Prolog

547 57 27
                                    

Dewasa ini orang-orang bahkan tidak berkencan lagi. Mereka hanya berbicara, saling menggoda, bersenang-senang sedikit. Dan akhirnya mengabaikan satu sama lain.

.

.

.

Im Bo Yeong menggoyang-goyangkan cerek berisi arak beras -bergerak mengisyaratkan agar lawan bicaranya kali ini menerima tawarannya mengisi mangkuk - sebelum menuangkannya. Siwon dengan cepat menyodorkan mangkuk kosong miliknya dan mengucapkan terima kasih setelah mangkuknya terisi penuh. Ia melakukan hal yang sama kepada Bo Yeong. Kemudian menikmati arak beras bersama sebelum memulai pembicaraan mereka malam ini.

Sebelum berakhir dengan duduk bersama di salahsatu kedai, mereka tanpa sengaja bertemu di depan kediaman Yoona. Siwon hendak pergi dan Bo Yeong datang. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Bo Yeong untuk mengajak Siwon berbincang tanpa sepengetahuan Im Yoona.

"Sebelumnya, aku ingin obrolan kita malam ini tidak akan pernah diketahui oleh putriku. Jangan pernah memberi tahu tentang aku yang mengajakmu kemari dan berbicara berdua, apapun kondisinya. Apa aku bisa mempercayaimu untuk menjaga 'rahasia kita'?" Bo Yeong berbicara dengan nada tegas. Berbeda dari sebelumnya, kini pria tua itu menunjukan sisi lain yang belum pernah Siwon lihat. Meski tidak sepenuhnya sama, tetapi Siwon dapat merasakan kemiripan aura dari seorang Im Bo Yeong dan ayahnya ketika berniat membicarakan persoalan serius. Keduanya tahu betul tentang topik yang ingin dibicarakan, penuh persiapan, perencanaan, serta memegang kendali atas satu pembicaraan.

Siwon mengangguk. Mendengar perkataan Bo Yeong, ia tahu bagaimana harus menanggapi dan menempatkan diri. Semua tergantung sikap apa yang ditunjukannya.

"Apa kau pikir aku terlihat bodoh,Nak? Bahwa aku menutup mata? Atau tidak mengenal putriku sendiri?"

Siwon tergemap. Kedua matanya mengerjap cepat. Mencondongkan tubuhnya ke arah belakang. Ia tidak menyangka akan mendapat lemparan pertanyaan secara gamblang seperti ini. Dan ia tidak sampai mengira bahwa gaya bicara ayahnya dan Bo Yeong benar-benar sama. To the point tanpa filter. Gambaran tentang Bo Yeong beberapa menit lalu langsung mengabur.

"Yoona mempunyai ... beberapa masalah. Aku merasa bersalah atas beberapa hal, atau mungkin semuanya. Dan sekali lagi, dia tidak boleh tahu. Obrolan ini hanya kita yang tahu. Saat ini kurasa kau orang yang tepat untuk mengetahui perihal ini."

"Ajusshi, aku ..."

"Kami telah menciptakan ketakutan di diri Yoona. Aku dan mantan istriku. Membuat dia terlalu sulit percaya. Fakta bahwa kau mampu membuatnya begitu dekat denganmu adalah sebuah keajaiban, yang aku yakin kau pun tidak dapat mengerti sepenuhnya. Aku melihat perbedaan dalam dirinya ketika bersamamu. Dan ketika kalian saling berbincang, ketika dia menatapmu. Aku tahu kaulah alasannya. Selama ini aku melakukan apapun untuk melindunginya, dan sekarang... Mungkin tidak begitu tepat, tetapi bisakah aku mempercayaimu untuk menjaga putriku?"

"Kami -"

Bo Yeong mengangkat salahsatu tangannya. "Aku tidak peduli terhadap apapun sebutan hubungan kalian. Mau kau menjadi teman, sahabat, atau yang lain, aku harus memastikan sesuatu bahwa kau tidak akan mengkhianati kepercayaanku dan tentu saja putriku. Bukan untukku, tetapi untuk Yoona. Selama ini hanya aku, satu-satunya pria yang dia tahu dapat dipercayainya. Aku sangat mengenal putriku, Siwon." tukasnya. "Dia mungkin menyukaimu tetapi dia tidak mempercayai sebuah hubungan. Kalau aku tidak memastikan sendiri kau dapat dipercaya atau tidak. Itu akan menghancurkan hidup putriku. Perasaan serta pikirannya perlahan akan membunuhnya, suatu saat nanti jika dia memutuskan menyerah dan mencoba untuk membangun hubungan tetapi kenyataannya orang yang dia coba percayai membohonginya atau berkhianat. Seandainya itu terjadi, bukan hanya dia semakin menutup diri, tetapi juga menghilangkan kesempatan untuk memiliki hubungan dengan pria lain yang dapat dipercaya."

Behind The Lens : Image of Fortitude [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang