nadine.

"Kenapa sih, Nad? Biasanya juga kamu bareng Bobby." Aku meletakkan ponsel diantara pipi dan bahuku sementara aku menyibak-nyibakan pakaian di lemari.

"Males. Lagi kesal."

Aku mengernyit. "Gara-gara tadi siang? Si Bobby godain Jennifer?"

"Ah sudahlah. Males. Ketemu di rumah Jimmy ya. Bye!"

"Oke, bye!"

Ponsel kubanting ke tempat tidur. Kini fokusku hanya ke seluruh pakaian yang tergantung rapi di sana.

Huuh, tidak ada pakaian yang layak untuk ke pesta Jimmy, ya? pikirku sebal sambil menutup lemari. "Christie! Aku pinjam dress ungu-mu yang baru diberi Aunty Melissa ya!" teriakku sambil berlari ke kamarnya.

🍭

"Jas."

Aku yang asyik menyeruput jus jeruk dengan pandangan kesana-kemari, terpaksa menatap Nadine yang sudah mulai jengkel.

"Bete ih." Nadine menghempaskan badannya ke sofa.

"Loh? Itu Bobby!" tunjukku ke arah Bobby yang sedang asyik bercengkrama dengan Sean dan yang lain.

Nadine hanya memutar mata malas. Lalu menegakkan tubuh. "Cerita dong! Kok bisa sih putus? Kemarin kan bucin banget sama Ty!"

"Heh, bukan bucin!" seruku, mengoreksi. "Kemarin cuma takut aja Ty salah paham."

"Ya sudah cerita!" rengek Nadine.

Akhirnya aku bercerita, panjang lebar  hingga membuat Nadine ternganga. Tiap kali ia menyela, kubalas dengan, "Dengar dulu!" Sampai akhirnya Nadine menghela napas berat diakhir cerita.

"Drama banget." Nadine bergumam, mengambil jus jerukku. "Aku yang lelah Jas, mendengar ceritamu."

Aku tak menyahut.

Katanya lagi, "Tapi ya, aku heran. Bagaimana bisa kamu gak ngerasa sedih gitu? Dikhianati loh! Dikhianati! Berat itu!"

"Dih, buat apa sedih? Tuhan sudah ngasih tahu siapa yang bejat, buat apa ditangisi!" seruku. Ya walau ada boong-boongnya dikit. Siapa sih yang nggak sedih dibohongi cowok yang dicintainya?

"Wah benar-benar strong banget kamu!" Nadine mengangkat kedua jempolnya. "Jadi sekarang, kamu sama Tristan?"

"Ke sini? Iya memang tadi sama Tristan."

Nadine menggeleng mantap. "Maksud aku, apa ke depannya kalian bakal sama-sama? Kupikir ya, kalian itu cocok. Saling mengisi, saling melengkapi, saling membutuhkan. Tristan juga kayaknya—"

FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang