Kau mungkin tidak bodoh dalam pelajaran, tetapi mungkin kau bodoh di hal lain. Mengenali dirimu sendiri hingga dimanfaatkan membuka rahasia kotor
.
.
.
Mendengar pintu terbuka, Yoona menolehkan wajahnya, menatap ke arah pintu ruangan. Menatap kakaknya yang hanya menyembulkan kepalanya dari balik pintu. Ia mengisyaratkan agar sebisa mungkin tidak menimbulkan suara dan bahasa tubuhnya dapat dipahami oleh Yoon Jeong. Perlahan wanita itu melangkah masuk dengan nampan berisi dua cangkir coklat panas. Yoona pun bangkit dari posisi duduknya untuk membantu kakaknya menutup pintu.
Yoon Jeong menghela napas lega melihat di atas matras Konu tertidur pulas bersama Jinseo. "Hah, aku tidak tahu kalau kau tidak ada. Hari ini benar-benar sibuk. Terima kasih." ujarnya sembari mengangsurkan gelas coklat kepada Yoona yang segera meniupnya pelan-pelan sebelum menyeruputnya sedikit. "Jadi kau lanjut atau tidak?" tanyanya membuka topik obrolan.
Yoona terdiam sebentar, menghirup aroma coklat yang menguar dari asapnya yang masih mengepul. Wanita itu menikmati coklat panas buatan kakaknya sebelum berbicara. "Aku masih mempertimbangkannya. Masih ada beberapa jadwal yang harus aku selesaikan." ujung jemari lentiknya menelusuri tepian cangkir.
"Lagu lama. Agensimu selalu memberikan pekerjaan diakhir-akhir kontrak agar kau terus memperbaruinya. Aku akan sangat senang mendengar kau tidak memperpanjang kontrakmu dengan agensi setelah semua jadwal pekerjaanmu selesai. Aku akan membuatkan pesta perayaan di rumah. Aigo, akhirnya...adikku lepas dari kandang lintah berumah siput."
"Eonni... Kenapa kau terlihat sangat tidak suka mendengar aku masih mempertimbangkannya? Kau mempunyai dendam dengan agensiku?"
"Aku tidak mempunyai dendam apapun tetapi, sekarang kau harusnya lebih memikirkan kehidupan pribadimu dibanding pekerjaan. Kau sudah terlalu lama membuang waktu percuma."
"Saat aku menandatangani kontrak untuk debut. Meskipun tidak tertulis, jelas aku telah merelakan hidupku untuk terbuang sia-sia. Atau ketika aku memilih untuk mengikuti pelatihan, mungkin itu titik awal, aku sudah menyia-nyiakan kehidupan pribadiku. Lagipula selama ini mereka cukup memperlakukanku dengan baik."
"Kau terlalu baik atau terlalu bodoh untuk dimanfaatkan? Sudah tahu bahwa selama ini hanya membuang waktu sia-sia di sana. Masih saja bertahan. Kau seperti anjing yang sangat setia pada majikannya. Mereka baik kepadamu karena kau salahsatu mesin pencetak uang mereka dan apa kau tidak belajar dari rekanmu yang lain? Para staf yang bekerja denganmu dan memilih keluar? Keadilan untuk semua manusia itu omong kosong. Yang berlaku sekarang adalah keadilan bagi seluruh manusia good looking yang bisa mencetak uang seperti mata air. Dan entah itu keberuntungan atau kesialan, kau termasuk salahsatunya."
Yoona menggeleng kepala pelan dengan tawa renyahnya menyertai. "Omo! Eonni! Kau akan mendapatkan gelar profesor jurusan bisnis industri hiburan dalam satu hari saja. Ada-ada saja..."
"Aku sedang tidak mengada-ada Im Yoon Ah..."
"Ekhm," Yoona berdeham, membenarkan posisi duduknya yang mulai merosot. "Aku tahu itu eonni. Dulu, reaksiku sama denganmu yang menggebu-gebu. Aku merasa dibodohi, tidak bebas, dan selalu merasa terkekang. Namun lama-kelamaan, aku mulai sadar dan membiasakan diri. Bahwa apa yang harus kujalani memanglah risiko dari pilihanku untuk menjadi seorang figur publik. Bertahan atau berhenti tidak ada bedanya. Semua agensi mempunyai sistem dasar yang sama. Bisa saja kalau memilih pindah aku merasa lebih tidak puas. Anggap saja aku sedang bermain aman karena lebih memilih untuk mempercayakan agensi lama daripada sekedar coba-coba. Atau sebagai utang budi karena mereka telah membuatku seperti sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Lens : Image of Fortitude [TERBIT]
FanfictionSejatinya hidup adalah ujian yang tidak berkesudahan. Tinggal bagaimana cara manusia mencari jalan agar lolos dalam berbagai ujian yang disediakan oleh Tuhan. Mencapai satu tujuan, berproses menguatkan jiwa hingga dapat menerima diri.