Patah Sebelum Berjuang

696 96 2
                                    

“Kau sangat baik Chenle-ya. Tapi, kau terbangun dari koma saja sudah membuatku senang. Kau bisa ikut comeback dengan member Dream lainnya. Aku turut senang akan hal itu, apalagi jika kau masih mengingatku. Sungguh, aku merasa sangat beruntung.” Nara menatap poster Chenle yang berasal dari era Chewing Gum itu.








Chenle keluar dari kamar mandi,
pandangannya bertemu dengan Nara yang sedang mengetikkan beberapa kata-kata yang ia dapat melalui buku tebal yang ada di sebelahnya. Langkahnya bergerak menghampiri sosok yang sudah menggulung tinggi rambut hitamnya itu menggunakan penjepit rambut. Nara menghirup khas bau sabun beraroma strawberry miliknya. Sungguh menyegarkan. Kepalanya menoleh melihat Chenle yang sudah di sebelahnya.



“Kau mahasiswa?” Nara mengangguk menggantikan mulutnya mengatakan ‘iya’
“Semester berapa?” Chenle mengambil kursi berwarna hijau untuk duduk di sebelah Nara.
“Dua.” Nara masih setia membuat tugas yang harus dikumpulkan untuk minggu depan. Sebuah project untuk menggantikan ulangan tengah semester yang akan dibuatnya sebuah makalah. Pandangannya masih setia menatap setiap deretan kata-kata untuk mengecek kesalahan yang tanpa sengaja ia buat.



“Kau mengambil jurusan apa?”
“Administrasi bisnis.” Chenle membuka lebar mulutnya. Menggumamkan kata ‘wow’ berkali-kali. Nara menghiraukan Chenle dan terfokus dengan laptop di hadapannya. Chenle meneliti wajah Nara dari arah samping. Dimulai dari hitam rambutnya, alisnya yang nampak samar tanpa goresan pensil apapun, matanya yang nampak polos, hidungnya yang mancung, dan mulutnya yang nampak sedikit kering karena terlihat luka kecil di pojok bibirnya.



Chenle baru menyadari bahwa Nara memiliki luka kecil di pinggir bibirnya. Dahinya berkerut, matanya menyipit. Nara yang merasa dirinya sedang dimata-matai oleh sosok di sampingnya menoleh pelan.
“Kenapa?” Nara bingung dengan ekspresi yang ditampilkan oleh idolanya itu.
“Bibirmu…” Matanya mengerjap pelan. Nara melebarkan matanya, jadi sosok di sampingnya itu daritadi memandang bibirnya. Dengan segera tangan kanan Nara menutup bibirnya yang membuat Chenle mendongak menatap Nara.



“Bukan begitu, bibirmu kenapa?” telunjuknya menunjuk sudut bibir kanannya. Nara perlahan menurunkan tangannya, lalu menganggukkan kepala.
“Bibirku jika terlalu kering akan begini, mudah terluka.” Atensinya kembali menuju laptop merah maroon-nya. Tangannya meregangkan setiap ototnya yang kaku karena satu jam berkutat dengan metode bisnis, lima menit setelah dia mengotak-atik kembali elektronik di depannya. Mulutnya menguap lebar, sesegera mungkin telapak tangan kanannya menutup lubang besar akibat lelah melihat kalimat-kalimat seperti mantra dalam sebuah buku dongeng.



“Coba aku lihat kedua tanganmu!” Sang empu yang diajak bicara mengerutkan dahinya bingung. Chenle mengambil kedua tangan Nara dan memberikan pijatan kecil. Nara tersenyum kecil melihat perlakuan laki-laki bersurai hijau di sampingnya. Nara berdehem sebentar sebelum mengajukan pertanyaan kepada Chenle.
“Chenle-ya.” Sang pemilik nama menatap Nara. Sorot mata Nara berpendar ke sana kemari bingung untuk mengajukan pertanyaan kepada sang idol. Sedangkan Chenle masih menunggu Nara membua mulutnya untuk bertanya atau mengungkapkan pendapatnya.



“Apa kau memiliki kekasih?” Pijatan kecil di ruas jari Nara seketika terhenti. Nara menundukkan kepalanya menunggu makhluk di depannya menanggapi pertanyaan yang diajukannya.
“Bagaimana jika aku mengatakan bahwa aku memiliki kekasih?” Sontak mata Nara memandang penuh arti sosok idola di depannya. Sungguh, ia tak pernah membayangkan bahwa Chenle akan menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan balik yang membuatnya bingung harus mengatakan apa.



Kedua matanya terasa memanas. Jantungnya berdetak sangat cepat. Mulutnya kelu untuk menjawab pertanyaan Chenle. Cukup lama keduanya terdiam. Sepi. Hening. Tak ada pembicaraan. Nara berusaha menatap mata Chenle seolah mengatakan bahwa ia baik-baik saja.
“Tentu, seharusnya kau memiliki kekasih. Kau tampan, imut, dan manis menjadi satu. Siapa yang tidak mau denganmu. Apalagi kau seorang anggota boyband Korea Selatan yang terkenal, kurang apa dirimu.” Nara tertawa miris mengucapkan setiap kalimat dari bibirnya.



Langkah Sebuah Takdir (Zhong Chenle)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang