PART 1

744 49 4
                                    

RARA

aku mengamati gambar yg dibuat oleh kakakku lesti. Gambar paru-paru yang dihiasi kelopak bunga di setiap sisinya. Gambar dengan warna pink yang memiliki keunikan, semangat yang mekar selamanya seperti kelopak bunga. Dan aku bisa merasakan perasaan hidup di gambar itu.

Aku selalu bertanya-tanya, bagaimana rasanya memiliki paru-paru sehat. Ku coba menarik napas dalam-dalam, merasakan udara masuk dan keluar dari tubuhku. Sepertinya indah.

Aku berjalan ke arah tempat tidur untuk mengambil fotoku dan kakak. Senyumnya cantik dengan syal di lehernya. Dengan background langit penuh bintang-bintang. Aku dan kak lesti sangat suka melihat lampu diatas bangunan tinggi. Foto ini selalu mengingatkanku saat-saat itu. Saat-saat bahagia hanya kita berdua melihat indahnya kota diatas bangunan tinggi.

Aku mengambil paku payung dan manggantungkan foto dan gambar yang dibuat kak lesti di dinding. Setelah itu aku berjalan menuju tempat tidur, mengambil buku catatan dan membaca daftar panjang yang harus aku lakukan.

Ada 22 daftar kegiatan yang harus aku lakukan, sekarang saatnya mencoret daftar nomer 17 "hiasi dinding". Aku melihat kamarku yang tadinya sangat membosankan, aku sudah menggunakan waktuku dengan baik, menghiasi tembok dengan karya seni kak lesti yang dibuat untukku selama bertahun-tahun agar aku tidak bosan disini.

Iya disini. Selama bertahun-tahun aku tinggal di rumah sakit khusus untuk penyakit paru-paru. Aku mempunyai kelainan genetik, "fibrosis sistik" penyakit keturunan yang menyebabkan lendir-lendir di dalam tubuhku menjadi kental dan lengket. Aku harus memakai infus di lenganku dan memakai kanula hidung. Tumpukan alat medis tepat di sebelah tempat tidurku.

Aku melihat ke arah pintu ketika perlahan terbuka. Nabila dan putri, mereka sahabatku.

"Hei, apa kabar kalian ? Gimana liburannya ?" Tanyaku sambil memeluk mereka bergantian.

"Liburan kedua berturut-turut tanpa kamu" jawab putri tanpa semangat.

Ini bukan pertama kalinya penyakitku membuat aku tidak bisa ikut liburan sekolah. 70 persen waktuku bisa aku habiskan di sekolah dan bergaul dengan 2 sahabatku ini. Tapi, 30 persen waktuku diatur oleh dokter rumah sakit.

Dokter melarangku mengikuti study tour minggu depan. Karena aku harus disuntik antibiotik setiap hari untuk mengurangi sakit di tenggorokan dan demam ditubuhku. Dan masalah dari semuanya berpusat di paru-paruku.

Putri menjatuhkan tubuhnya di tempat tidurku sambil menghela napas. "2 minggu lagi ra, kamu yakin ga mau ikut study tour nanti ?"

"Yakin" jawabku tegas.

Dan mereka tahu aku serius. Kami sudah berteman sejak SMA. Ya.. bukannya aku tidak mau pergi. Tapi ini urusan hidup dan mati. Aku tidak mau mengambil resiko. Kasihan orangtuaku nanti. Tahu aku tidak bernyawa saat pulang dari study tour.

"Tapi kan kamu masuk panitianya ra, ga bisa apa mereka merubah jadwal pemeriksaanmu ? Kita ga mau kamu kejebak disini terus" kata nabila.

Aku menggelengkan kepala, "kita masih punya tahun depan kan.." kataku sambil tersenyum penuh harap sambil menatap mereka secara bergantian.

Tak ada satupun dari mereka yang membalas senyumku.

JARAKWhere stories live. Discover now