Cover Lagu

638 93 6
                                    

Laki-laki yang kini berada di ruang rekaman berjalan sambil menyenandungkan lagu yang asing di lidahnya. Sangat asing. Jika bukan karena permintaan orang yang disayanginya tentu, dirinya tidak mungkin berada di sini. Menghafalkan lirik demi lirik.


Selain untuk adik kesayangannya tentu lagu yang akan dinyanyikannya ini untuk para fans-nya. Menghayati setiap nada yang dilantunkan oleh mulut manisnya. Tangan itu mengeluarkan airpod dari dalam tas kecilnya. Mendengarkan berulang kali agar mendapatkan nada dan feeling yang tepat.


Kepalanya berputar ke kanan dan kiri mengikuti aliran music yang menyentuh gendang telinganya.
“Sudah siap, Huang Renjun?” Sosok laki-laki yang baru saja muncul dari balik pintu berwarna abu-abu itu menyediakan kamera beserta alat lainnya guna untuk rekaman. Tak lupa pengeras suara agar suara yang dihasilkan oleh Renjun dapat terdengar dengan jelas.


“Lima menit lagi.” Renjun, laki-laki bersurai pirang itu tengah menggunakan kacamatanya. Membenarkan letak rambut yang terjuntai tidak rapi. Dirinya tersenyum menghadap ke arah cermin yang disediakan di dalam ruangan rekaman. Laki-laki itu harus memastikan bahwa memiliki tampilan yang bagus di dalam video rekamannya nanti.


Kepala kecil miliknya mengangguk sembari duduk di salah satu kursi yang akan menjadi tempatnya duduk di dalam video cover lagu yang akan dinyanyikannya. Sang sutradara sudah mengisyaratkan bahwa syuting akan dimulai. Lagu mulai diputar, Renjun sudah menatap kamera di depannya dengan senyum khasnya.


Ku rasa ku sedang jatuh cinta. Karena rasanya ini berbeda.
Oh apakah ini memang cinta? Selalu berbeda saat menatapnya. (Budi Doremi - Tolong).


Cukup dalam satu take video, mampu membuat sutradara puas melihat hasil rekaman cover lagu milik penyanyi Indonesia itu.
“Hebat, tidak ada nadanya yang sumbang.” Laki-laki berusia paruh baya itu tersenyum bangga menatap salah satu member NCT Dream yang sedang meletakkan mic di tempatnya semula.


“Terima kasih.” Renjun tersenyum sebelum kembali duduk di kursi yang semula digunakannya.
“Kau ingin seperti Haechan dan Doyoung yang mengcover lagu dari Indonesia?” Kepala itu menggeleng.
“Lalu?”
“Permintaan seseorang.”








Mata Nara masih berfokus kepada video yang semalam ditunjukkan Fasya kepada dirinya. Seorang Huang Renjun mengcover lagu milik Budi Doremi. Benar-benar sebuah keinginannya. Keinginan yang pernah dikatakannya kepada sosok sang idola yang selalu mengendap di hatinya.


Pikirannya berkecamuk, apakah Tuhan mengabulkan doanya dengan ingatan Chenle saat koma atau ini hanya project yang dilakukan oleh SM Entertainment seperti yang pernah dilakukan Haechan dan Doyoung. Nara menimang-nimang kemungkinan yang terjadi. Jika Chenle masih mengingatnya, tentu dia akan mengatakan kepada Renjun untuk melakukan cover lagu itu.


Namun, jika semua ini hanya ide dari perusahaan, dia bisa apa untuk mengembalikan ingatan idola-nya itu. Berbagai pertanyaan di pikirannya membutuhkan jawaban yang pasti mengenai ingatan Chenle sebenarnya. Nara menghela nafasnya sejenak. Pikirannya lantas berkelana mengenai film yang pernah ditontonnya.


Jika Chenle dapat mengingat peristiwa saat koma, tidak lama kemudian dia akan mati. Tetapi, ini sudah berjalan satu bulan sejak dirinya siuman, tak terjadi apa-apa. Bukan berharap mengenai Chenle kenapa-kenapa, hanya saja dari sekian film yang ditontonnya berakhir seperti itu.


Apa Nara menjadi korban film sekarang? Bahunya merosot saat pikiran mengenai permintaan perusahaan untuk Renjun mengcover lagu ini lebih mendominasi daripada sebaliknya. Bahunya ditepuk pelan oleh sosok laki-laki yang baru saja masuk ke pintu kantin.
“Tumben sendirian?” Ryan menduduki kursi di depan Nara.


“Emang kakak selalu jalan berdua dengan perempuan berbeda-beda.” Ryan terkekeh mendengar ucapan milik orang yang pernah menggeser letak perempuan special di hatinya.
“Udah pesan?” Nara hanya mengangguk sebagai jawaban.
“Bentar, gue pesan dulu.”Ryan melangkahkan kakinya menuju ruang belakang kantin untuk menemui pemilik kantin menuliskan pesanan yang diinginkannya.


“Allen mana?”
“Nggak enak badan.” Allen mengirimkan pesan kepada dirinya bahwa tidak bisa menghadiri kelas hari ini karena sedang tidak enak badan. Nara berencana untuk menjenguknya sore nanti.
“Sekarang lo sama siapa kak?” Ryan mengernyitkan dahinya bingung. Lalu, dirinya paham dengan apa yang dimaksud dengan perempuan di depannya.


“Mantan gue dulu.” Nara tertawa. Ternyata orang di depannya ini tidak bisa move on dengan mantan kekasihnya dulu. Tawa itu terhenti saat membayangkan bagaimana jika Chenle tidak mengingat kejadian saat koma dan masih melanjutkan hubungannya dengan pacar yang sudah selingkuh di belakang sang idolanya itu. Nara menggeram pelan menyadari hal itu.


Tangannya mengepal kuat. Tak sengaja memukul keras meja yang berada di depannya. Ryan berjengit kaget.
“Nggak usah cemburu.”
“Cemburu?”
“Tadi lo sampai gebrak meja.” Nara kembali tertawa. Manusia di depannya salah paham dengan tingkahnya barusan.
“Percaya diri tingkat dewa sekali.” Nara mendengus sembari memakan nasi yang sudah dibumbui kecap dan bumbu nasi goreng instan.








Tubuh itu sangat lelah setelah menemui Allen hingga tak terasa hari sudah beranjak malam. Mata itu terpejam sekilas. Mengingat buku yang terbaring di atas meja belajar yang sudah sepuluh tahun digunakannya. Tas dengan kaos kaki masih melekat erat di tubuhnya.


Kita ditakdirkan Tuhan hanya untuk bertemu, bukan untuk saling terikat. Tuhan telah menuliskan cerita lain di dalam takdirmu dengan namaku di dalamnya. Tidak usah khawatir, rencana Tuhan adalah hal yang terindah. Kau memang tak menginginkannya, tapi semua itu adalah jalan menuju keindahan yang tak pernah kau jalani. Hidup tidak selalu menurut pada setiap harapanmu dalam rentetan doa namun, langkah tulus menuju takdir dengan keikhlasan di dalamnya akan membuahkan letupan bahagia tanpa dosa di dalamnya.


Tuhan tahu keyakinan kita berbeda. Tuhan juga tahu dimana letak kehidupanmu dan alur hidupku. Tetaplah tersenyum. Jangan pernah menyesal atas kenangan yang pernah terjadi. Kenangan akan tetap menjadi memori, hilangkan rasa menyesal yang hinggap di hati. Mulailah untuk menatap masa depan, biarkan masa lalu terjadi untuk menambah pelajaran hidup yang memang adanya.


Meletakkan tas kembali ke tempatnya semula. Melepaskan kaos kaki. Mencuci muka. Dan terakhir menarik selimut hingga sebatas dada untuk terbang menuju alam mimpi.








“Naraaaaaa.” Suara nyaring milik Aldi membuat Nara tergesa keluar dari kamarnya. Menatap sengit sang kakak yang duduk di kursi dapur.
“Kenapa pagi-pagi teriak?” Mengambil paksa roti selai coklat yang dipegang kakak laki-lakinya lalu, memasukkan ke dalam mulutnya.
“Itu ada yang nyari lo di depan.” Nara mengernyitkan dahinya bingung.


Siapa yang mencarinya pagi-pagi? Nara melangkahkan kakinya menuju pintu rumahnya yang terbuka. Terdapat sosok laki-laki yang memakai kaos hitam dengan celana jeans.
“Mas.” Nara mendekati sosok tersebut yang masih membelakanginya. Laki-laki itu membalikkan tubuhnya menghadap Nara.
“Chenle?”











Oh My God~~
Chenle datang ke rumah Nara??

Langkah Sebuah Takdir (Zhong Chenle)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang