RAJA DI PERINGKAT DUA

67 4 2
                                    

Aku saat itu tengah menginjak kelas 3 SMP. Pagi itu, ayah mengantarku menuju ke “Candra Rona”. Tempat dimana banyak anak menimba ilmu. Sekolahku tergolong sekolah swasta unggulan. Banyak prestasi yang diraih oleh para siswanya. Ayah bekerja pukul 7 pagi, jadi ia harus mengantarku lebih awal untuk sekolah.

Aku sampai disekolah pukul 6 saat itu. Dan itu masih sangat pagi, mengingat kelas dimulai pukul 7. Seperti kehidupanku selama ini di sekolah. Aku turun dari mobil, salim kepada Ayah, lalu masuk ke gerbang sekolah. Pak Satpam sudah akrab dengan kehadiranku yang ditemani embun pagi ini. Bahkan tukang sapu sekolah – pun sudah kenal baik denganku.

Kelas 9 – B adalah kandangku. Pintu sudah keadaan terbuka saat jam itu. Aku masuk dan singgah di kursi paling belakang. Berlalunya waktu, teman – teman mulai datang satu persatu. Saling menyapa satu sama lain, tersenyum mengobrol dengan kawan – kawan lain. Ya, kawan lain. Bukan kepadaku. Di jam yang masih pagi itu, aku masih sibuk bermain dengan ponselku. Sibuk dengan dunia fantasiku membaca beragam cerita dari situs online.

Jam menunjukan pukul 6.45. Masih ada waktu untuk membaca berita. Aku memang suka membaca. Aku bahkan memiliki beberapa situs langganan yang berbayar.

Berita terkini : Rasya Gibson Masih tak Tertandingi dalam 7 Laga Nasional....

Rasya. Teman sebangkuku. Namanya kerap menjadi topik utama dalam beberapa pemberitaan setelah berhasil menjuarai kejuaraan Nasional Karate bulan lalu setelah berhasil mengalahkan juara bertahan di kelasnya. Di umur segitu, ia terbilang memiliki masa depan cerah dalam bidangnya. Ia memang atlit yang hebat.

Tidak berselang lama, ia datang. Terlihat tergesa – gesa mengejar kursinya. Setelah duduk, ia mengeluarkan buku matematika. Aku tahu rencananya. Bisa dibilang rutinitasnya.

“SIALL PR KU!. Kemarin aku lupa mengerjakannya!” Gumamnya sembari mencari halaman yang sudah ditugaskan minggu lalu.

"Bukankah ini tugas untuk jam pertama?” kataku kepadanya.

“Hei, jangan malah membuat khawatir seperti itu”sambil meruncingkan matanya kearahku.

Aku tersenyum sambil menyerahkan tugasku kepadanya,
“Cepat segera disalin!”.

“hehe.... Tahu saja kau kalau aku tidak mahir dalam matematika”.

“Bukankah kau tidak mahir dalam segala pelajaran kecuali olahraga?”

“Untuk apa kau perjelas” Wajahnya tampak kesal sambil tertawa sedikit akibat kejujuranku.

Kriinggg... Kringggg. Bel tanda masuk berbunyi. Rasya bersandar sejenak. Ia memang ahli bela diri, namun bukan ahli belajar, apalagi mengerjakan tugas. Terkadang, aku merasa iba padanya. Waktu latihannya menyita waktu belajarnya. Bersyukur sekolah selalu memberi keringanan padanya, sebab sering membawa pulang medali dan mengharumkan nama sekolah.

“Selamat pagi, Anak – anak!” sapa bu Lisa, guru matematika yang paling tua di sekolah. Aku biasa menyebut beliau 'Senior Bumi' .

“SELAMAT PAGI BU!” Sahut Sekelas seketika.

Tiba – tiba, Rasya berteriak akhir, “Selamat pagi, Bu cantik!. Ibu kelihatan semakin muda! Hehe”

“Kurang ajar kamu, Rasya. Memang kamu sudah mengerjakan tugas minggu lalu? Kok terlihat percaya diri begitu”

"Tentu sudah dong bu... Halaman 30 kan?.”

“Ngawur kamu. Itu kan buat kisi – kisi ujian! Prnya kan halaman 49!” Teriak bu Lisa.

Daif : Seperti Disabilitas [On Going] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang