Astaga ...
Kenapa cerita enggak jelas aku ini bisa sampai 1,2k views?! Sumpah kaget banget ...
Tapi, makasih buat kalian semua yang udah meluangkan waktu buat baca ceritaku ini. Aku enggak bisa ngebales jasa kalian huhu, tapi aku seneng banget! Sekali lagi makasih!
Happy reading, guys!
.
.
.
.
.Di sisi lain rumah Ali.
Para pelayan lainnya terkejut ketika melihat sang butler kembali dengan tangan kosong. Tidak ada nampan, piring, ataupun gelas di tangannya.
"Tuan Muda Ali sudah mau makan?" tanya salah satu di antara mereka. Pria paruh baya yang merupakan kepala pelayan itupun mengangguk, senyum tipis terlukis di bibirnya yang sedikit tertutupi oleh kumis.
"Temannya yang meminta saya untuk menaruh makanan Tuan Muda Ali di meja. Sepertinya ia akan memaksa Tuan Muda untuk makan bagaimanapun caranya," jelas sang butler. Para pelayan disana mengernyitkan keningnya.
"Teman? Memangnya tadi kita kedatangan tamu?"
"Kalian seperti melupakan atap terbuka di kamar Tuan Muda," mereka mengangguk-angguk.
"Laki-laki atau—?"
"Perempuan."
"EHHH?!" seru mereka bersamaaan.
"Perempuan?! Benarkah?!"
Anggukan dari sang kepala pelayan membuat mereka menahan jeritan kesenangan. Tuan Muda mereka jarang sekali—atau mungkin tidak pernah—membawa teman ke rumahnya, apalagi perempuan. Ali hanya sibuk dengan basket dan percobaan-percobaan di basement miliknya itu.
"Apakah perempuan itu cantik?"
"Hm," pria paruh baya itu mengangguk lagi. "Seumuran Tuan Muda Ali dengan rambut panjang dan wajah yang cantik."
"Ah, aku ingin melihatnya ...," ucap salah satu pelayan tapi mengubur keinginan itu –dalam-dalam karena termasuk melanggar privasi majikannya.
"Apa yang sedang mereka lakukan disana?" tanya pelayan yang lainnya.
"Mereka sedang melihat-lihat foto dari proyeksi transparan di kamar Tuan Muda. Saya juga tidak jelas melihat foto seperti apa," jawabnya.
"Ah, pokoknya aku berharap gadis itulah yang akan menjadi kekasih Tuan Muda Ali! Kita susah payah membuatnya makan selama berhari-hari ini dan ia dengan mudahnya berhasil membuat Tuan Muda Ali makan!"
"Ssst! Kecilkan suaramu! Bagaimana jika Tuan Muda mendengar kita sedang membicarakannya?!"
"Maaf, maaf."
***
Ali menaruh tabung peraknya di salah satu meja yang berada di dekatnya dan duduk di lantai. Raib menatapnya dengan tatapan tidak percaya.
"Suapi aku, Raib."
Oh, rasanya ia benar-benar ingin sekali mencakar wajahnya yang memelas itu.
"Kau makan di lantai? Tidak ada kursi, huh?" Raib menunjuk sebuah kursi yang disingkirkan ke pojok ruangan. Ali meliriknya dan menggeleng.
"Makan di lantai lebih nikmat loh, Ra."
"Kau seperti kucing!" pekik Raib lumayan sebal.
"Kau memujiku? Secara kucing adalah binatang yang lucu dan me—"
"Mengesalkan!" sambung gadis itu berapi-api. Ali memandangi gadis tersebut dengan seringaian di wajahnya.
"Kau juga punya kucing, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan Aldebaran
FanfictionAli dan Raib sebenarnya tidak pernah memiliki perasaan satu sama lain. Ali hanya kagum dengan kekuatan gadis itu, dan Raib hanya kagum dengan kejeniusan pemuda tersebut. Mereka berteman baik, bersama dengan Seli. Mereka bertiga adalah petarung-petar...