3. JAKARTA MALAM

111 27 24
                                    

"Selamat, berkatmu aku benci masa laluku"
— Nazaretta Galilea —

jangan lupa vote komen, eNJOY!

Salah satu kesukaan Retta adalah langit malam. Malam ini Retta memutuskan untuk pergi ke supermarket yang tidak jauh dari rumahnya. Retta memutuskan menggunakan mobil jazz putihnya, karena sekarang sudah hampir pukul 10 malam, kalau saja sekarang masih pukul 7 ia tidak masalah berjalan kaki.

Retta mengambil 1 totebag nya, karena plastik itu tidak baik. Ia memakai hoodie oversize dan celana pendek dengan sendal biasa, yang pasti bukan swallow. Ia meraih kunci mobilnya yang tergantung didekat nakasnya.

Setelah berpamitan pada bi Ningsih, ia menuju mobilnya. Ia mengadah pandangannya ke langit, langit malam ini cukup terang dengan beberapa bintang cantik. Ia memasuki mobilnya dan mulai mengendarainya. Di jam yang sudah hampir larut Jakarta masih dengan macet dan kerumitannya. Tapi Jakarta tetap kota terbaik baginya. Ponselnya berdering,

panggilan dari Mama

"Halo mam, kenapa?"

"Kamu lagi dimana Retta?"

"Lagi dijalan ma, mau ke supermarket. Kenapa?"

"Ohh, mau beli apa?"

"Cemilan aja, sekalian jalan jalan. Ada apa ma?"

"Gapapa, mama cuma mastiin doang. Hati hati dijalan"

Mamanya mengakhiri panggilannya duluan, mamanya selalu menelepon bahkan untuk hal simpel sedikitpun. Retta mengingat, ini sudah 1 bulan ia tinggal tanpa mama dan papanya. Saat dulu waktu masih kecil, Retta kadang bertanya apakah mama dan papanya tidak sayang padanya? Ia selalu bersama bi Ningsih sejak dulu, diantar saat TK dan SD, ditemani saat makan malam, bahkan terkadang menemani Retta berjalan jalan. Baginya bi Ningsih dan pak Nano —supir sekaligus satpam rumahnya sudah seperti orangtua keduanya. Retta tersenyum, kadang ia ingin seperti anak anak lain, diantar ayah mereka saat berangkat sekolah, atau melihat mamanya datang rapat bersama kepala sekolah. Huft, Retta rindu orangtuanya.

Retta memarkirkan mobilnya diparkiran supermarket. Ia membawa totebag berisi barang barangnya seperti handphone, dompet, dan kunci mobil juga totebag untuk belanja. Ia keluar dari mobilnya dan masuk ke supermarket tersebut. Ia tidak memakai troli belanja hanya keranjang, karena ia hanya berniat membeli makanan ringan untuk dikamarnya.

Ia langsung menuju rak camilan, diambilnya beberapa keripik dan roti, lalu beralih ke kulkas minuman, ia mengambil susu, jus kemasan dan air mineral. Lalu berkeliling sebentar untuk mencari camilan yang lain. Setelah selesai mencari yang ia cari, Retta langsung menuju kasir.

"Jadi 128.000 ya kak," Ujar penjaga kasir dengan ramah, sambil tersenyum. Retta mengeluarkan selembar uang berwarna merah dan warna biru. Setelah menerima kembalian Retta berterimakasih dan bergegas keluar dari supermarket.

Badannya menegang saat melihat sosok yang berada bersandar di mobilnya. Retta  seketika lemas, ingatannya pada kejadian buruk dimasa lalunya seakan terekam kembali. Bertahun tahun ia coba melupakan tetapi sekarang laki laki itu bersandar santai dimobilnya.

Laki laki itu menoleh ke pintu supermarket saat menyadari Retta berdiri seperti patung disana.

Aron, laki laki yang bersandar santai itu Aron. Retta tidak mungkin salah liat, walaupun sudah hampir 4 tahun tidak bertemu ia yakin itu adalah Aron. Laki laki terbrengsek yang pernah ia kenal.

Aron melambaikan sebelah tangannya kepada Retta yang masih membeku. Retta menyadarkan dirinya dari lamunannya. Kurang ajar sekali, bertahun tahun tidak bertemu dengan pertemuan akhir yang menyakitkan, orang itu tiba tiba datang tanpa rasa bersalah. Retta marah sekaligus takut ditempatnya.

NAZARETTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang